Monolog
B A H A Y A
Karya Putu Wijaya
DUDUK
DI KURSI MEMAKAI SELIMUT PUTIH, HABIS CUKUR. CAMBANGNYA MAU DI KEROK.
Ketika
tukang cukur menghunus pisau untuk meratakan godek, aku tersentak. Aku baru
menyadari bahwa kehidupan berbahaya. Dunia manusia sama buasnya dengan rimba
raya. Mengancam. Di mana-mana menganga bahaya.
Siapa
yang dapat menjamin tukang cukur itu tidak hanya akan merapikan godek dan
jenggot kita. Bagaimana kalau dia menorehkan pisah itu ke leherku?
BERDIRI,
MENGHINDARI BAHAYA.
Kita
tidak boleh mengambil resiko untuk potong rambut di sembarang tempat. Karena
berhubungan dengan tukang potong rambut yang tak dikenal, setiap saat bisa
berarti memotong leher. Bahkan dengan tukang cukur yang sudah dikenal pun
selalu ada bahaya. Bagaimana kalau pisau yang terhunus di tangannya itu
menimbulkan inspirasinya, memanggil kenang-kenangannya kepada perasaan marah,
jengkel atau keki. Mungkin terhadap orang lain. Tapi bisa saja emosi itu sudah
menggerakkannya untuk memaksa kita jadi sasaran pelepasan. Apalagi kalau kita
pernah dengan tidak kita sadari sudah melukai perasaannya, tidak menyahut waktu
ia menyapa, atau kita lupa membayar hutang kita waktu bercukur yang lalu. Ia kan juga seorang manusia
biasa yang bisa goyah hatinya kalau memegang pisau?!
Dengan
pikiran seperti itu, aku jadi takut potong rambut secara lengkap. Kalau rambut
sudah digunting, aku langsung bilang stop. Tidak usah dirapikan dengan pisau.
MELEPASKAN
SELIMUT DAN MEMBUANGNYA
Aku
tak pernah lagi memberikan kesempatan tukang cukur memegang pisau, apalagi di
dekat leherku.
Bukan
hanya dari tukang cukur. Dari setiap sudut, 360 derajat memancar ancaman. Di
mana-mana ada bahaya. Coba apa jaminannya, kalau kita pesan makanan di
restoran, koki restoran itu tidak memasukkan racun tikus ke dalam makanan? Kita
tidak tahu siapa yang memasak di belakang sana .
Kita tidak bisa nyelonong ke belakang dan melihat mereka memasukkan bumbu ke
dalam masakan, setiap kali mau makan. Bisa saja mereka itu koki-koki gila.
Seorang pembunuh. Atau musuh kita yang menyamar jadi koki. Dengan gampang ia
memasukkan baygon atau air accu bekas, lalu cuci tangan. Sementara satu atau
dua jam kemudian kita akan kaku dilarikan ke gawat-darurat, tapi tak tertolong
lagi.
Dan
jaminan apa yang ada di jalan raya, yang dapat menjamin mobil yang datang dari
arah depan atau belakang kita, tidak akan menggilas kita? Jaminan apa yang
dapat kita andalkan, bus yang kita tumpangi tidak akan dibelokkan oleh supir
masuk ke dalam jurang? Jaminan apa yang dapat kita andalkan, dokter-dokter
bukannya memberikan obat penyembuh, tapi ramuan kimia yang justru merangsang
kanker ganas di tubuh kita? Jaminan apa yang bisa menjamin kita aman di dalam
rumah. Bahwa kabel listrik tidak akan putus lalu menyengat kita yang sedang
enak-enak tidur. Di mana-mana, baik di rumah, di jalan raya, di sekolah, di
kantor, bahkan di wc, selalu ada bahaya mengintai. Kita hidup tanpa
perlindungan. Kita harus melindungi diri kita.
Aku
mulai sakit karena pikiran-pikiran itu.
Aku
begitu cemas. Aku sudah memvonis orang lain adalah pembunuh. Kehidupan adalah
ranjau. Dunia adalah gelanggang pembantaian.
Jalan
satu-satunya adalah mengasingkan diri. Aku memperkecil hubunganku dengan siapa
saja. Aku berusaha menyendiri dan juga mempersenjatai diri dengan rasa awas,
was-was dan curiga terhadap segalanya.
SEBUAH
KURUNGAN BESAR TURUN. MASUK KE DALAM
KURUNGAN
Bahkan
aku mencurigai diriku sendiri.
MEMBORGOL
TANGANNYA
Siapa
yang dapat menjamin, bahwa aku dapat dipercaya? Karena aku terdiri dari otak,
rasa serta emosi. Kalau emosi sudah meluap, rasa akan terbakar dan otak bisa
lumpuh. Dalam keadaan begitu, aku bukan manusia lagi, tapi binatang. Robot calon
pembunuh!'
Setiap
waktu aku dapat menjadi jagal orang lain dalam setiap kesempatan. Karena siapa
dapat menjamin, aku tidak akan meraih pisau makan di restoran dan menusukkannya
ke lambung orang makan yang ada di sebelahku yang matanya begitu menjijikkan.
Siapa yang dapat menjamin aku tidak akan berteriak bohong, bangsat, anjing,
lonte dan sebagainya dalam sebuah pertemuan resmi, ketika seorang walikota
dihadiahi kehormatan sebagai Putra Terbaik? Siapa yang dapat menjamin, aku
tidak akan merebut pistol di pinggang seorang polisi di jalan, lalu menembakan
sampai pelurunya habis, ke atas kepala siapa saja yang kebetulan lewat?
Tak
ada jaminan, Bung! Dan karenanya juga tak ada gunanya pergaulan. Tak ada
gunanya pertemuan dengan manusia lain. Karena itu jelas sudah, kehidupan ini
sendiri adalah langkah pertama yang membawa kita ke dalam bahaya!
Dengan
pikiran itu, aku lalu menyepi.
MENUTUP
KORDEN KURUNGAN. LAMPU MATI. LAMPU DI DALAM
MENYALA. NAMPAK SILHUETNYA.
Tapi
ketika sepi, sunyi, hening pengasingan diri juga tidak memberikan ketenteraman,
karena bahaya itu sudah bersarang di dalam hati. Aku putus asa. Bagiku
kehidupan tak memberikan lagi apa-apa kecuali malapetaka dam kekalahan. Hidup
hanya menunda kekalahan kata Chairil Anwar!
Di
depan mataku setiap detik terbentang jalan ke jurang keruntuhan.
Manusia-manusia semua adalah mahluk tak beradab. Arus deras pikiran kumal itu
bagai air bah. Tak mampu ku tahan, tak
bisa kutolak, tak kuasa kuterima. Akhirnya karena tak tahan, tak berdaya, tak
tertolong, aku ambil jalan pintas!.
DALAM
SILHUET IA MENGGANTUNG DIRI. LEHERNYA TERJERAT. KEMUDIAN KURUNGAN ITU
TERANGKAT. TOKOH NAMPAK BERDIRI DENGAN MEMEGANG SEBUAH SURAT .
.
Kepada
siapa saja yang ingin tahu::
Aku
tak dapat memikirkan jalan yang lain, yang lebih baik dari ini. Bagaimana
mengurangi bahaya yang mengepung di sekitarku, bagaimana menghentikan bahaya
yang mungkin berasal dari sel-selku sendiri. Setiap manusia adalah bom waktu
buat orang lain. Cara satu-satunya untuk menyelamatkan diri, menyelamatkan
orang lain adalah pengorbanan. Hentikan semuanya Tebarkan tirai gelap yang tidak
tertembus mata siapa pun, yang tidak bisa didobrak bahaya macam mana pun.
Kecuali oleh suara Tuhan. Kecuali oleh sentuhan tanganNya.
Dengan
perhitungan yang amat matang, aku selesaikan semuanya hari ini secara jantan. Lengkap,
bulat dan tuntas. Perpisahan ini akan mengantarkan, setidak-tidaknya lebih
mendekatkan kita pada ketenteraman, perdamaian, harmoni dan kebahagiaan.
MELIPAT
SURAT
Kalau
tidak ada yang mengerti atau mau mengerti, terserah. Aku dianggap sudah sesat
karena kemasukan setan, pasrah. Aku dikubur sebagai orang gila dengan
pikiran-pikiran busuk yang berbahaya pada kehidupan, biarin. Kepergianku justru
disyukuri, boleh!.
Tidak
seorang pun yang sedih. Tidak seorang pun yang kehilangan. Tidak seorang pun menerima.
Semua mengenangku sebagai musuh. Aku, surat
wasiatku, segala sepak terjangku, segala lumut pikiranku adalah virus ganas.
Dalam
upacara penguburan, Pak RW berpidato.
Sesat!
Pikiran sesat! Tuhan jauhkan manusia dari kebejatan! Saudara-saudara semua
orang yang masih hidup, pikiran-pikiran kotor sedang ditiup angin memenuhi
seluruh lapisan udara. Tahan nafas. Itu semua dosa! Terlintas dalam pikiran saja, semua
pikiran-pikiran memintas itu neraka hukumannya. Ambisi untuk mencapuri rencanaNya
itu harus diberantas. Bukan manusia, tapi hanya Yang Di Atas Sana Yang boleh
menulis sejarah
Semua
media masa memompa fatwa pak RW. Kenalan-kenalanku mengingatkan orang yang
belum kenal aku, supaya awas. Pikiran-pikiran sakit sudah gentayangan memakai
topeng suci. Yang tidak pernah kenal siapa aku, yang tidak mengerti alam
pikiranku, tambah keblinger.
Anti
moral! Brantas habis!
Tapi
apa yang dilarang, apa yang tidak boleh, apa yang dosa, biasanya orang selalu suka. Mereka penasaran, ingin tahu,
ingin mencoba. Mau mencicip. Aku jadi laku.
Melarang
adalah bumerang. Semua jungkir-balik. Akhir adalah awal. Membungkam jadi
mengobarkan.. Akibat dicekal pikiranku mengamuk. Gagah-berani, seksi, indah dan
bermagnit.
Kematianku
mempesona dan agresif.
Penguasa
langsung mengumumkan.
Jalan
pikiran melempas yang pendek, itu tak
bertanggungjawab, egois, anarkis, provokatif, itu subversip! Meracuni angkatan
muda, orang-orang yang putus asa, untuk mencari kebahagiaan dengan cara
gampangan itu terlarang!
Keblinger
tulis Profesor Ong.
Bodoh,
cupet, asosial, mengandung pesona berbahaya bagi moral. Tidak mensyukuri
karunia Tuhan. Menentang falsafah negara. Teroris itu bukan pahlawan, tapi sakit
jiwa. Jangan biarkan dia jadi berhala. Hidup tambah berbahaya kalau ngebom
semua bahaya. Teror itulah bahaya yang sebenarnya, bukan ancaman bahaya itu
sendiri seperti yang sudah difitnahkan.
Mas
Gan, Pak Kayom, Profesor Kan, Profesor Doktor Ali, Profesor Bos, Profesor Mak,
Doktor Ko, Profesor Doktor Emanuel Den Bagus, Doktor Kwak, Araf, bahkan tak
kurang dari mantan menteri kebudayaan Pak Fad dan presiden Sak memberikan suaranya:
Awas!
Bunuh kejahatan pikiran itu! Racunnya terus menjalar. Setiap saat akan meledak.
Dia mengacaukan antara yang ada dan yang tidak ada. Kikis tuntas tidak ada kata
ampun! Bukan karena pikiran itu besar, tetapi karena justru begitu sederhana,
mudah, naif menjanjikan penyelesaian tunggal yang keji terhadap satu kenyataan
dunia yang kompleks. Bagaimana mungkin kehidupan yang sudah nyelimet karena
usianya berabad-abad ini bisa diselesaikan dengan satu kalimat tanpa mengundang
kebencian, permusuhan, perang dan pembunuhan-pembunuhan?. Ancaman-ancaman yang
lahir karena benturan berbagai kepentingan, panutan dan kelompok etnik bukan
saja di dalam negeri tetapi juga di seluruh dunia, itu dinamika kehidupan.
Pluralisme itu bukan bahaya. Bahaya itu bukan ancaman. Ketakutan pada bahaya
yang sudah tidak terkendali akan menimbulkan kebuasan. Itu baru bahaya! Itu
yang harus dibasmi!
Lalu
puting-beliung bertiup sebaliknya.
ANGIN
KENCANG. DIA TERTIUP TAPI MENCOBA BERTAHAN. DIA BERPEGANG KEPADA TALI YANG
MELILIT DI LEHERNYA.
Propaganda
kebencian menyerang dari segala jurusan. Aku dikejar-kejar.
TALI
DITARIK KE ATAS. BADANNYA TERGANTUNG.
Tapi
dalam pengejaran aku tambah hidup. Dimaki-maki berarti aku dikenang. Disatroni,
dihujat, disembelih, dipreteli, ditumbuk sampai serpihan-serpihan jadi debu aku
malahan merajalela.
Sekarang
setelah dihabisi sebagai kambing hitam, aku bangkit. Lahir, tumbuh dan tambah
perkasa. Aku jadi tontonan, jadikan pelajaran,
jadi pelatihan, tentang bagaimana caranya membunuh bahaya. Gila!
TURUN
KEMBALI
Aku
adalah pelajaran bahaya. Aku harus dipahami untuk mengerti apa yang harus
dijauhi. Aku buku suci apa yang tabu. Mau tahu siapa yang harus dikutuk, lihat
aku. Aku adalah musuh besar yang harus dibasmi itu, yang tidak bisa mati tanpa
dipahami. Maka cintailah aku.
KETAWA
.
Anak-anak
sekolah diwajibkan awas. Aku dipaku pada setiap kepala. Dicontreng pada setiap
pojok kehidupan. Dari kamar kecil sampai ke tempat tidur. Orang waras, orang
melek, orang pintar, orang sedang buang hajat, orang mabok, orang tidur, orang
bersanggama, orang teler, bego, sakit jiwa,
semua harus waspada, tahu aku.
Aku
jadi popular dan mewabah. Merajalela sampai ke semua ketiak dan selangkangan. Bangsat
yang dilestarikan, itulah aku.
Yang
tidak tahu jadi tahu, yang tidak ngeh sekarang terusik. Yang terusik lalu
bertindak. Yang sudah bertindak makin ganas. Yang ganas kontan hilang ingatan.
Dan yang hilang ingatan bablas karena yakin akan masuk surga.
Setelah
dibungkam, berjuta-juta bahaya baru lahir. Galak, menggigit-gigit, penuh dendam.
Begitu kamu sadar, mau balik langkah, sudah terlambat.
KETAWA
Itulah
bahaya yang sebenarnya!
KURUNGAN
TURUN CEPAT. ORANG ITU DALAM KURUNGAN MENDUSIN. LAMPU DALAM KURUNGAN MENYALA. BAYANGAN
ORANG ITU MENGAMUK DALAM KURUNGAN MENCOBA MEMBEBASKAN DIRI UNTUK BERBALIK
LANGKAH MEMULAI LANGKAH. TAPI TERLAMBAT
Tolong!
Tolong!
LAMPU
MATI PERLAHAN-LAHAN.
Jakarta
20-1-1991/25-10-93
0 Response to "B A H A Y A"
Post a Comment