Monolog
Wanci
Karya Imas
sobariah
KEJADIAN INI BISA DIMANA SAJA,
KOTA BESAR ATAU KOTA KECIL. HANYA ADA SEORANG PEREMPUAN UMUR 30 –AN, TAPI
KELIHATAN JAUH LEBIH TUA DARI UMUR SEBENARNYA DAN KELIHATAN KURANG WARAS.
SAMBIL MENCARI MAKANAN DI TONG SAMPAH ATAU SAMPAH-SAMPAH YANG BERSERAKAN,
PEREMPUAN ITU KADANG BERNYANYI KECIL, KADANG TERTAWA SAKIT ATAU APA SAJA
MENGISI KEKOSONGANNYA. TAPI TIBA-TIBA DIA BERSEMBUNYI DI BALIK PUING-PUING ATAU
APA PUN PENUH KETAKUTAN. TAK SEBERAPA LAMA, PEREMPUAN ITU PERLAHAN KELUAR DARI
PERSEMBUNYIANNYA.
Saudara-saudara barusan lihat
anak saya ? hah ? masa tak tahu itu si Endang dan si Eti ?
Saya takut ketemu dia…..kenapa
? ….tidak…tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata…lingkaran….lingkaran itu
harus diputuskan….. sudah saya bilang jangan dilahirkan, jangan hidup, jangan
saya.. .. jangan …jangan yang lain juga
Tidak nurut…siapa yang
salah…siapa ?
PEREMPUAN ITU BERBISIK
diam, diam, malu ! bilang saja
tak jadi, geser…geser …nasibnya ! PEREMPUAN ITU
SEPERTI TERSADAR DAN
MALU.
Tuhan, Tuhan…… bagaimana ini ?
seperti biasa, kau selalu diam.
Ngomong-ngomong, sudah kenal
saya belum ? pasti belum kan ? emang saya siapa ? he he… nama
saya Icih prihatini. Orang-orng memanggil saya Icih, sebuah nama kecil dari
kampung. Orang prihatin ! …he…he… saya lahir dan dibesarkan di kota kecil yang
dikutuk sekaligus abadi dibutuhkan, baik secara terang-terangan maupun umpet-umpetan,
siapa yang tak pernah mendengar daerah lokalisasi ! kapan dan di mana
pasti ada.
TIBA-TIBA TERDENGAR
SAYUP-SAYUP MUSIK KETUKTILUAN
ATAU MUSIK PERGAULAN,
PEREMPUAN ITU MENARI AMAT SERIUS DENGAN EKSPRESI KEPEDIHAN DAN BERTOLAK
BELAKANG DENGAN MUSIK YANG DINAMIS.
Saya harus bersyukur kepada
Tuhan
SAMBIL SETENGAH
BERBISIK
nama Tuhan disebut cukup
langka.. he…he…itulah kesalahan terbesar bersama. Kecil-kecilan saya
penari, karena saya selalu sedih dan mengeluh, saya harus punya yang bisa
diunggulkan.
Anugerah yang menyelamatkan
saya dari lingkaran….membuka pikiran dan hati saya …walau sampai saat ini saya
masih asli miskin...tapi miskin lain urusan bukan ? bukan kutukan
….ya, punya nasibnya sendiri…….
PEREMPUAN ITU DIAM, LALU
MENGENDAP-ENDAP…….SETELAH YAKIN TAK ADA SEORANG PUN, LALU IA BERBICARA
LAGI
Ini rahasia terbesar hidup
saya, ini kekayaan boleh dibilang takkan pernah habis . Bisa menyimpan
rahasia ini atau tidak ? saya bisa celaka tujuh turunan dan …… lingkaran ini
tak akan putus !
Saya nggak mau jadi seperti
ibu saya, bekas pelacur atau bekerja seperti bapak saya germo ibu saya. Begitu
juga nenek saya punya pekerjaan yang diturunkan sama ibu saya dan kakek saya,
laki-laki pengangguran yang jatuh cinta dan kasihan dengan nasib nenek yang
diwarisi kemiskinan. Lelaki itu nekad ngawinin nenek saya dengan syarat
membantu usaha yang tak lain usaha birahi. Dan sejak itu nenek saya
dibiarkan hidup normal mungkin kalau jaman sekarang pensiun dini he….he… Tapi
nenek saya tidak bisa hidup normal, sulit keluar dari tempat yang sudah turun-temurun
itu. Kakek sudah masuk lingkaran itu… pernah nenek saya pindah kampung, tapi
sial orang-orang cepat tahu siapa kakek-nenek saya. Orang –orang mengusir
dan menyumpahi keluarga kami, dan ……….balik lagi ke tempat kami
semula. Dan ibu saya ? jadi penerus karena dipaksa keadaan miskin
dan buta huruf. Tidak hanya kami tapi semua tetangga , orang-orang yang datang
dan pergi di kampung kami, mukanya jadi kelihatan sama, jalannya sama, semuanya
sama seperti pelacur ! ha.. ha … ha... Hanya satu atau dua orang sakti
bisa keluar lingkaran , tapi kalau sudah mentok ya balik lagi.
PEREMPUAN ITU KAGET DAN
MENGUMPAT KARENA TIDAK TERIMA DI SANGKA PENGEMIS
Sedekah ? sedekah apa ?
Mas salah alamat, saya bukan pengemis, saya lagi berjuang ! aneh, orang
tak bisa bedakan orang yang sudah pasrah sama orang yang sedang berjuang !
TERDENGAR LAGI SUARA MUSIK
SEOLAH-OLAH TERJADI DI SEBUAH LAPANGAN, DAN PEREMPUAN ITU KEMBALI MENARI.
LAMA-LAMA TEMPAT ITU MENJADI SESAK, DAN PEREMPUAN ITU HAMPIR TERJATUH.
Aduh jangan dorong-dorong
mas….aduh-aduh sabar…sabar…
PEREMPUAN ITU TERJATUH DAN ADA
SESEORANG MENYERETNYA DENGAN KASAR
Saya tak ingat lagi, siapa
yang menyeret saya. Saya minta tolong sekuat tenaga, tapi percuma orang-orang
di lapangan itu menganggap saya bahan permainan mungkin semuanya
dianggap wajar diterima penari seperti saya. Saya tak ingat lagi dibawa
kemana, badan saya sakit semua. Saya tertidur dan mulai
sadar mendengar suara ibu saya menangis begitu dalam. Bapak tak bisa
berbuat banyak, mungkin seperti menampar mukanya sendiri dan harus terima
semuanya dengan tak punya perasaan. Tapi saya sangat kaget, siapa
laki-laki yang duduk dekat pintu itu ? laki-laki itu tinggi besar, mukanya
lumayan ganteng dan berkumis tebal. Ibu saya ngenalin Kang Usup orang yang
nolong saya, bebaskan saya dari si Ompong. Jagoan di kampung kami. Kami
sekeluarga hanya mengucapkan terimakasih. Kami tak lapor polisi, percuma !
mereka pasti mencibir “ Ini kan tempatnya ! salah sendiri ! ”
Tak ada yang percaya saya
perawan. Saya nggak mau masuk lingkaran itu.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR MUSIK
TRADISIONAL SEBAGAI PENGIRING PENGANTAR PENGANTIN. DAN PEREMPUAN ITU DENGAN
HIDMAT SEPERTI PENGANTIN DI DEPAN PENGHULU.
Dua bulan kemudian, Kang Usup
datang melamar saya. Entah kenapa saya langsung mau dinikahi laki-laki
yang tak jelas asal-usulnya. Kang usup katanya sudah yatim piatu dari kecil, di
kota kerja serabutan, maklum tak punya Ijasah sekolah Tinggi. Tapi sekarang
Kang Usupkerja jadi penjaga keamanan di toko milik Babah Aliong. Yang paling
penting bagi saya, dua hari sesudah nikah saya dibawa ke kota dan hidup di
sana. Saya tidak punya waktu buat mikir-mikir, pokoknya saya pindah dari sini
!. Saya yakin, semua orang yang melihat kepergian saya merasa lega dan bungah.
Mereka ada yang iri sama saya. Tetangga saya bilang sama anaknya, “ Tuh
lihat si Icih ! mulai sombong mau ninggalin kampung ini. Emak jamin, nggak lama
lagi dia pasti balik lagi. Emang gampang nyari makan di kota. Inget ! kamu
jangan kayak si Icih ! “.
PEREMPUAN ITU SEPERTI DUDUK DI
PELAMINAN DENGAN KEBAHAGIAAN YANG DISEMBUNYIKAN. KEMUDIAN PERGI LAYAKNYA
BERGANDENGAN.
Di kota, kami hidup seperti
orang lain umumnya, ketakutan saya sedikit-sedikit mulai hilang. Saya lupa…
waktu itu umur saya lima belas tahun. Di kampung kami seumur itu sudah
cukup untuk dikawinkan. Kami hidup sederhana sama kang Usup, kami ngontrak
rumah setengah tembok. Saya rawat bersih. Rumah itu ada dua kamar,
jaga-jaga kalau kami tak lama lagi punya anak. He…he…hidup saya tenang,
setiap kang Usup berangkat atau pulang kerja saya mencium tangannya mencari
berkah…kang Usup pulang tak mesti, yang jelas dia nggak pernah di rumah malam,
maklum jaga toko. Kebiasaan kang Usup setiap pulang kerja, pasti bawa oleh-oleh
makanan jam berapa pun dia pulang. Kami kadang-kadang seperti anak kecil,
berebut makanan, kejar-kejaran…karena kami satu sama lain tak mau membuang
bungkus makanan.
Tak menunggu setengah tahun,
saya hamil anak pertama . Anak laki-laki, kami beri nama Endang. Setahun
dari situ, lahir lagi anak kami yang kedua. Anak perempuan yang kami beri nama
Eti. Terus terang, kami tak tahu arti nama-nama itu, kami hanya meniru
nama-nama orang terkenal di kampung saya. Si Endang nama anak pak Lurah, Si Eti
nama anak orang yang paling kaya. Hidup kami sangat sederhana tapi bahagia.
Saya yakin, saya sudah keluar dari lingkaran. Kami benar-benar bahagia
saudara-saudara, siapa pun yang melihat keluarga kami pasti terharu atau iri.
Tapi ……
PEREMPUAN ITU LANGSUNG
TERDIAM, MENERAWANG BEGITU SEDIH DAN BEGITU MARAH. IA MENUTUP MUKANYA,
BERCAMPUR MALU……
lingkaran itu…lingkaran itu…
…..datang juga…jemput ! kami bahagia…saya tak percaya semua ini !
saya yakin keajaiban ini…..saya yakin betul …….. tak mungkin saya salah
berdoa, malah kang Usup yang ngajarin saya ……
Malam itu, ……. saya sedang
mengandung delapan bulan anak saya yang ke tiga. Tiba-tiba terdengar suara
ketukan di pintu. Perasaan saya jadi tak enak…ketukan itu di ulang lagi, suara
ketukan itu lain dari biasanya. Cepat-cepat saya membukakan pintu…..begitu
kagetnya saya…ternyata dua orang polisi ! saya jadi panik………… polisi itu
bertanya pada saya.
“ selamat malam, apa betul ini
rumahnya Bapak Usup Cakra ? “
Saya jawab tapi badan saya gemetar
tak karuan tak bisa berhenti.
“ betul pak, ada apa ya ? tapi
suami saya sedang tidak ada. Masih jaga malam ……….“
Polisi itu mungkin kasihan
melihat perut saya yang buncit.
“ maaf bu, kami hanya
memberitahukan, Pak Usup sekarang ada di kantor polisi. “
“ kenapa pak ? “ entah apa
rasanya, badan saya seperti melayang-layang.
“ kami tidak bisa
menjelaskannya di sini, nanti saja di kantor. “
“ Tapi Pak ………… “
PEREMPUAN ITU TERDUDUK
LESU
Duh Gusti…… sulit diterima
siapapun. Kang Usup yang saya banggakan itu ………..…. ternyata bukan jaga toko
seperti yang saya ceritakan. Kang Usup…… juga Germo ! lingkaran ! lingkaran !
lingkaran itu berputar-putar…….Kang Usup ada di situ……..kenapa Gusti, Kang Usup
ada di situ ? sulit dipercaya ! saya yang salah, bertahun-tahun kami hidup
bersama tak tahu pekerjaan suami saya sendiri ! atau kang Usup yang sangat
pintar menyimpan rahasia ? Saya tak bisa lihat gelagat. Ah, sudahlah
hidup saya dan anak-anak harus terus !. Anak saya yang ke tiga lahir tanpa
ditunggui bapaknya, kang Usup entah sampai kapan di penjara. Masalah kang Usup
sangat banyak, bukan karena s germo saja, ada masalah lain yang saya
nggak ngerti. Saya putuskan, kang Usup lingkaran akhir dalam kehidupan kami. Saya
buka celengan buat ngelahirin di bidan. Anak saya yang ketiga saya namai
sendiri, namanya Aep Putus Cakra. He…he…nama itu memang saya pikirkan dalam
–dalam….putus, artinya memutuskan, Cakra adalah nama belakang kang Usup.
Pokoknya jangan sampai kelakuan bapaknya nurun !
PEREMPUAN ITU MERUBAH SEMANGATNYA,
MEMPERLIHATKAN PERUBAHAN DENGAN SEMANGAT BARU.
Saya harus berubah ! Kang Usup
pernah bilang, “ Cih, Tuhan nggak mungkin merubah nasib kamu kalau kamu tak
berubah ! “
Saya putuskan, nggak ngarepin
sama Kang Usup lagi.
Untuk makan sehari-hari, saya
jualan kue. Keliling di sekitar tempat kami tinggal atau jualan di sekolahan.
Si Endang dan si Eti kadang bawa kue jualan disekolahnya. Mereka saya
latih prihatin. Si Aef, gantian ngasuhnya. Kalau kakaknya sekolah pagi, ya saya
bawa jualan keliling.
Kami pernah pindah rumah
kontrakan dua kali, semua tetangga nanya kang Usup
terus. Di rumah kontrakan baru punya Pak Haji, kami Cuma bayar setengah.
Soalnya Pak Haji tahunya anak-anak saya, anak yatim. Memang saya suruh mereka,
kalau ada yang nanya Bapaknya bilang saja ninggal kecelakaan. Kecelakaan hidup
! he…he…. Nggak terasa, Si Endang dan Si Eti tambah besar, kayak
remaja lainlah. Mereka punya banyak teman. Si Endang mulai main Gitar-gitaran
sana, gitar-gitaran sini, Si Eti juga mulai senang dandan. Si Eti sama temannya
kumpul di rumah si A, di rumah si B, dan tak jarang kumpul di rumah kami.
Sayang, saya cuma menyekolahkan mereka sampai SMP, tak sanggup lagi. Saya
cuma penjual kue keliling, ya kadang-kadang saya dapat order kue untuk acara
selamatan kecil-kecilan.
Ternyata jualan kue
keliling banyak bawa rejeki. Si Endang, saya titipkan kerja di bengkel
motor. Istrinya yang punya bengkel langganan kue saya bertahun-tahun. Ya,
lumayanlah bisa ngurangin biaya hidup kami. Begitu pun Si Eti, saya
titip pegawai personalia di pabrik plastik. Dia itu anak kos dekat
rumah kontrakan kami. Anak baru, pindahan dari pabrik plastik di
Tangerang, katanya.
Saya selalu membayangkan, Si
Eti, Si Endang juga Si Aep bisa hidup kayak orang lain. Kawin , punya rumah,
punya tabungan. Dan saya ? saya Cuma ngurus cucu-cucu. Jaga mereka kalau
Emak-bapaknya kerja. Dan pasti saya mendongeng kecerdikan binatang, bunga
dan apa saja untuk cucu saya. Juga kalau mereka nanya kakeknya, eyang dan
saudara-saudaranya, saya pasti ngarang yang bagus-bagus. sore-
sore, saya buat teh manis dan pisang goreng sebelum mereka pulang.
Kalau sudah begitu, saya ikhlas kalau Tuhan cabut nyawa saya.
Saya jadi lupa. waktu anak
saya sudah kerja, saya cuma mikirin biaya sekolah si Aep. Mungkin karena
dari dulu bekerja keras, Entah kenapa badan saya mudah
sakit-sakitan. Saya tak bisa jualan seperti dulu. Untunglah
kedua anak saya sedikit-sedikit bisa membantu kebutuhan sehari-hari.
PEREMPUAN ITU MENGHELA NAFAS PANJANG
Hampir setahun anak saya
kerja, masalah mulai muncul. Pegawai personalia, yang masukin si
Eti kerja di pabrik plastik itu….merkosa si Eti karena cintanya ditolak.
Padahal, saya menganggap dia kayak anak sendiri…dia sangat baik. Apalagi sesudah
masukin si Eti kerja, dia itu pahlawan keluarga kami. Entah setan mana yang
bikin bajingan itu nekad…sayangnya kami tak bisa apa-apa…… kami bodoh dan
miskin !. Pernah tetangga kami lapor Polisi, lagi-lagi kami sial.
Katanya, bukti-buktinya tak ada lagi. Si Eti Cuma dapat malu dan
takut. Kami hanya bisa pasrah…
Nasib, nasib ! kurang
afdol rasanya kalau miskin pasti ditindas pula. Eh…si laki-laki pemerkosa itu,
dengan tenangnya melenggang lewat rumah kami setiap pagi dan sore hari. Malah
dia bilang, si Eti yang fitnah dia. Katanya lagi, si Eti sering dibawa
bosnya pergi entah kemana…
Si Eti di PHK dari pabrik
…..… Si Eti juga hamil buah perkosaan itu….kami tak tahu mengadu
kemana……. Ya, hanya Tuhan, satu-satunya yang kami punya.
Satu- satunya yang diharapkan
bantu biaya sehari-hari cuma si Endang.
Hidup kami terasa sangat
berat…
Si Endang, punya
tanggung jawab berat. Tapi apa boleh buat.
Sembilan bulan sudah kandungan
si eti. Jadi siksaan. Gimana nasib cucu saya nanti.
Bayi mungil itu lahir selamat
dibantu bidan tetangga kami.
Perasaan senang, sedih dan
sangat marah kalau ingat bapaknya.
PEREMPUAN ITU TIBA-TIBA
MENGGIGIL….SEPERTI TERSERANG DEMAM…TAPI DIA MELAWANNYA SENDIRI DENGAN BERGUMAM
LAGU MENIMANG ANAK….
Semenjak cucu saya lahir,
entah kenapa Si Endang sering ngelamun dan sangat pemarah. Si Eti
apalagi. Dan Si Aep makin hari makin sering gugup kalau ketemu orang. Kami
sangat malu, kami tertekan. orang-orang tak berhenti-berhentinya ngomongin
kami.
Si Endang tak tahan lagi, dia
kalap. Dicarinya pegawai personalia itu. Si Endang maksa orang itu ngawinin si
Eti, tapi dia memang bajingan sejati. Bajingan itu nolak mentah-mentah.
Eee dia malah maki-maki menghina keluarga kami. Si Endang tak bisa lagi
nahan amarahnya. Pegawai personalia itu dihajarnya sampai babak belur. Sudah
bisa ditebak nasib Si Endang dan keluarga kami…Si Endang di bui !
Karena kami sangat susah,
belum empat puluh hari lahir anak Si Eti. Si Eti terpaksa cari kerja…dan
anaknya saya yang ngasuh. Si Eti tak mau cari kerja di Pabrik, katanya masih
takut. Karena kepeped, si Eti kerja di tempat bilyard. Saya tak tahu jadi
apa. Dia kerja dari malam sampai subuh. Saya kasihan betul lihat dia. Habis
gimana lagi, kami perlu makan dan kami harus pindah kontrakan.
Saya nggak nyangka, mau nengok
Si Endang di penjara itu mahal juga. Katanya hidup di penjara itu gratis.
Nyatanya kalau saya nengok ke sana harus bayar itu, bayar ini. Di sana
banyak preman juga, belum lagi kalau mau makan agak enakan harus beli.
PEREMPUAN ITU TERDIAM KEMUDIAN
MENCERACAU….
lingkaran itu datang
…lingkaran itu datang lagi ….
PEREMPUAN ITU TERTAWA SAMBIL
MENAHAN AIR MATANYA…
Cuma beberapa bulan si Eti
kerja di bilyard itu. Dia banyak berubah……dandanannya, kelakuannya. Dia kayak
artis-artis di TV. Dan cucu saya satu- satunya, diambil temannya Si Eti. Saya
nggak setuju, tapi Si Eti maksa saya. Katanya dia orang kaya, tak punya anak.
Saya nggak yakin sama orang itu. Dandanannya tak kalah sama Si Eti. Saya jadi
curiga…seminggu kemudian Si Eti ngajak pindah rumah. Bukan lagi ngontrak di
bedeng, tapi rumah kamar tiga. Nggak lama dari situ Si Eti nebus kakaknya
Si Endang keluar penjara. Saya jadi bingung, dari mana si Eti dapat duit
banyak ? tiap saya tanya, Si Eti pasti marah. Keluar dari penjara, si
Endang dikenalkan si Eti sama temannya yang punya Salon. Si Endang kerja jaga
keamanan di Salon itu.
Hidup saya jadi nggak tenang.
Si Eti pulang kerja bukan tengah malam lagi, pagi malah siang. Yang
nganter pulang gonti-ganti laki-laki, kalau saya tanya pasti dia jawab teman
kerja. Saya nggak bisa dibohongi…….. lingkaran itu jemput si Eti….duh Gusti
gimana ini ? pernah saya bilang sama si Endang kelakuan adiknya itu, eee ….si
Endang malah bilang “susah mak hidup jaman sekarang mah kalau kita lurus-lurus
saja. “ Saya jadi kapok. mendingan ngomong sendiri, biar unek-unek saya keluar
he…he…
Si Eti lama-lama jadi tak
pernah pulang, untuk makan sehari-hari saya jualan, kadang jadi buruh cuci,
kadang jadi kuli angkut di pasar, kadang jadi buruh kupas bawang. Apa saja saya
lakoni. Saya pernah nanya sama temannya si Eti di mana dia, katanya si Eti ke
luar kota ada kerjaan. Saya jadi heran, apa tempat kerjanya itu buka cabang di
luar kota ? belum putus keheranan saya itu, si Endang …… si Endang……..
bawa banci tua ke rumah saya……
PEREMPUAN ITU MENANGIS PEDIH
……. dia bilang, dia mau pisah
rumah. Katanya, kerja kejauhan. Saya tanya siapa banci tua itu, dan dia jawab,
itu temannya yang mau kos bareng.
Duh gusti apa lagi ini…saya
lihat banci itu, tua, mukanya pucat tapi dandanannya menor. Si Endang jadi
aneh. Saya nggak bisa ngomong apa-apa, cuma bisa berdoa supaya dia
selamat.
Di rumah saya cuma berdua sama
si Aep. saya bingung. Tiba-tiba tetangga saya datang dan minta
maaf takut saya tersinggung, Dia cerita, si Eti perempuan nggak bener.
Dan katanya, kalau saya nggak percaya, dia ngajak saya lihat langsung. Dia tahu
dimana dan kemana si Eti sekarang itu. Anehnya, saya nggak kaget. Saya
pura-pura nangis meraung-raung karena malu dengan tetangga saya itu.
Dua bulan setelah saya
menangis meraung-raung, waktu itu tengah malam. Pintu rumah saya ada yang
gedor-gedor, ”Mak tolong Mak..Mak tolong Mak …cepat buka pintu Mak ! buka !”
saya sepertinya pernah dengar suara itu…begitu saya buka…ternyata banci tua
temannya si Endang !. Mukanya babak-belur. Saya cuma melongo, saya betul-betul
nggak ngerti kenapa. Banci tua itu cerita, dia sangat cinta sama si Endang.
Saya mau muntah dengarnya. Dan dia bilang si Endang juga cinta dia. Saya
nggak percaya, mana mungkin bisa …kepala saya jadi pusing . Banci itu bilang,
sejak itu dia janji mau nanggung semua keperluan si Endang. Tapi katanya lagi,
lama-lama kalau dia ngamen dapat duit sedikit si Endang sering pukul dia.
Sekarang banci malang itu sadar dimanfaatkan juga dibohongi si Endang.
Anehnya banci itu tetap sayang sama si Endang. Mungkin dia bingung mau
pergi kemana.
Saya jadi gelap pikiran. Banci
itu pergi, saya bawa si Aep pergi. Tak ada lain dipikiran saya, saya harus
putuskan lingkaran ini ! kaki saya terus berlari dan berlari. “ Mak, Aep mau
dibawa kemana, Mak ? Kaki Aep sakit Mak. Mak duduk dulu Mak, Aep nggak kuat
lagi. Mak masih jauh ya Mak ? “
Saya berhenti di rel kereta
api, secepat kilat saya dekap si Aep karena saya tahu sebentar lagi kereta itu
menabrak kami !! Tapi, kami gagal …entah bagaimana saya dan si Aep…
begitu sadar kami dikerumuni orang banyak di pinggir rel. Duh gusti
…jangankan hidup, mati pun susah.
Sejak itu si Aep ketakukan
kalau melihat saya dan menganggap saya gila, apalagi orang-orang di rel itu
mengusir saya. Katanya, saya ibu yang mau nyelakain anaknya sendiri.
Orang-orang meneriaki saya gila. Saya nggak pernah ketemu si Aep lagi. Beberapa
kali saya cari Si Aep, nggak pernah ketemu. Apa mungkin si Aep dibawa orang-orang
waktu itu ? Aep Emak minta maaf, kamu nggak salah nak, Emak nggak
gila… emak nggak tahan lagi. Aep, Emak pasti doain supaya Aep
selamat.
Saya nggak mau pulang kampung,
biar orang-orang bilang saya gila. Lingkaran itu mungkin nggak mau jemput orang
gila hi
hi…
PEREMPUAN ITU KEMBALI
BERNYANYI SENDIRI…..
SELESAI
*)Lakon
ini Sudah dimainkan di Teater Utan Kayu Jakarta dan Pemenang I Festival Monolog
Dewan Kesenian Lampung dengan Aktris Ruth Marini
*)
Imas Sobariah, alumnus STSI Bandung, Bergiat di Teater Satu
Bandar Lampung, 1996
Bandar Lampung, 1996
0 Response to "Wanci"
Post a Comment