Monolog
RUMAH DAN
TETESAN
Karya Riris K.
Toha
SEORANG
IBU LUNGLAI MENYENDER KE POHON BERINGIN, SEBENTAR-SEBENTAR MATANYA MENENGADAH
MENEMBUSI RIMBUNAN DAUN SEOLAH MENCARI DAN TERUS MENCARI. JARINYA MEREMAS
PUNDAK. PAKAIANNYA IKUT BERGELOMBANG BERGOYANG MENCARI DAN TEROMBANG-AMBING. IA
GELISAH TAK PUAS DENGAN APA YANG DISAKSIKANNYA. TANGANNYA KADANG MENGGAPAI,
INGIN MENCAPAI RANTING TERBAWAH YANG JUGA TAK KUNJUNG DAPAT DIDEKAPNYA. SUDAH
PASTI IBU INI SEDANG BERSEDIH, BINGUNG, DAN MEMERLUKAN BANTUAN. AKAN TETAPI,
SIAPAKAH YANG DAPAT MENOLONG SESEORANG YANG PIKIRANNYA, PIKIRANNYA….
BINGUNG
BERTANYA, BERKATA, SEPERTI BERBISIK, BERTANYA MEMBAYANGKAN. MUSIK
Rumah.
Rumah. Apa sebenarnya rumah tangga? Apa hubungan rumah dengan tangga? Mungkinkahkah
maksudnya dengan atau melalui tangga memasuki rumah? Rumah yang tinggi, berarti
terhormat dan terpuji?
Bayangkanlah
sebuah rumah, ya rumah. Ada
tangga memasuki pintu utamanya. Berarti tangga itu harus kuat, untuk menyangga
anggota rumah, seluruh keluarga berikut tetamu yang berat badannya
berbagai-bagai.
Bukankah
harusnya begitu ? Nanti bisa ambruk trangganya, roboh, bisa menimpa orang yang
ingin masuk. Mungkin saja orang yang berat badanny tak terkira, ambruk menimpa
rumah. Roboh tangga barangkali tak seberapa dibandingkan dengan robohna rumah.
TERINGAT
Ini
mirip debngan apa yang secar ironis dikatkan Navis.
Bagaimana.
Adakah hubungan rumah dengan tangga dengan keluarga bahkan nilai kehidupan ?
Rumah
dengan tangga dihuni beberapa orang, yang bisa dan biasa disebut keluarga. Ini
lagi. Keluarga Apa pula keluarga? Kalau di dalamnya tidak ditemukan sejahtera?
Kalau anggotany cubit-cubitan gara-gara mainan apalagi tendang-tendangan karena
warisan?
BERTANYA
LAGI
Rumah
! Rumah!
SENTUH
TIANG
Apa
itu rumah tangga? Apakah rumah tangga untuk dinaiki?
MENCOBA
MENAIKI
Mungkin
untuk dihuni? Karena itu tak perlu heran aku sebagai ibu dinaiki dan selalu
dihuni? Untuk kebiasaan serupa sehingga tak berpikir, tak bertanya, apalagi
bertindak? Bagaimana dengan tetekku yang digantungi, dan cinta kasihku
dinikmati beramai-ramai. Pagi dan sepanjang hari oleh anak-anak dan malam gelap
hingga dini hari oleh….
MUSIK
Sepanjang
hari melelahkan namun menyenangkan dan di kala malam, oleh lelah dan keseharian
tak banyak rasa.
MENJELASKAN
Keringkat
mengusahakan rumah, tetesan cinta yang tak pernah diperhitungkan dan tak perlu
dipertanyakan
MEMASTIKAN
Manusia
yang senantiasa memerlukan perhatian dan pengakuan. Anggota keluarga yang
bagaimanapun saling memerlukan, diaku dan diragu. Ternyata rumah tangga dan keluarga sama saja. Semua perlu
diusahakan.
MENEGASKAN
PADA DIRI
MERENUNG
Mestinya,
aku adalah salah satu darinya. Ibu gagal karena tak bisa mengurus anak, tak
sanggup mengatur belanja dan memolisi
rumah tangga
Inu
rumah tangga. Ini lagi.
SEOLAH
MEMAHAMI
Ibu
yang harusmu tinggal di rumah dan suaminya pergi ke luar. Ibu yang wajib
mengurus dan menemani anak-anaknya, memandikan dan mengobatinya kalau terluka. Terus
terang, aku menampar dan melempar anak yang menangis. Aku terganggu
kebisinganya.
TERSADAR
Bukankah
aku ibu dirumah yang harus tenang? Mungkin itulah sebabnya aku dimasukkan ke
dokter dalam kategori ibu rumah yang kalah. Karena tak kuasa memahami anak.
Gapang panik kala suami terlambat pulang. Ih, enentu ,yang lebih tahu, dan suka
berkata tanpa periksa.
KEPADA
PENONTON
Ini,satu
contoh yang aku berikan pada dokter waktu itu. “sekali aku sedang bekerja – tak
perlu kamu tanya apa dan bagaimana – Si Amat merengek minta ke belakang. Lalu tanganku menunjuk tempat ke
mana ia harus mengantar kepentingannya itu. Dia ingin ku antar sendiri. Sehingga mulailah
dia merengek. Rengekannya menjengkelkan,
namun kepalaku tetap menekuni pekerjaanku sendiri, dan tak peduli pada
tangisannya. Setelah lama-kelamaan suaranya
menghilang, akupun lega. Tetapi di tengah bekerja dan berpikir,
tiba-tiba bau kotoran memenuhi ruangan dan tentu saja aku naik pitam. Kataku.
Siapa yang menyuruh kamu berak di celana ? jawabannya lirik : “Ibu”
Disitulah
aku tersadar. Rupanya hentakan tanganku yang keras dan tegang telah mengingatkannya
pada dongeng sebelum tidur yang pernah kuperagakan asal-asalan.
SAMBIL
MENGGELENG, MENGENANG
“ kisah
anak bebek yang pergi air setiap kali ibu bebek mengangkat tangan!”
PADA
DIRI, KECEWA
Perempuan
tanpa potongan rumah tangga. Ibu yang tak mampu bahkan menuturkan sebuah cerita
pada anak yang mendambakannya. Tak heran kalau hari ini banyak telpun berdering
menfghaturkan selamat untuk hari jadiku, namun tah satupun anak-anak
mengucapkan hal yang sama.
Suamiku
malah pergi ke luar kota .
Katanya ada rapat mendadak. Anak gadisku yang besar, dengan sengaja
berlama-lama di rumah sahabatnya. Ia menelpon berkata : “ Jangan di tunggu,
Ibu.” Untunglah ada urusan pekerjaan, dan mondar-mandir aku memberi saran. Agar
semua pekerjaan yang kuinginkan ditangani dengan baik.
KECEWA. KARENA MENGHARAP
Semula
kukira aku perlu tinggal di rumah.
GERAKAN
. PADA AYAH DAN IBU DI KUBUR
Apa
kabar bunda dan bagaimana ayah. Aku senang kau berdua sudah tenang di surga.
Tak harus lagi mengurusi keluarga dan
tak perlu meminta perhatian mereka. Enak sekali, tak harus dihormat, tak perlu
dipamiti, apalagi tak penting dianggap berharga.
Ketika
aku kecil, ayah selalu memotretku kala berhari jadi. Lalu aku mendapat sepotong
ayam yang ku nanti-nanti sepanjang tahun. Semua mata memandang di meja makan,
semua mata menginginkan potongan ayam lainnya, yang biasanya diserahkan
untukmu.
Nikmat
mestinya menjadi ayah, itu yang ku percaya. Tempat dudukmu berbeda. Kau selalu
dihormat dan disanjung bunda. Anak-anak juga patuh tanpa Tanya jawab.
BERGERAK
Tadi
aku melintasi gedung tinggi di Kuningan, lantai tertinggi tempat aku
sehari-hari bekerja. Seperti anak kecil, kubayangkan, alanganh senang menjadi
pemimpin disana. Dengan kursi khusus, telpon yang harum, toilet yang selalu
berkilap bersih dan bunyi siramannya menenangakan. Serupa suara lembutyang mam
pu mredakan tets keringat cinta. Banyak pembantu, asisten yang siap sedia
menjawab pertanyaan dan melaksakan keinginan.
Tinggi
sekali ayah bunda.
Dari
jauh kotak-kotak pembatasnya bagaikan mari regal yang siap dimakan Hans dan
Gretel. Lalu mereka berdua yang lari mencari ayah ibunya terhenti oleh sapaan
kupu-kupu siang. Bajunya bagus, badnnya harum, pelukannya hangat.
HARU
Pemandangan
yang menyenangkan hati dua anak yang dicampakkan ibu dibiarkan ayah, kehilangan
kasih sayang. Aku tak sanggup memikirkan apa yang terjadi pada anak-anak itu.
Hanya dengannya aku merasa, bagaimana impian mencapai yang tertinggi tidak
sepenuhnya membuatku lengkap.
Dulu
kau berdua menyuruhku sekolah setinggi-tingginya. Aku mendapat banyak dari
mahaguru yang berjenis-jenis kemampuannya. Mahasiswa, masa membca dan membuka
cakrawala, dan umur mendesakku untuk menguasai sendiri pengetahuan yang aku
perlukan.
Banyak
tekanan sesudahnya. Dalam raihan kehidupan, angina berhembus menantang,
menggoda menghembus pohon yang semampai meninggi.
Makin
jauh ketas, makin sepi disana. Tak banyak teman berpikir, sedangkan kau berdua
sudah sangat egois memikirkan dunia. Sekolah tinggi, ya segalanya yang meninggi.
Membawa cerita dan deritanya sendiri.
PADA
KUBUR AYAH
Sama
seperti setiap kali aku berpamitan padamu, hendak ke pesta dansa. Kau
menyuruhku menghadap bunda dan memintanya menyiapkan segalanya.
Lelaki
yang beruntung menjadi kencanku berdebar menunggu di ruang depan. Ia
mematut-matut kaos kakinya yang setiap kali diangkat, turun kembali kehabisan
daya elastisnya.
Lalu
kaumenemaninya. Tanpa pertimbangan kau menanayai : “apa pekerjaan, dulu sekolah
dimana dan siapakah orang tuanya.”Kau selalu bertindak sebagai petugas sensus,
dengan kalkulator menghitung kemungkinan
setiap laki-laki yang mendekatiku.
MENGENANG
Bunda
sibuk mendandaniku sambil mencubit pipiku memerah tiap kali Guntur disebut. Tanpa kumau, dandananku
melebihi selera zaman sehingga aku menjadi tontonan menarik bagi kawan-kawan.
Kata
mereka : “ Lihat, anak kelas kita segera menjadi orang tua” Aku tak peduli
dengan ejekan yang berbau cemburu itu.
Yang
menjengkelkan hanya
KESAL
sepatu
berhak tinggi
PEGANG
/ TUNJUK KAKI
yang
kata bunda menebitkan selera.
TERINGAT
Aku
berjalan seperti kijang yang diikat, digiring tukang angon dan menjadi pengisi
setiap nada di lantai dansa. Dan ketika berdansa ? kakiku ringan, langkahku
cepat, dan semua mata memandang membuatku lupa daratan .
MENARI
Lalu
hingga pagi aku pulang kerumah, kakiku lecet, betisku kejang, dan sudah pasti
tulang punggungkubergeseran.
KEPADA
PENONTON
Hak
tinggi, sepatu tinggi yang menmbangkitkan birahi. Ternyata hanya menyiksa diri
sendiri.
KE ATAS
Segal
yang tinggi dengan resiko dipandang, tak lama akan tumbang.
BERGERAK,
PADA KUBUR IBU
Aku
menyesaltak mendengarkan nasehatmu, Bunda. Aku jadi kesal, tak percaya pada
pentingnya merancang mengusahakan kehidupan. Bahwa bukan hanya yang tinggi yang
digapai. Tetapi lebih penting apa dan tinggi mana yang sesuai.
Aku
juga sesal tak pandai membwa diri. Aku selalu bimbang dan kaku serumah dengan
yang tidak selalu serupa denganku.
Teladanmu
yang selalu, mau mendengar apalagi memberikan hanya sekarang baru menembusi
kesadaran. Ayah tak banyak menegur, yang selalu membesarkan jiwa. Dulu ku kira
ingin memagari, padahal kehendaknya aku berani menjadi diri.
Sudahlah
ayah bunda, tenanglah disana biar aku kembali melanjutkan perjalananku.
KE
PENONTON
Seorang
ibu yang memandangi rantai beringin, yang gemetaran mencari jawab
Dan
menemukn dirinya dihembus angin.
Sepatunya
tinggi, tempatnya lebih tinggi. Ilmunya sangat tinggi, yang di kiranya
melindungi. Tertinggi tetapi tidak lengkap, begitu katanya meninggalkan ayah
ibunya. Ia lalu pulang bergairah dengan beberapa pilihan. Mau berjalan terus
atau menyerah dan berhenti memberi. Ia pilih yang pertama
Dan
sekarang ia sedang melangkah, Masih lunglai tetap yakin, Bahwa hidupnya bukan
semata mengejar rumah tangga bahagia.
Ia
lebih memburu kehidupan raya yang sejahtera.
Teman-temannya
sudah banyak yang jau lebih merdeka. Katanya mencari nilai-nilainya sendiri.
Tak
seberapa yang memperjuangkan kehidupan bersama. Bahkan terlalu banyak yang
mendeakan kehendak, Membela yang penting hanya baginya.
Seorang
ibu yang punya banyak, hanya kesepian. Yng mencari tangga untuk sebuah rumah.
Yang
mandi tetesan rumah. Yang basah kuyupan kerja.
Ia
menemukan, Bahwa kalau bukan sebuah keluarga kokoh, Ia mendamba bahagia banyak
orang.
Karena
bahagia diciptakan untuk setiap kita.
Karena
bahagia bukan hanya milik yang beruang, Tidak diciptakan khusus bagi yang
berpendidikan, Dan juga bukan monopoli anak-anak.
Bahagia
adalah kita semua. Yang menerima dan menyerahkan. Yang serumah dengan
perbedaan.
SELESAI
0 Response to "RUMAH DAN TETESAN"
Post a Comment