SURAT BUAT GURU
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (Wa’alaikum Salam Wr.Wb.)
Bagaimana kabarnya, Pak? (Baik) bapak sehat kan? (oh…
sehat) saya mohon maaf loh. Kalau saya agak lancang mengirim surat ini.
(ga
apa-apa kok) Bapak masih kenal sama saya kan? Anak yang paling ganteng
itu. (siapa ya…? duduk) itu pak, anak yang suka
ngaku-ngaku ganteng. Padahal sih kurang ganteng, alias jelek. (Mencibir) Tapi
kata ibu saya, saya anak yang paling ganteng, Pak. (ya iya lah) Kenal saya
enggak, Pak? (Hmm… siapa sih??) kalau seorang guru, lupa atau ga kenal sama
muridnya, itu sih wajar. Tapi kalau murid, sudah pasti kenal sama gurunya. Yah,
seperti artis, dengan para penggemarnya. Murid-murid itu bagaikan para
penggemar. Sementara guru, seperti… yah, boleh dibilang, artis begitu. (geer)
jangan geer dulu, Pak. (Mencibir) Siapa
bilang bapak artis. Saya tidak bermaksud, menganggap bapak artis. Bapakkan
guru, bukan artis. (merasa malu sendiri dan menengok ke kanan dan kiri)
bapak pasti sangat penasaran saya ini siapa. Coba tebak, siapa saya? (siapa
sih ini?!) saya kan orang terkenal di sekolahan. Siapa sih yang ga
kenal saya. Ayo tebak siapa saya? (yah… main tebak-tebakan) ya udah,
saya akan memberitahukan siapa saya. Jangan kaget ya, Pak. (enggak. biasa aja tuh)
perkenalkan, nama saya…. Rendy. (Oh… si Rendy! Anak nakal itu!) bapak
pasti langsung bilang, kalau saya ini anak nakal. (tahu aja dia) Rendy si
anak nakal. Begitulah gelar yang saya terima. (memang kamu nakal kok. Susah
diatur. Punya gelar kok anak nakal)
Bapak Guru, yang saya hormati, dan saya banggakan. Dengan
sangat berat hati, akhirnya saya menulis surat ini untuk Bapak. Sebenarnya
sih…, saya bimbang, dan ga enak mengirim surat ini. Tetapi, setelah saya
pikir-pikir lagi. Ga apa-apa lah. Buat kebaikan juga kok. (kebaikan dari mana? Yang namanya
Rendy itu ga ada sejarahnya berbuat baik) dalam surat ini, saya mau
bercerita. Cerita tentang hidup saya.
Semenjak lulus SD. Saya memutuskan untuk masuk ke sekolah
ini. Karena buat saya, sekolah itu sangat penting. (sangat penting?! Sering bolos,
sering melanggar peraturan, suka bikin gaduh di kelas. Ngomongnya sekolah
sangat penting. Lebay) Banyak anak, yang ketika mendaftar saat itu,
didampingi oleh orang tuanya. Terkecuali saya. Saya daftar sekolah sendiri.
Saya sendiri yang mendaftar ke sekolah, Pak! (apa yang mau dibanggain? Biasa
aja tuh) saya tidak bermaksud membanggakan diri. (Mencibir) Tapi,
sekedar informasi aja ke Bapak. Bahwa saya sudah berada di sekolah ini,
semenjak saya kelas 7 (oh, begitu). Bapak pasti belum
kenal saya kan waktu itu? (berfikir sejenak) bapak ga
mungkin kenal sama saya, karena bapak tidak mengajar di kelas 7, Iya kan? (iya
juga) Saya tidak akan membahas ketika saya di kelas 7. (ya
udah dari mana kek) kita singkat
aja ceritanya. Kita mulai sewaktu saya kelas 8. Soalnya, itulah awal Bapak kenal
sama saya, dan guru-guru yang lain juga. (Menatap
ke depan, mengangguk-angguk) Bapak masih ingat ga, kapan, pertama kali,
bapak mengenal saya? (kapan ya? Iya. Memang benar, saya hanya
mengajar di kelas 8 dan 9. Waktu kelas 8, kenal sama dia kapan ya?)
Bapak pasti lupa kan? Bapak tidak ingat kan? Saya kecewa sama bapak. (tunggu..
tunggu.. tunggu. Kelas delapan. Saya pertama kali kenal dia. Rendy…Rendy kelas
delapan. Huh… sama sekali ga ingat ) bapak memang punya ingatan yang
buruk. (Menatap ke depan, mencibir)
Itulah kebiasaan bapak. Waktu saya kelas 8, bapak belum mengenal saya. Padahal,
bapak sering masuk dan mengajar di kelas saya. Hanya saja, perhatian Bapak ke
arah yang lain. (Menatap ke depan, mencibir)
Bukan di kelas 8, bapak mengenal saya. Tapi sebenarnya, bapak mulai mengenal
saya, waktu saya kelas 9. (kelas 9? Masa sih? Selama satu tahun saya
tidak mengenal dia) Bapak masih ingat ga? Dikelas 9.5, waktu hari
senin, ada seorang anak yang pakai seragam pramuka. (Menatap ke depan) Sementara yang lain berseragam putih, anak
tersebut berseragam pramuka. Pakai sandal, tidak membawa buku dan pulpen. Ingat
ga, Pak? (oh… dia orangnya. Iya..ya… ya. Saya ingat. Saya ingat sekarang. Anak
itu pakai seragam pramuka. padahalkan hari senin. Cari masalah saja)
bapak pasti sangat mengingat peristiwa itu. Karena begitu bapak masuk ke
ruangan saya, saya sedang memukul meja dan bernyanyi. Bapak marah, kemudian
saya dipanggil ke depan, kuping saya dijewer, hidung saya disentil. Ditambah
lagi, saya yang pakai seragam berbeda dan memakai sandal. Hukumannya pun,
ditambah pula. (Menatap ke depan, mencibir)
Terus, pas bapak mendikte pelajaran,
saya sama sekali ga mencatat. Karena saya ga membawa pulpen dan buku. Bapak
semakin marah. Dan akhirnya mengeluarkan saya dari kelas. Saya dihukum diluar
kelas sampai ganti pelajaran. Saya sangat bahagia sekali waktu itu. (Bahagia?
Aneh. Dasar anak nakal).
Bapak guru yang saya hormati dan saya banggakan. (dia
merayu) sekali lagi saya mohon maaf, kalau mengganggu waktu bapak,
untuk membaca surat ini. Saya lanjutkan ceritanya ya, Pak. (ya udah, lanjutin aja sih)
saya mau mengucapkan terimakasih, sama bapak. Karena waktu itu bapak sudah
mengenal saya. Tapi sayang saat itu bapak belum mengenal nama saya. (Emang
ya?) Dari kelas 8 bapak mengajar, hari itulah, kali pertama, bapak
mengenal saya. Saya senang sekali. (anak aneh) Bapak masih ingat ga,
siapa orangnya yang sering, tidak mengerjakan PR? (siapa lagi kalau bukan si Rendy)
dan itu lah saat-saat pertama kali, bapak mulai mengenal nama saya dengan baik.
(Menatap ke depan, berpikir) Bapak sering memanggil saya ke depan. “Rendi! Sini kamu!” “Rendi!!! Kamu lagi!
Kamu lagi!” begitulah biasanya bapak menyapa saya. Rendy, anak yang nakal.
Rendy, anak yang suka buat gaduh di kelas, Rendy, anak yang sering bolos
sekolah, Rendy, anak yang sering dipanggil kekantor dan lain-lain. Seperti
itulah, akhirnya, semua orang mengenal saya. (terus kenapa memang? Bangga?)
Ohya, bapak masih ingat ga, waktu ban motor bapak kempes,
dan cangklong penutup businya hilang? (Jadi….?!!! berdiri) waktu
itu, bapak marah-marah ke setiap kelas, mencari siapa pelakunya. Tapi sayang,
sampai sekarangpun, bapak belum tahu siapa pelakunya. Bapak mau tahukan siapa
pelakunya? (kalau sampai ketahuan orangnya, saya akan beri dia pelajaran. Waktu
itu, pulang sekolah, saya harus mendorong motor sejauh 2 KM, gara-gara ban saya
kempes. Sudah panas, perut lapar. Lengkap sudah penderitaan). Ayo tebak,
siapa kira-kira pelakunya? (yah.., main tebak-tebakan lagi)
saya lah pelakunya, Pak. (Tuh kan! Sudah saya duga. memang dia
orangnya! Songong sekali dia! Ini ga boleh di diamkan. Saya harus segera
mengambil tindakan. Tapi… si Rendi kan sudah 2 minggu tidak masuk sekolah.
Kabarnya, dia mau dikeluarkan dari sekolah. Bagaimana saya ngasih pelajaran
buat dia? Surat? Jadi penasaran juga).
Bapak guru yang baik hati. (gombal) sekali lagi, Rendi
mohon maaf sebesar-besarnya, atas kejadian itu. Bapak pasti marah sekali
mendengar ini. Saya sama sekali tidak dendam sama bapak. Saya tidak benci sama
bapak. (iya tapi kenapa kamu tega melakukannya? Dasar nakal!) dalam
surat saya yang singkat ini, saya mau membuka sebuah rahasia. Rahasia tentang
diri saya. (rahasia?) Saya, melakukan semua perbuatan itu, dengan sengaja,
Pak (sengaja?!)
iya, betul. Saya sengaja melakukan semua perbuatan itu. Termasuk, saya, yang
membocorkan ban motor bapak, saya, yang sering tidak mengerjakan PR, saya, yang
sering melanggar peraturan, saya, yang sering membuat masalah, dan juga
termasuk saya, sengaja memakai seragam pramuka di hari senin. Semua itu saya
lakukan karena sengaja. (berpikir) Saya sengaja melakukannya,
dengan tujuan…. agar Bapak, dan para guru-guru yang lain, mengenal saya. (dialog diulang dua kali) (berpikir) Maaf ya, pak. Saya menilai bapak, adalah tipe
seorang guru yang sangat pelit mengenal murid-muridnya. Saya bisa tebak kok,
berapa orang murid, di sekolahan ini, yang bapak kenal dengan baik. Resiko
menjadi murid, ya seperti itulah. Tidak semuanya, bisa di kenal sama gurunya.
Kecuali, murid yang paling pintar,
murid yang paling ganteng, murid
yang paling cantik, murid anak orang
kaya, dan terakhir adalah murid yang
paling nakal. (Menatap ke depan, berpikir) Begitulah umumnya, murid yang
dikenal sama guru. Saya bukan kriteria murid yang paling pintar dikelas, Pak. Saya
butuh belajar yang keras, dan waktu yang sangat lama, supaya menjadi ranking I.
Saya juga bukan murid yang paling ganteng, apalagi anak orang kaya. Hanya dengan
cara menjadi anak nakal, saya bisa dikenal sama guru, termasuk sama bapak.
(berpikir).
Semenjak saya kelas tujuh. Saya menjadi murid yang
biasa-biasa saja. Dan resikonya, saya tidak dikenal sama guru. (Menatap ke depan, berpikir) Pengen…
bangat rasanya, kalau Bapak masuk ke kelas, saya juga mendapatkan perhatian
yang khusus dari Bapak. Bapak menatap saya, dengan penuh perhatian. Memanggil
nama saya… “Rendy, bagaimana kabar kamu
hari ini?” “Rendy, kamu terlihat kurang bersemangat, kamu sakit?” “Rendy, jangan lupa belajar ya.”
Bahagia rasanya, kalau saya mendapat sapaan seperti itu. Oleh karena itu, saya
memutuskan untuk mengambil tindakan ini. Menjadi anak nakal. Dan akhirnya, misi
sayapun berhasil. Saya bisa dikenal sama guru, bisa dikenal sama semua orang. (Menatap ke depan, sedih, berpikir)
Kenapa sih, Pak. Mesti murid yang paling pintar, yang selalu dikenal sama guru? Kenapa sih, mesti
jadi yang paling ganteng dan cantik, supaya menjadi anak emas guru? Dan kenapa juga harus
menjadi nakal dulu, baru guru
tersebut menjadi perhatian? Tidak
adakah kesempatan, buat orang seperti saya, bisa dikenal sama guru? Bukankah
seharusnya, setiap murid itu mendapatkan hak
yang sama? (Menatap ke depan, berpkir)
Rendy bukan anak nakal, Pak. Tapi Rendy
anak yang sengaja nakal. Jangan samakan Rendy dengan anak-anak nakal yang lain.
(Menatap ke depan, berpkir) Waktu di kelas 7, Rendy anak yang patuh dan
rajin. Tapi sayang, Rendy bukan termasuk anak yang paling pintar. Bukan anak
yang paling ganteng, juga bukan anak orang kaya. Saya cemburu, Pak. Karena
Bapak Guru, sudah pilih kasih sama murid-muridnya. (Menatap ke depan, sedih, berpikir)
Saya melakukan semua ini, agar Bapak mengenal saya dengan
baik. Buat saya, ketika seorang guru mengenal muridnya adalah kebanggaan
tersendiri. Saya berpikir, saya akan lebih mudah memahami pelajaran, kalau guru
tesebut mengenal saya dengan baik. Ketika Guru lebih perhatian. Maka muridpun
akan menjadi perhatian sama pelajaran. Mugkin, begitupun sebaliknya. (Menatap ke depan, sedih, berpikir).
Guru itu, digugu dan ditiru. Dan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Saya
rasa, bapak memahami kata-kata itu. (Menatap
ke depan, berpikir).
Ohya, Pak. Kabarnya,
saya mau dikeluarkan dari sekolah, karena saya tidak masuk selama 2 minggu. Saya
sakit, Pak. Tapi, kalau memang saya harus dikeluarkan dari sekolah, saya akan
terima. Mungkin, inilah saat-saat perpisahan kita. Inilah sebuah takdir, yang
harus saya terima. Inilah upah, karena saya pengen dikenal sama guru. Ini salah
saya. Buat saya, Bapak dan para guru yang lain, adalah orang-orang yang
terbaik. Jasa-jasamu, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Saya ingat semua
perkataan Bapak. Saya hafal betul semua nasehat-nasehat Bapak. Dan Insya Allah,
saya mengerti apa yang sudah Bapak ajarkan kepada saya. (Menatap ke depan, sedih, berpikir)
Ohya, Pak. Semua PR-PR dari Bapak, sudah Rendy kerjakan
semua. Rendy sengaja tidak mengumpulkannya dengan alasan tadi. Maaf ya Pak.
Telah membuat Bapak jengkel, soal sepeda motor Bapak yang kempes. Rendy
berjanji, Bapak akan selalu Rendy ingat. Guru adalah orang tua. Guru tidak ada
bekasnya. Bapak adalah guru Rendy.
Terakhir, saya akan mempersembahkan sebuah lagu, sebagai
tanda terimakasih saya, untuk para guru. Meskipun hanya dalam bentuk tulisan.
TERPUJILAH WAHAI ENGAKAU IBU BAPAK GURU…
NAMAMU AKAN SELALU HIDUP, DALAM SANUBARIKU…
SEMUA BAKTIMU AKAN KUUKIR, DI DALAM HATIKU…
SBAGAI PRASASTI TRIMAKSIHKU, TUK PENGABDIANMU…
ENGKAU BAGAI PELITA DALAM KEGELAPAN…
ENGKAU LAKSANA EMBUN PENYEJUK, DALAM KEHAUSAN…
ENGKAU PATRIOT PAHLAWAN BANGSA…
TANPA TANDA JASA
Terima
kasih atas segala kebaikan Bapak.
Wassalam
RENDY
Bantargebang, 9 Juni
2010
By. Zahari
0 Response to "SURAT BUAT GURU"
Post a Comment