Contoh Konsep Penyutradaraan



KONSEP PENYUTRADARAAN

OLEH : FAUZI
BAB I 

A.    PENDAHULUAN
Kehidupan dalam  bermasyarakat seringkali kita menumukan  ketimpangan. Ketimpangan itu tidak hanya di sebabkan oleh individu, tapi juga di sebabkan oleh kelompok masyarakat yang menganggap diri mereka lebih berkuasa dari yang lain. Perkembangan zaman membuat kehidupan manusia mengalami perubahan perubahan itu di sebabkan oleh pola fikir manusia itu sendiri, apa lagi yang menyangkut masalah sosial bermasyarakat.
Piotr Sztompka dalam bukunya Sosiologi Perubahan Sosial (2004 : 02) mengatakan perubahan sesial dapat di bedakan menjadi beberapa jenis, pertama perubahan itu terjadi di sebabkakn unsur-unsusr pokok artinya berdasarkan jumlah dan jenis individu serta tindakan mereka. Kedua hubungan antar unsur tersebut artinya berdasarkan ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan , hubungan antar individu, serta integrasi. Ketiga berpungsinya unsur-unsur dalam sistem misalnya pekerjaan dan tindakan tertentu untuk melestarikan keterrtiban sosial. Keempat Pemeliharaan batas merupakan pengelompakan dalam setatus sosial. Kelima Subsisten merupakan pembeda dalam tatanan sosial bermasyarakat. Keenam adalah lingkungan seperti keadaan alam dan tempat tinggal.


Penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa perubahan sosial bermasyarakat bisa berdampak baik dan bisa berdampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Dampak itu tergantung dari masyarakat atau individu dalam menata kehidupan. Pola fikir dan lingkungan juga sangat menentukan kehidupan sosial, baik di pandang dari segi politik, ekonomi, pemerintahan maupun budaya. Keragaman inilah yang menjadi tolak ukur bahwa sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa berdiri sendiri artinya manusia membutuhkan orang lain. 
Bukan hanya sosial masyarakat mengalami perubahan, tapi juga di dalam karya sastra lebih-lebih dalam naskah lakon.  Perubahan itu tidak lepas dari pola pikir pengarang, pengalaman serta lingkungan tempat tinggalnya. Naskah lakon yang sangat sarat dengan pesan menjadi kepuasan tersendiri bagi pencinta teater untuk dapat di visualkan dalam bentuk pertunjukan. Eko Santosa (1998 : 44) mengatakan dalam khazanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater adalah naskah lakon, sutradara, pemain, dan penonton. Tanpa keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang dipentaskan. Kutipan diatas ini dapat diartikan bahwa naskah lakon merupakan unsur utama dalam sebuah penggarapan teater.
Eko Santosa (1998 : 45) menarngkan Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan. Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di rumuskan oleh penganut Arestotelian yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi (pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik.
Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution menjadi pilihan sebagai penggarapan di penyutradaraan teater modren satu. Ketertarikkan ini berdasarkan naskah lakon ini sangat sarat dengan pesan serta sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari . Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution menceritakan tentang sebuah kelurga  yang mengadu nasip  di jakarta dengan harapan bisa hidup lebih baik. Yoga merupakan keponakan tertua Rosmina Sasa yang nomor dua sedangkan Bening yang paling bungsu. Semenjak orang tua mereka meninggal mereka dipelihara oleh tanntenya Rosmina . Namun dalam kehidupan yang serba susah hubungan Yoga dan Tantenya kurang harmonis mereka sering bertengkar.
            Pertengkaran itu disebabkan Yoga  sering gonta ganti pekerjaan, yoga sering  mengatakan bahwa pabrik tempat dia bekerja selalu tidak adil sehingga dia berontak bahkan Yoga beserta teman-temannya melakukan mogok dan demo untuk memperjuamgkan nasip para buruh pabrik. Persoalan inilah yang membuat tantenya  selalu menesehatinya agar tidak melakukan hal tersebut bagi tantenya ada yang lebih penting dari urusan itu yaitu membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah adik-adikya. Yoga tetap saja dengan pendiriannya dan pada akhirnya Yoga di tangkap oleh aparat kepolisian dia dituduh sebagai propokator aksi mogok dan demo.
Naskah lakon Menimbang Lapuk merupakan tantangan tersendiri bagi sutradara karena naskah lakon ini membutuhkan aktor yang bisa bermain lepas lebih kesaharian. Apa lagi dialog-dialog yang di hadirkan sangat sarat dengan pesan moral tentu saja ketika di pentaskan bisa membuat empati para penonton. Sutradara adalah pemimpin dalam arti yang sesungguhnya seseorang yang memimpin pertunjukan dari pra produksi sampai sebuah lakon yang akan dipentaskan tersebut disajikan kehadapan audiens. Seorang sutradara ada di dalam sebuah produksi teater tidak lahir karena penunjukan seseorang, sebaliknya ia yang menunjuk dirinya sendiri. Boleh dikatakan ia adalah perumus pikiran atas strategi kerja. Artinya ia yang bertanggung jawab terhadap segala hal yang di buatnya.
Yudiaryani dalam bukunya Teater Panggung Dunia ( 2002 : 227) mengatakan terminologi Yunani sutradara (director) disebut didaskalos yang berarti guru bahkan pada abad pertengahan diseluruh Eropa istilah yang di gunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master. Istilah sutradara baru muncul pada zarnan Geroge II. Seorang bangsawan (duke) dari saxe-Meiningen yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasaan keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan,maka kehadiran seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik pementasaan dibutuhkan.(Robert cohen,1994) Dan ini menjadi salah satu tugas seorang sutradara.
Tugas utama seorang sutradara adalah menginterprestasikan naskah, menentukan dan melatih aktor, merancang design artistik, menyusun pertunjukan menjadi spektakel yang menarik. Ukuran keberhasilan seorang sutradara apabila ia mampu menyatukan kesatuan pentas menjadi tontonan yang komunikatif "dan ia mampu melatih para aktornya.
B. Dasar pemikiran
Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution dapat di katagorikan beraliran Realisme dari pijakan inilah penyaji memakai dasar pemikiran realisme. Realisme berkembang awal di tahun 1850-an dan merupakan satu aliran baru dalam teater setelah berakhirnya puncak pencapaian teater romantik.
 Yudiaryani ( 2002 : 175) mengatakan bahwa sesuatu tidak boleh diperindah atau diperburuk dari keadaan yang sebenarnya. Adanya persoalan yang amoral dan dekadensi moral di tengah masyarakat yang terungkap dipermukaan justru menunjukan kebenaran. Usaha untuk menutupinya justru menunjukkan sikap amoral. Apabila pembaca atau penonton tidak menyetujui ungkapan itu, justru merekalah yang harus diperbaiki. Seniman bertanggung jawab untuk menyampaikannya ke permukaan tanpa berusaha menutupi kebenaran yang terjadi disekitarnya. Visualisasi Realisme menolak gagasan Theophile Gautier tentang I'art pour I'art karena visualisasi seharusnya digunakan untuk menunjukkan kepentingan masyarakat. Bentuk dramatik naskah menunjukkan bentuk well made play yang dikembangkan oleh Eugene Scribe (1791-1361). Ciri-ciri dasarnya adalah eksposisi jelas dalam menggambarkan situasi dan watak tokoh, pengolahan situasi sangat cermat menuju peristiwa berikutnya, suspens muncul tak terduga dan berbalik menuju logika, plot berlangsung kontinyu dan memuncak, resolusi terjadi secara logis dan menyakinkan.
Teater realisme yang merupakan cermin kehidupan nyata tersebut memberi implikasi pemanggungan yang secara sadar dan tegas memisahkan pemain dan penonton. Mengenai hal ini Suyatna Anirun menjelaskan sebagai berikut:
Kaum realis selalu berusaha agar penonton memperoleh ilusi kebenaran di atas pentas, ialah semacam imitasi alam, semacam rumah dengan interiornya, watak orang dengan tingkah lakunya dan keadaan hidup sehari-hari yang beragam menjadi sedekat mungkin dengan kenyataan. Untuk mencapai efek ini mereka berusaha memisahkan pemain dari pononton secara tegas.
Teater realisme juga berimplikasi terhadap konsep pemeranan yang kemudian disebut sebagai teori menjadi Menurut shomit Mitter, teori menjadi yang digagas oleh Stanislavsky adalah sebuah kesimpulan bahwa panggung bukanlah tiruan tetapi sebuah metamorfosis. Tujuannya tidaklah sekedar menirukan tetapi mencipta. Maka kepiawaian pencipta seni teater (seniman) memiliki kontribusi yang sangat penting bagi terwujudnya pementasan teater yang berkualitas.

Salah satu kreator yang berperan penting dalam terwujudnya pementasan teater adalah actor. Pembicaraan fungsi actor yang terpenting adalah mengkaitkan kedudukan sutradara dengan para actor. Bertolak dari penafsiran lakon yang dicapainya bersama sutradara maka tugas seorang pemeran sesungguhnya adalah menciptakan gerak (pola lantai), menyusun pengadegan dengan tangga dramatik yang harus terukur baik tempo, irama maupun efek-efek teaterikalnya. Kaitan ini seorang pemeran harus mampu memperhitungkan motivasi, efek emosional dan gambaran panggung bagi kebutuhan pemeranan.
Kreativitas dalam pemeranan sering kali juga bertitik tolak dari ketertarikan pam pemeran pada karakter tokoh-tokoh tertentu dalam lakon yang akan dipentaskan. Lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution akhirnya menjadi pilihan penyaji karena keberadaan lakon tersebut yang masih mengedepankan sisi kemanusiaan yang sangat dekat dengan keseharian pada tampilan tokoh-tokohnya.
C.    Alasan memilih naskah
Penyutradaraan teater modren satu ini bukanlah semua isi dalam naskah yang akan ditampilkan, tapi hanya penggalan saja. Akhirya penyaji mengambil pemenggalan di dalam naskah ini yaitu bagian eksposisi. Alasan penyaji mengambil bagian eksposisi adalah di bagian ini biarpun sifatnya hanya pengenalan para tokoh tapi didalamnya banyak terdapat kritik sosial yang bisa di jadikan bahan pelajaran. Sealain itu di bagian ini juga pertengkaran Rosmina dan yoga, biarpun saling bertengkar tapi sebenarnya mereka saling menyayangi. Rasa sayang diungkapkan dengan pertengkaran begitu juga dengan kehidupan kita sehari-hari.
D. Rumusan Ide Penyutradaraan
Bertolak dari identifikasi permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penyajian dalam perancangan lakon Menimbang Lapuk karya  Della Nasution adalah sebagai berikut:
1. Agar penyaji mengetahui struktur dan tekstur naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution bagi kebutuhan perwujudan sajian penyutradaraan.
2. Agar mengetahui penyajian penyutradaraan dalam lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution dalam sebuah sajian penyutradaraan yang bergaya realisme.
E. Kajian Sumber Penyutradaraan
Tahapan kerja penyutradaraan membutuhkan acuan, pedoman dan sumber tertulis sebagai salah satu pemandu kerja. Buku-buku sebagai salah satu panduan dalam perancangan pemeranan tersebut dibutuhkan untuk memberikan arahan dalam proses kreatif sehingga setiap tahapan kerja mampu dipertanggungjawabkan secara konseptual. Berikut ini buku-buku yang digunakan sebagai panduan di dalam proses perancangan sampai dengan terwujudnya pementasan.
El Saptaria dalam bukunya Acting: Panduan Praktis Acting .film Dan Teater, :Terbitan REKAYASA  SAINS, 2006,  Jakarta. Buku ini sebagai acuan untuk mengetahui struktur dalam naskah lakon.
Piotr Sztompka dalam bukunya Sosiologi dalam Perubahan Sosial : Terbitan PRENADA MEDIA, 2004, Yogyakarta. Buku sebagai acuan untuk memperdalam pengatahuan penyaji tentang perubahan sosial.
Harimawan dalam bukunya Dramaturgi, Bandung : CV ROSDA,  1988, Jakarta. Buku ini menjadi panduan penyaji untuk mengetahui tekstur dalam naskah lakon
Dra. Yudiaryani dalam bukunya Panggung Teater dunuia, PUSTAKA GONHO, 2002, JOGJAKARTA. Buku menjadi acuan penyaji untuk mengatehui tentang teater realisme, dan penyutradaraan.
Buku Seni Teater yang ditulis oleh Eko Santosa yang diterbitkan oleh DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, bekerja sama dengan DEREKTORAT JENDRAL MENEJMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH  DEPERTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008, Jakarta. Buku ini sebagai bahan pengetahuan tentang naskah lakon.
Buku The Art Of Acting karangan Eka D. Sitorus terbitan PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA  2003 , Jakarta buku ini berguna untuk mengetahui dan mempelajari seorang actor.
F. Tujuan Penyutradaraan
Bertolak dari identifikasi permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penyajian dalam pementasan lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah sebagai berikut:
l. Mengetahui struktur dan tekstur naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution  bagi kebutuhan perwujudan sajian penyutradaraan.
2. Mengetahui penyajian penyutradaraan dalam lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution dalam sebuah sajian penyutradaraan yang bergaya realisme.
      3. Memvisualkan kehidupan sosial yang ada dalam naskah keatas panggung

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diawali dengan Bab I pendahuluan. Bab ini membahas tentang, latar belakang rumusan masalah, dasar pemikiran, alasan memilih naskah, rumusan ide penyutradaraan, kajian sumber penyutradaraan, tujuan penyutradaraan dan sisimatika tulisan.
Bab II merupakan analisis naskah meliputi struktur lakon dan tekstur lakon. Analisis struktur lakon membahas tentang : pengarang dan karyanya yang meliputi : Biografi pengarang,  sinopsis. Analisis struktur yang meliputi : Alur, penokohan, konflik, latar, amanat dan tema. Analisis tekstur yang meliputi : Dialog, mood atau rihem dan spektakel. Bentuk dan gaya lakon yang meliputi : Bentuk dan gaya lakon.
Bab III berisi tentang konsep penyutradaraan yang meliputi : Visi dan misi sutradara dan emphasis penyutradaraan. Metode penyutradaraan, proses latihan yang meliputi : Memilih pemain, tahap mencari-cari, tahap memberi isi, tahap pengembangan dan tahap pemantapan. Desain artistik yang meliputi : Desain seting, desain pencahayaan,desain musik, desain rias, desain busana dan desain bloking.
Bab IV merupakan bagian yang menyimpulkan berbagai hasil yang telah dicapai serta problem-problem yang ditemukan selama proses kerja penyutradaraan. Kesimpulan Saran, daftar pustaka dan lampiran.
  


BAB II
ANALISIS STRUKTUR DAN TEKSTUR NASKAH LAKON
MENIMBANG LAPUK
KARYA : DELLA NASUTION
A.Pengarang dan karyanya
a.a.Biografi pengarang
Rahma Della Nasution , lahir di Tanjung Karang, 29 Juni 1982, dari pasangan Sumerli Sahelan Nasution asal Mandailing (almarhum), dan ibu, Betris Wati asal Payakumbuh. Tapi dia lebih suka menggunakan nama Della Nasution. Sejak kelas V SD,  Della sudah berpisah dengan orang tua. Dia tinggal bersama nenek di Payakumbuh, sementara orang tua menetap di Tanjung Karang. Pendidikan dasarnya diselesaikan di SD 07, 1994. Lalu masuk SMPN 1, selesai 1997. Lanjut ke SMA Negri 1, dan selesai 2000, semua di Payakumbuh. Sarjana Seni (teater), diperolehnya dari STSI Padangpanjang, 2006. Sedang pergaulan, sosialisasi, dan ‘membaca’ budaya Minang, lebih banyak diserap Della di Payakumbuh.

Tinggal di Payakumbuh, bagi Della ternyata membawa pilihan hidup pada dunia teater. Dia tinggal di lingkungan yang memang memiliki kegiatan seni dan  budaya. Di rumah neneknya, hampir setiap hari Della melihat mamak (saudara laki-laki dari ibunya) dengan beberapa rekan, mendiskusikan sastra dan musik, atau berlatih teater. Mamaknya, Iyut Fitra, adalah penyair nasional yang menetap di Payakumbuh.  Della memutuskan ikut bermain teater ketika masih kelas tiga SMP, 1997. Sekedar ikutan, karena teman-temannya juga bermain teater. Tapi sejak itu, dia mulai mengakrabi teater. Della mengaku tak ada sosok atau tokoh yang mempengaruhinya agar memilih teater. Lingkunganlah yang banyak mempengaruhi. Selama kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Padangpanjang, Della semakin produktif, baik sebagai pemain maupun sutradara. Selesai kuliah, Della tetap meningkatkan potensi diri dengan selalu berproses dan berkarya. Untuk menyalurkan hasrat kreatifnya, halaman belakang rumah nenek, yang berarsitektur rumah gadang, dibikin jadi tempat berlatih teater. Bahkan bisa juga jadi tempat pertunjukan. 
Della beruntung, pada 2 Mei 1990, Iyut Fitra bersama teman-temannya mendirikan Komunitas Seni INTRO. Dia jadikan rumah gadang itu sebagai sekretariatnya. Komunitas itu didirikan sebagai wadah untuk berkreasi anak-anak muda Payakumbuh. Anggotanya sekitar 100 orang. Dengan modal anggota yang banyak, seharusnya Della tak kesulitan mencari aktor. Namun dia selalu melakukan pembinaan teater terhadap para remaja.
Apa yang dilakukan Della membuahkan hasil. Pementasan yang membikin Della lebih diperhitungkan adalah Gro Wong, karya Benny Yohanes. Monolog itu digelar pada Pesta Monolog di TIM, Jakarta. Bagi Della, pementasan itu adalah momen penting awal pemunculan dirinya dalam kancah Teater Indonesia. Pada 2007, melalui naskah Pencucian karya David Guerdon, Della meraih gelar Sutradara Terbaik Festival Teater Se-Sumatra Barat. Selain menyutradarai, Della juga berperan sebagai ibu. Bagi Della menjadi aktor pentas, sebagai bentuk artikulasi dirinya dalam berakting. Dia tidak hanya mampu melatih tapi juga bermain. Aktornya, Welcy Fine, terpilih sebagai Aktris Terbaik. Dan Komunitas Seni INTRO juga terpilih sebagai Grup Terbaik. Peristiwa teater yang juga cukup penting bagi Della, adalah Panggung Perempuan se-Sumatra di Bandar Lampung, Tanjung Karang, 2009. Untuk itu Della bekerjasama dengan Mila K. Sari menyiapkan naskah yang disutradarainya. Pertunjukannya terbilang sukses.  Selama berproses, kendala yang selalu dihadapi Della adalah, datang dan perginya pemain. Dia menyadari, begitu tamat SMA, pemain-pemainnya akan pergi ke kota lain, misal Padang, Pekan Baru, Jakarta, untuk melanjutkan sekolah. Della jelas akan kehilangan pemain yang sudah ‘jadi’. Kemudian dia harus membentuk aktor baru lagi. Tapi bagi Della, hal itu dianggap sebagai investasi saja. Suatu waktu, bisajadi mereka rindu dengan Komunitas Seni INTRO. Bila bertemu bisa pentas bersama lagi.

a.b. Sinopsis
            Setelah orang tuanya meninggal Yoga dan kedua adiknya tinggal bersama tantenya Rosmina. Rosmina berjualan pakaian di pasar senen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terkadang di bantu oleh Sasa. Yoga bekerja di pabrik namun di merasa perlakuan pihak pabrik terhadap pekerja tidak adil sehingga di berhenti bekerja bahkan dia sudah tiga kali bekerja dan berhenti. Perlakuan dari pihak pabrik yang tidak adil membuat Yoga bersama teman-temannya melakukan aksi mogok bekerja dan demo. Perlakuan Yoga tidak di setujui oleh tantenya sehingga mereka berdua sering bertengkar. Rosmina berharap Yoga bisa membantu biaya pendidikan adik-adiknya. Puncaknya pertengkaran itu Yoga meninggalkan rumah dengan sangat marah, tidak lama waktu menjelang Budi teman Yoga datang kerumah memberi tahu bahwa Yoga tertangkap ketika melakukan demo. Kejadian ini membuat Rosmina menjadi tertekan dengan terburu-buru akhirnya dia pergi untuk menemui Yoga di kantor polisi.
B. Analisis Stuktur
b.a. Alur atau Plot
Progresi dramatik sebuah lakon tercipta oleh adanya kejadian demi kejadian yang membentuk jalinan. Setiap kejadian muncul karena serangkaian dialog yang menimbulkan progresi emosi dan perubahan suasana. Pada akhirnya jalinan kejadian (peristiwa) itulah yang kemudian membentuk alur cerita atau plot. Plot sebagai jalinan peristiwa dalam karya sastra (termasuk sastra drama) yang bertujuan untuk mencapai efek tertentu, terkait denga hubungan temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab akibat). Rangkaian peristiwa dalam alur dijalin dengan seksama melalui pergerakan cerita yang mengalami perumitan (komplikasi) kearah klimaks dan penyelesaian.
Berdasarkan hubungan temporal atau waktu, alur bisa berwujud alur maju (alur yang bergerak kedepan) dan alur mundur (gaya penceritaan yang kembali kebelakang atau di mulai datri peristiwa sebelumnya). Dua wujud alur tersebut menandakan bahwa alur bisa bergerak menanjak atau menurun dalam bentuk episodik dan tidak terpisahkan. Merujuk penjelasan tersebut maka naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution  memiliki alur maju dan bergerak secara linier.
Plot yang merupakan rangkaian kejadian membentuk jalinan yang terbagi dalam lima tahap, yaitu eksposisi (pelukisan), komplikasi (perumitan masalah atau peristiwa), klimaks (puncak peristiwa), resolusi (peleraian) dan konklusi (penyelesaian). Hal di atas adalah alur yang diteorikan oleh Aristotelian, yang biasa disebut sebagai alur konvensional.
Alur dalam naskah lakon Menimbang lapuk  karya Della Nasution terbentuk melalui dinamika yang diakibatkan oleh perubahan emosi para tokohnya. Perubahan emosi itu memiliki progresi karena respon terhadap prilaku masing-masing tokoh yang berinteraksi dalam rumah makan Sembara tersebut. Progresi emosi itulah yang kemudian melahirkan perjalanan alur dari permulaan yang terlihat sederhana menuju pada kondisi yang lebih kritis. alur yang berjalan itu maka naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution menggunkan pendekatan alur yang konvensional (linier). Tahap-tahap alur (konvensional) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Eksposisi : Adalah bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang memberikan penjelasan dan keterangan mengenai tokoh-tokoh cerita,masalah-masalah yang sedang dilakoni, tempat dan waktu ketika cerita berlangsung. Eksposisi dalam naskah lakon Menimbang Lapuk bisa dilihat ketika Bening dan Sasa pamitan berangkat ke sekolah  kepada tantenya Rosmina, kemudian mucul Yoga terjadi dialog antara mereka.

Komplikasi : adalah ketegangan  yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari eksposisi,pada bagian ini salah seseorang mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu.walaupun dibayang-bayang oleh ketidak pastian,keteguhan sikap sang tokoh tidak mennyurutkan niatnya.timbulah komflik-komflik yang saling bertabrakan dengan tokoh lainnya, Pertentangan ini terjadi setelah masing-masing menceritakan jati dirinya sehingga. Komlikasi dalam naskah ini ketika Rosmina melarang Yoga ikut berdemo didepan kantor DPR namun hal ini membuat Yoga tersinggung terjadi pertengkaran antara mereka, pertengkaran berakhir dengan kepergian Yoga.
Klimaks : Adalah tahapan peristiwa dramatik yang telah di bangun oleh komflik puncak dari peristiwa. Tahapan ini melibatkan pihak-pihak yang berlawanan untuk saling berhadapan dalam situasi yang menegangkan,ketegangan tersebut mempertaruhkan nasip, juga merupakan momen yang paling menentukan bagi mereka untuk eksis atau tersingkir Klimaks di dalam naskah lakon Menimbang Lapuk  karya Della Nasution dapat di lihat ketika ke datangan Budi ke rumah Rosmina. Budi mengatakan bahwa ketika demo yoga tertangkap oleh aparat ke polisian
Resolusi   : Adalah bagian struktur dramatik yang mempertemukan masalah-masalah yang di timbulkan oleh para tokoh dengan tujuan untuk mendapatkan selusi atau pemecahan masalah. Resolusi dalam naskah ini dapat di lihat ketika Yoga tertangkap karena melakukan aksi demo di depan kantor DPR. Kejadian ini membuat Rosmina beratmabah sedih dan akhirnya Rosmina pergi menyusul Yoga ke kantor polisi
b.b. Penokohan atau perwatakan
             Penokohan merupakan pemaparan karakter tokoh menyangkut kualitas, ciri atau sifat-sifatnya sebagai hasil penafsiran dalam lakon. Pemahaman tokoh dengan demikian tidak sekedar melihat identifikasi tokoh tetapi juga menelusuri perkembangan watak yang didapat dari hubungannya dengan tokoh lain. Sudut pandang ini didasarkan pada kenyataan bahwa karakter tokoh tidak saja beranjak dari ciri-ciri tokoh tetapi sekaligus ciri psikologis dan ciri-ciri kehidupan sosial yang melekat di dalamnya.
Jenis jenis tokoh
·         Protagonis : Adalah tokoh utama yang menggrakkan plot (alur cerita) dari awal hingga akhir dan memiliki itikad, namun dihalangi oleh tokoh lain. Naskah lakon Menimbang lapuk karya Della Nasution untuk peran protagonis adalah Rosmina.
·         Antagonis : Adalah tokoh yang menentang keinginan dari tokoh protagonis. Peran Antagonis dalam naskah ini di perankan oleh tokoh Yoga.
·         Tritagonis dan Confidante : Adalah tokoh yang dipercaya oleh tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh yang menjadi Tritagonis dalam naskah ini adalah Sasa, Bening dan Budi.
·         Untility : Adalah tokoh pembantu. Untility dalam naskah ini adalah penjual sayur.
Bentuk tipe perwatakan
·         Flat character : Adalah tokoh yang di bekali karakterisasi oleh pengarang secara datar atau lebih bersifat hitam putih. Flat charakter dalam naskah ini di wakili oleh Yoga dan Budi.
·         Round character : Adalah  tokoh yang kompleks.dalam naskah bunga rumah makan tokoh yang roun charakter diwakili oleh Rosmina, Sasa dan Bening.
v  Analisis Psikologis, Fisiologis dan Sosiologis
Ø  Tokoh Rosmian
Psikologis        : Pekerja keras dan sangat perhatian terhadap keponakannya.
Fisikologis       : Berumur sekitar 38 tahun, kulit putih rambut agak pendek, dan tubuh agak besar.
Sosiologis        : Tentenya Yoga, Bening dan Sasa, pedagang di pasar Senen buaknlah penduduk asli Jakarta.
Ø  Tokoh Yoga
Psikologis        : Peka terhadap lingkungan sekitar, punya rasa sosial yang tinggi, tapi sangat keras kepala.
Fsikologis        : Berumur sekiar 23 tahun , Kulit sawo matang, rambut panjang agak kurus pakaian apa adanya.
Sosiologis        : Keponakan Rosmina, tidak punya orang tua, suka gonta- ganti pekerjaan.
Ø  Tokoh Sasa
Psikologis        : Perhatian terhadap kelurga, agak crewet.
Fsikologis        : Berumur sekitar 17 tahun, Kurus, agak tinggi, rambut panjang lurus dan cantik.
Sosiologis        : Keponakan Rosmina, tidak punya orang tua dan masih duduk di kelas tiga SLTA.
Ø  Tokoh Bening      
Psikologis        : Penurut dan agak manja.
Fsikologis        : Berumur sekitar 6 tahun, bertubuh agak kecil, putih, rambut lurus.
Sosiologis        : Keponakan Rosmina, tidak punya orang tua, baru tamat TK.
Ø  Tokoh Budi
Psikologis        : Baik, punya rasa setia kawan.
Fsikologis        : Berumur sekita 20 tahun, agak kurus rambut ikal, warna kulit sawo matang.
Sosiologis        : Bekerja di pabrik, dan ikut eksi demo.

b.c. Konflik
konflik merupakan ekspresi pertentangan antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Pandangan dan pertentangan ini menunjukan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang di ekspresikan, di ingat, dan di alami  oleh yang mengalaminya konflik juga terbagi atas:
·         Konflik dengan orang lain
·         Konflik dengan masyrakat sekitar
·         Konflik dengan diri sendiri
·         Konflik dengan tuhan
Konflik yang terjadi dalam naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution di sebabkan Yoga terus-terusan berhenti kerja. Rosmina berharap Yoga bisa membantunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu biaya sekolah adik-adiknya. Yoga merasa perlakuan pihak pabrik pada pekerja semena-mena sehingga dia dan teman-temanya melakukan demo. Sikap ini juga yang selalu di tentang Rosmina namun Yoga tidak pernah mendengarkan sehingga mereka tidak akur dan sering bertengkar.
b.d. Latar Cerita
                Latar cerita adalah berbagai persoalan yang terkait dengan hal-hal yang melandasi atau menjadi bagian dari peristiwa, tempat terjadinya peristiwa dan kurun waktu yang terjadi dalam lakon. Pemahaman latar cerita ini dimaksudkan untuk memahami keseluruhan cerita sebagai pijakan untuk diwujudkan dalam realitas panggung.
 Latar Ruang  Atau Tempat
            Latar ruang dalam naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah sebuah interior  sangat sederhana. Ruangan itu terdapat meja makan beserta kursi, tidak memiliki sofa hanya permaidani yang sudah lusuh. Samping dinding terdapat despenser , jam dinding, foto keluarga dan gantungan baju.
Latar Waktu
            Sesuai rujukan konflik yang terjadi dalam naskah lakon Menimbang lapuk karya Della nasution maka kurun waktu terjadinya adalah kekinian karena terdapat hand property Hp. Waktu yang terdapat dalam naskah lakon ini yaitu pagi, siang dan sore. Pagi ketika sasa mau berangkat kesekolah siang ketika sasa dan Yoga kembali pulang ke rumah  waktu sore ketika Budi datang mengabarkan bahwa Yoga tertangkap oleh aparat ke polisian.
 Latar Suasana
            Secara umum suasana naskah lakon Menimbang lapuk karya Della Nasution merupakan gambaran masyarakat rendah, orang-orang yang mengadu nasip ke Ibu kota. Dialog-dialog yang di hadirkan merupakan penomena di mana tidak adanya keadilan yang di lakukan oleh pihak yang berkuasa (pemilik pabrik) juga kebijakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Paling penting naskah lakon ini mengajak para pembaca atau para penonton untuk berfikir dan memilih. Pilihan itu adalah tetap berdiri ke pada kebenaran dan keadilan namun beresiko tinggi karena berhadapan langsung dengan pemerintahan. Pilihan ke dua tetap bungkam dengan apa yang dilakukan orang-orang yang berkuasa.
b.e. Amanat
           Amanat dalam naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah hiduplah dalam kejujuran walaupun kejujuran itu menjadi sebuah malapetaka. Perjuangkan hak orang banyak dan berdirilah di atas kebenaran. Lebih baik mati bergalang tanah dari pada hidup bercermin bangkai.
b.f. Tema
Lakon terbentuk dari sebuah gagasan dasar yang mengarahkan dan menopang seluruh unsur-unsur pembentuk lakon. Gagasan dasar itulah yang lazim disebut sebagai tema. Sudiro Satoto menyebut tema sebagai dasar pikiran utama dan sumber ide yang mengawali terbentuknya lakon. Sementara itu Rma.  Harymawan dalam bukunya Dramaturgi memahami tema dari sudut pandang watak manusia, yakni sebagai falsafah mendasar suatu obsesi yang fundamental. Merujuk pendapat-pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa tema merupakan unsur awal yang akan mengilhami unsur-unsur lain dalam lakon. Adapun tama dalam naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution bekerja keraslah dalam memenuhi kebutuhan hidup dan berdirilah di atas kebenaran janganlah menghalalkankan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.
C. Analisis Tekstur Lakon
            Tekstur Lakon adalah unsur-unsur dalam lakon yang menjadi pijakan dalam penyusunan desain pementasan. Jika penjabaran dan analisa struktur lakon merupakan unsur yang bertujuan untuk menciptakan pemahaman maka tekstur lakon merupakan bagian dari proyeksi lakon yang sudah dapat dirasakan dan di raba. Adapun yang menjadi bagian dari tekstur lakon adalah: dialog, suasana dan spektakel. Penjabaran tekstur  naskah lakon Menimbang Lapuk karya della Nasution selengkapnya adalah sebagai berikut:
a.a. Dialog
Dialog adalah percakapan yang terjadi antara tokoh satu dengan tokoh yang lain dalam sebuah lakon. Dialog selain berfungsi memberikan informasi tentang karakter tokoh, juga berperan dalam menciptakan alur cerita, menegaskan tema, latar cerita juga menentukan tempo atau irama permainan. Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution dialog para tokoh tidak menggunakan kata-kata yang bersifat simbolik. Tapi lebih ke dialog seharian di lihat secara umum dialog-dialog menggunakan bahasa indonesia yang bisa di mengerti siapa saja.
a.b. Moud / Rhytem
Yudiaryani  dalam “ panggung Teater dunia” mengatakan bahwa irama kalimat, bunyi kata, dan gambaran tokoh yang kaya imajinasi membantu aktor untuk menghadirkan suasana atau Mood. Seorang sutradara harus dapat mendiskusikan gerakan – gerakan ritmis kepada aktor untuk memasuki nuansa kelembutan music.
             Naskah ini pencipta akan menyusun keterlibatan dari irama kalimat dari tokoh satu ke tokoh yang lain untuk menghadirkan suasana. Selain itu musik juga akan dihadirkan pencipta untuk memeberikan impuls agar aktor mampu memasuki suasana yang telah dicipta bersama. Moud dan rithem sangat penting dalam pementasan teater kerna berpungsi sebagai pembangun suasana dalam pementasan.
a.c.  Spektakel
Spektakel (mise on scene) adalah perwujudan keseluruhan unsur-unsur pementasan yang bersifat audio visual. Spektakel meliputi unsur lakuan, tata artistik, tata cahaya, tata suara atau musik dan segenap pedukung pementasan yang lain. Merujuk gaya dan aliran realisme yang penyaji pilih dalam pementasan lakon Bunga Rumah Makan ini maka spektakel yang dihadirkan adalah spektakel realis di mana segala unsur-unsur pemangungan ditampilkan agar menyerupai kenyataan, selain juga berpedoman pada waktu kejadian yang dipilih yakni sebelum tahun tahun 2000 an
Lighting
Lighting atau pencahayaan adalah cara menggunakan lampu untuk memberi penerangan dan melennyapkan gelap agar para penonton bisa melihat, kerna melihat dan mendengar bisa membantu penonton untuk memahami jalannya pementasan dan apa yang tidak dilihat oleh penonton dirasakan tidak mendengar. Lighting juga berpungsi sebagai mendukung suasana kejadian, Dan juga dapat dijadikan sebagai penanda waktu kapan terjadinya kejadian tersebut seperti pagi,siang,malam. penggunaan lighting harus membuat bagian-bagian panggung sesuai dengan keadaan dramatik lakon.
Kostum dan rias
Tata rias dan busana dirancang untuk memberikan penajaman karakter tokoh yang dimainkan para pemeran.  tata busana juga sangat penting untuk menggambarkan kondisi sosial tokoh-tokoh dalam lakon. Tujuan kostum untuk membantu memperlihatkan adanya hubungan peran yang satu dengan yang lainnya, pungsi kostum yang paling penting untuk menghidupkan perwatakan pelaku.warna kostum juga dapat membedakan pemeran yang satu dengan pemeran yang lain dan dari seting serta latar belakang. memberi fasilitas dan membantu geraknya aktor sehingga aktor bisa melakukan busnees akting. Tipe-tipe kostum yang menjadi ukuran dalam sebuah pementasan kostum historis yaitu pereode-pereode spesifik dalam sejarah. Kostum modren kostum yang dipakai sekarang, kostum nasional kostum yang melambangkan ciri khas negara serta kostum tradisional menunjukan krakter secara simbolis yang melambang kan sebuah daerah.
Musik
Musik yang baik dan tepat dapat membantu aktor membawakan warna dan emosi perannya dalam adegan. Musik juga dapat membantu penonton mennambah daya dan pengaruh imajinasinya serta memilih momen-momen ketika musik itu tidak di tiadakan,kerna beberapa drama dramatik ada jenis adegan yang harus sepi dari segala efek bunyi.
Penataan artistik
Visualisasi yang diwujudkan dalam naskah Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah sebuah interior  sangat sederhana. Ruangan itu terdapat meja makan beserta kursi, tidak memiliki sofa hanya permaidani yang sudah lusuh. Samping dinding terdapat despenser , jam dinding, foto keluarga dan gantungan baju.

D. Bentuk Dan Gaya lakon
a.a. Bentuk Lakon
               Perkembanghan teater yang di mulai dari perkembangan teater Yunani, telah menggolongkan bentuk teater dalam dua jenis, yaitu: lakon tragedi dan  lakon tragedi sebagai lakon yang dipenuhi dengan pembunuhan, dendam dan penyesalan yang sering terjadi pada tokoh utamanya. Berbeda dengan lakon komedi yang selalu menggambarkan kegembiraan atau yang membuat penonton tertawa dan gembira. Perkembangan selanjutnya muncul drama tragikomedi, yakni lakon yang menggambarkan tokoh utamanya dalam konflik atau peristiwa yang lucu atau konyol. Lakon drama tragikomedi, tokoh utamanya seringkali mengalami peristiwa menyedihkan, menegangkan atau menimbulkan rasa iba, prihatin dan simpati.
            Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah lakon tragikomedi. Indikasi-indikasi yang dapat dijabarkan untuk menjawab kesimpulan di atas antara lain dapat di lihat dari dinamika emosi para tokoh di dalamnya yang seringkali melahirkan pertengkaran dan serapah-serapah yang sarat dengan situasi penuh kegetiran.
a.b. Gaya lakon
            Gaya lakon adalah ekspresi penyampaian yang berasal dari kebiasaan atau spontanitas yang segaja diciptakan untuk mengungkapkan atau menyatakan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Gaya di dalam teater adalah upaya mengekspresikan bentuk permainan tertentu tanpa mengaburkan atau mengubah substansi lakon. Perwujudan gaya tersebut merupakan keterpengaruhan munculnya aliran-aliran dalam perkembangan teater, seperti: klasik, realisme, naturalisme, realisme impresionis dan realisme ekspresionis. Persoalan gaya adalah persoalan sudut pandang dalam mementaskan naskah lakon oleh sutradara dengan berpedoman pada tema lakon.
            Naskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah lakon yang sebenarnya sangat jelas mengindikasikan suatu gaya dalam lakon. Jika ditilik dari sisi tematis, keseluruhan dialog-dialog yang masih terkesan keseharian dengan motif dialog (spine) yang sangat terlacak secara jelas, maka lakon ini merupakan lakon realisme. Begitu juga penanjakan alurnya yang dinamik dengan progresi alur yang terkesan sangat jelas. Juga perubahan emosi yang timbulkan oleh para tokoh yang memiliki "tensi" meningkat sehingga kausalitasnya yang dapat terbaca secara gamblang menempatkan lakon ini sebagai lakon bergaya realisme. Maka lakon Menimbang Lapuk Karya Della Nasution  dapatlah digolongkan dalam lakon yang bergaya realisme.              

BAB III
                                        PERANCANGAN PENYUTRADARAAN
A.      Konsep penyutradaraan
Perwujudan realisme yang pencipta pakai dalam pementasan ini yaitu paham naturalisme.  Yudiaryani dalam bukunya Panggung Teater Dunia menyatakan seting panggung gaya naturalisme tampak sangat detil dan akurat, sehingga kehidupan keseharian mampu dihayati oleh penonton.
 Rancangan penyutradaraan mewujudkan setting pentas naskah  lakon Menimbang Lapuk  sangat naturalisme menggambarkan Interior yang sangat sederhana. Rancangan pentas dibuat detil untuk pencapaian penghayatan penonton terhadap latar tempat, waktu, dan kejadian dalam lakon.
 Sutradara sebagai pencipta menginginkan aktor sebagai kreator yang peranannya cukup besar dalam proses penciptaan. Sutradara memberikan kebebasan dalam pencarian aktor terhadap karakter lalu mengarahkan sesuai dengan konsep yang pencipta rancang. Selain itu sutradara juga memberi impuls pada pencarian aktor agar lebih mudah mendapatkan karakter yang ingin sutradara transformasi. Teori penyutradaraan yang pencipta gunakan yaitu teori laissez faire.
Teori  laissez faire, dalam teori ini aktor dan aktris adalah pencipta dalam teater. Merekalah seniman-seniwati yang memungkinkan penonton menikmati lakon. Tugas sutradara ialah membantu aktor dan aktris mengekspresikan dirinya dalam sebuah pementasan.

Segi akting yang pencipta gunakan yaitu  konsep Stanislavsky “To be”, dimana pencipta mengharapkan aktor dapat memerankan tokoh dengan menghadirkan tokoh kedalam dirinya. Sutradara memposisikan dirinya untuk  mengarahkan pencarian-pencarian actor lalu menyamakan persepsi untuk dapat mencapai konsep dan pencapaian dramatik naskah.
            Pendekatan presentasi adalah pendekatan akting yang dipakai pencipta. Pendekatan ini mengutamakan identifikasi antara jiwa si aktor dengan jiwa si karakter, sambil memberi kesempatan kepada tingkah laku untuk berkembang. Tingkah laku yang berkembang ini berasal dari situasi-situasi yang diberikan si penulis naskah.
            Pendekatan ini pencipta gunkan sebab tokoh dalam naskah jarang dijumpai dikehidupan, jadi  naluri pemeran dalam mengekspresikan karakter tokoh dengan bantuan suasana yang diberikan pengarang naskah yang akan melahirkan ekspresi yang spontan ketika bertindak. Aksi ini disebut Stanislavsky dengan the magic if.
a.a. Visi Sutradara
           Adapun visi pennyutradaraan ini ialah bagai mana sutradara memberi pemahaman kepada aktor tentang pemeranan persentatif lalu diaplikasikan diatas panggung.
a.b. Misi Sutradaraa
           Adapun misi dalam penggarapan menyadarkan penonton bahwa di dalam hidup ini kita hanya memiliki dua pilihan baik dan buruk. Berlaku jujur adalah paling utama dalam kehidupan serta selalu berdiri di atas kebenaran.
B. Metode Penyutradaraan
Setiap sutradara memiliki masing-masing metode dalam proses penciptaan yang dilakukan. Metode ini dilakukan untuk pencapaian pementasan dengan taret-target tertentu yang telah pencipta rancang. Adapun metode yang pencipta gunakan dalam proses penciptaan naskah lakon Menimbang Lapuk  adalah :
. Reading
Reading merupakan latihan awal dalam perancangan untuk menjajaki penafsiran naskah. Orientasi lain dari reading adalah pencarian nada dasar vokal bagi kebutuhan peran. Pusat perhatian sutradara kemudian diarahkan pada diksi, intonasi dan artikulasi vokal.  Selain mengantarkan pada pemahaman lakon, reading pada akhirnya difungsikan untuk menemukan karakter dan perubahan emosi setiap tokoh dalam lakon.
Wujud latihan ini diawali dengan latihan dasar olah vokal, yaitu latihan yang diformulasikan untuk merenggangkan alat pengucapan, pengaturan alat ucap bagi kebutuhan daya lontar dan penstabilan alat ucap dari pengendoran stamina. Latihan selanjutnya adalah dengan cara membaca naskah antara pemain satu dengan pemain yang lain, sesuai karakter tokoh yang diperankan. Selain hal di atas, maka pusat perhatian sutradara juga diarahkan pada penciptaan dinamika dialog, pengaturan tempo dialog, ketepatan dalam aksi dan reaksi verbal, juga keterlibatan emosi dalam kata demi kata. Proses dalam penggarapan ini sutradara melakukan reading dan dramatik reading beberapa kali sebelum masuk bloking.
 Blocking Kasar
Bloking adalah teknik pengaturan langkah-langkah para pemain untuk membentuk pengelompokan dikarenakan perubahan suasana dalam lakon. Sebelum pencapaian bloking yang baku maka para pemain melakukan pencarian  gesture dan Move secara acak dan seringkali masih berubah-ubah. Pencarian inilah yang kemudian disebut sebagai bloking kasar. Bloking kasar juga digunakan untuk mengukur kemampuan dramatik aktor-aktor yang terkait dengan kesadaran ruang dan elastisitas tubuh dalam mengukur kemampuan berucap yang disertai kemampuan gerak.
Posisi sutradara dalam tahapan bloking ini adalah menentukan gesture dan move yang telah dieksplorasi pemeran agar dapat terwujud bloking baku. Selain hal tersebut, satradara juga menyeleksi beberapa bloking yang telah di buat pemain dengan berpijak pada kebutuhan irama, dramatika, suasana dan komposisi panggung.
Blocking Halus
Bloking halus merupakan tahapan latihan yang bertitik tolak dari bloking kasar. Seluruh gerak dan gestur pemain yang membentuk blok, telah menjadi susunan pola lantai yang baku. Pada tahapan ini latihan lebih diarahkan pada penumbuhan motivasi passsda setiap move-move yang di buat. Pembakuan bloking juga dilandasi oleh tercapainya aksentuasi makna (spine) dalam dialog.
Kegiatan kongkret yang dilakukan dalam bloking halus ini adalah menyeleksi semua capaian-capain bloking kasar dengan mengamati bloking dan movement dalam adegan demi adegan. Pengurangan movement atau perombakan bloking dilakukan secara dialogis agar setiap bloking yang dibakukan dapat menghasilkan permainan yang meyakinkan.
Secara menyeluruh bloking halus bertujuan untuk mengembangkan penghayatan peran, menciptakan inner acting, dan mengembangkan permainan yang bersifat kolektif..
Finishing
Tahapan finishing merupakan tahapan pematangan dari bloking halus  yang telah dicapai sebelumnya. Tahapan ini dilakukan untuk mengembangkan 'kekayaan' akting para pemeran dengan berbagi detail-detail permainan. Detail-detail permainan yang dimaksud adalah berbagai respon pemeran terhadap keberadaan elemen-elemen pementasan yang lain yang meliputi penataan set dekor, daya dukung ilustrasi musik, penggunaan properti, dan kostum yang dipakainya. Detail-detail permainan juga menyangkut penggunaan gertur-gestur kecil (bussines act) yang menyatu dengan keutuhan perannya. Pada tahap ini pemeran sudah harus mampu membangun penghayatan dirinya, sehingga setiap gerak dan ucapannya terkesan 'wajar'.
Penataan artistik, maka para penata sudah harus melakukan penyelarasan akhir terhadap semua komponen artistik yang meliputi warna, letak set dekor yang diperlukan, perspektif tontonan, perubahan warna karena efek cahaya, daya dukung musik terhadap emosi dan suasana kejadian, kontekstualisasi pilihan instrumen terhadap latar cerita dan harmonisasi dengan seni peran yang akan disajikan.
Pementasan
Tahapan pementasan merupakan penyajian keseluruhan unsur pentas dalam suatu pertunjukan yang utuh. Masing-masing unsur merupakan kekuatan yang saling terkait dalam menciptakan harmoni dan unity.
Perancangan artistik
Set dekor dalam pementasan naskah lakon Menimbang Lapuk  ini berpedoman pada konsep perancangan secara keseluruhan yakni penghadiran lakon secara presentatif. Wujud kongkret dari perancangan secara presentatif tersebut adalah terjadinya kesesuaian antara Set dekor Menimbang Lapuk dengan pilihan bentuk pementasan, yakni realisme. Secara menyeluruh visualisasi setting diwujudkan sesuai penekanan (emphasis) dalam perancangan yang di rujuk dari tema lakon. Gambaran setting dengan demikian tidak sekedar ditampilkan dalam kerangka untuk mendekati kenyataan, tetapi juga harus menghadirkan kesan sebuah keasrian rumah makan dengan pilihan latar waktu di akhir tahun 2000-an. Merujuk hal tersebut penataan set dekor dalam pementasan  Menimbang Lapuk karya Della Nasution meliputi: Sebuah ruangan yang sangat sederhana dengan perspektif penonton.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat setting ini meliputi: kertas pembungkus semen, kertas padang larang, kayu kerangka, cat sebagai pewarna dan penegas tekstur dinding, beberapa kayu dll.
 Penataan Cahaya
 Secara mendasar cahaya dalam pementasan ini berfungsi sebagai pendukung suasana kejadian, penanda waktu dan spasi adegan. Pada konteks penanda waktu tata cahaya diarahkan kepada pengaturan intensitas yang disesuaikan dengan waktu kejadian dalam lakon. Dalam fungsinya sebagai pendukung suasana lakon, lampu di desain dalam penempatan maupun kombinasi warnanya. Sementara untuk awal dan akhir lakon di gunakan  teknik black in out. Konsep black in out adalah memulai dan mengakhiri adegan dengan mematikan atau menghidupkan cahaya. Impresi yang ingin dicapai dari penataan lampu adalah penghadiran suasana ruangan yang ‘familier’. Adapun jenis lampu yang digunakan dalam pementasan Menimbang Lapuk  adalah fresnel dan zoom spot (elipsodal) yang akan di gunakan untuk membuat pose pada akhir lakon.
 Penataan Musik
            Karakter musik yang dipergunakan dalamnaskah lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution adalah jenis musik yang disesuaikan dengan perubahan suasana dan penekanan-penekanan (suspen) dalam perjalanan alurnya. Pembentukan accord maupun melodi musik didasarkan pada musik tema yang dicipta dengan bertolak pada suasana dominan dalam lakon. Musik yang digunakan adalah beberapa jenis intrumen akustik, antara lain gitar dan biola, conra  bas dan vokal.
Penataan Rias dan Busana
            Tata rias dan busana dirancang untuk memberikan penajaman karakter tokoh yang dimainkan para pemeran. Penegasan karakter tokoh itu meliputi penegasan secara fisikis dan sosial. Khusus untuk tata busana juga sangat penting untuk menggambarkan kondisi sosial tokoh-tokoh dalam lakon. pementasan Menimbang Lapuk  karya Della Nasution meliputi satu jenis rias, yaitu  rias korektif . Rias korektif adalah rias yang bertujuan  ‘mengoreksi’ setiap proporsi wajah dengan elemen-elemenya, sedangkan rias karakter adalah rias yang menegaskan karakter fisik, psikis dan sosiologis tokoh. Rias korektif ditampilkan pada tokoh  tokoh Rosmina, Yoga , Sasa, Bening dan Budi.
Proses latihan penyutradaraan
1.      a.a. memilih pemain Casting (memilih dan menetukan pemain)
Pada tahap ini sutradara mendapatkan sebuah tantangan, dimana seorang sutradara harus mampu untuk meng-casting aktor sesuai dengan karakter tokoh yang ada di dalam naskah. Ada banyak metode casting, diantaranya:
a.       Casting by Ability
Berdasarkan  yang terpandai dan terbaik dipilih untuk peran penting / utama dan kesulitan yang tinggi.
b.      Casting to Emosional Temprament
Memilih seorang pemain berdasarkan hasil observasi hidup pribadinya, karena mempunyai banyak kesamaan atau kecocokan dengan peran yang dimainkannya (kesamaan emosi, temprament, kebiasaan dll).
c.       Casting to Tipe
Pemilihan pemain berdasarkan kecocokan fisik sipemain (tinggi badan, berat badan, bentuk tubuh dll).
d.      Antytipe Casting
Pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik, ini menentang keumuman jenis perwatakan manusia secara konvensional, sering disebut Education Casting.
e.       Therapeutic Casting
Menentukan seorang pemain atau pelaku yang bertentangan dengan watak aslinya dengan maksud dan tujuan untuk menyembuhkan atau mengurangi ketidak seimbangan jiwanya

BAB IV
A.Kesimpulan
Proses kreatif dalam seni teater pada dasarnya menempatkan aspek peneranan sabagai bidang kerja yang penting. Seluruh jalinan materi-materi pemanggungan, baik yang bersifat visual maupun auditif sangat dipengarihi oleh 'sentuhan' pemeranan. Pemeran dengan sendirinya, tidak sekedar harus menguasai aspek-aspek pemanggungan (spektakel) tetapi juga harus mampu menerjemahkan secara tuntas gagasan-gagasan dasar yang tersirat dalam lakon sebagai titik tolak  yang melandasi wujud pengemasan (gaya lakon).
            Materi-materi pemanggungan diwujudkan dengan bertitik tolak pada penafsiran terhadap lakon. Keberadaan lakon, dengan demikian adalah ruang terhadap berbagai kemungkinan artistik (estetis) yang kemudian dipilih sutradara untuk merealisasikan keseluruhan imajinasinya. Imajinasi tersebut muncul melalui telaah terhadap naskah, yang dilakukan dengan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tafsir yang sudah didapatkan. Imajnasi-imajinasi itulah yang kemudian ditetapkan dalam rencana perancangan pementasan sesara keseluruhan, baik yang tercermin dalam seni peran maupun penataan artistiknya.
            Lakon Menimbang Lapuk karya Della Nasution  adalah lakon yang dapat digolongkan sebagai lakon realisme. Secara umum kenyataan ini dapat dilihat dari gaya dialognya yang masih keseharian, kejelasan identitas tokoh yang terlibat konflik, ketegasan dalam penggambaran latar cerita, dan suspen-suspen pertujukan yang menunjukan kausalitas.
Realisme adalah gaya ungkap dalam teater yang berusaha mewujudkan konflik dalam lakon lewat sudut pandang yang nyata atau sering terlihat dalam keseharian. Hal tersebut juga menegaskan bahwa realisme harus mampu "memindahkan" kenyataan sehari-hari ke dalam gambaran umum di atas panggung, bukan dalam bentuk penambahan (stilisasi) atau merusak (mendistorsi).
B.       Saran
            Pembelajaran seputar penyikapan naskah oleh suradara perlu dilakukan secara intensif. Pembelajaran tersebut menyangkut metode-metode pengkajian naskah, telaah terhadap gaya awal (orisinil) naskah, kemungkinan-kemungkinan terhadap kemasan baru dalam proses trnsformasi naskah ke dalam lakuan (seni peran). Pembelajaran tersebut juga dibutuhkan agar pertunjukan tidak mendistorsi makna naskah tapi justru mampu mengaksentuasikan gagasan pengarang pada khalayak. Hal ini juga sangat penting untuk mengasah para penyaji agar peka dalam melihat ragam penafsiran terhadap lakon, bagi kemungkinan-kemungkinan visual.




DAFTAR PUSTAKA

Harymawan, RMA, Dramaturgi, Bandung: CV. Rosdakarya, 1988.
Yudiaryani, Panggung Teater Dunia, Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli, 2002.
Rikrik El Saptaria, Acting hanbook, Jakarta, Rekayasa Sains, 2006.
Piotr Sztompka, Sosiologi dalam Perubahan Sosial, Yogyakarta, Prenada Media, 2004.
Eko Santosa dkk, Seni Teater, Jakarta, Direktorat  Pembinaan Sskolah Menengah Kejuruan, bekerja sama dengan Direktorat Jendral  Manajmen Pendidikan Dasar Dan Menengah  Depertemen Pendidikan Nasional  2008.
Eka D. Sitorus, The Art Of Acting, Jakarta,  PT. Gramedia Pustaka Utama,  2003.

0 Response to "Contoh Konsep Penyutradaraan"