TERIAKAN-TERIAKAN SUNYI
(Pelarian Calon Mayat)
Oleh : R. Giryadi
PANGUNG GELAP
TIBA-TIBA
CAHAYA SENTER BERKELEBAT. BERKEDIP-KEDIP SEPERTI HURUF MORSE. SUARA
BERGEMERINCING. CAHAYA SENTER BERSAHUTAN. SUARA GEMERINCING. SUARA ORANG
BERLARI. CAHAHAYA SENTER BERKELEBATAN. SEORANG MENGGELEPAR. CAHAYA SENTER
MENANCAP DALAM TUBUHNYA YANG PENUH LUKA. SEPI. CAHAYA SENTER SALING
BERPANDANGAN.
II.
CAHAYA BIRU
CAHAYA SENTER BERTERBANGAN KE UDARA. CAHAYA SENTER
BERKELEBAT DI GEROMBOLAN ORANG-ORANG. CAHAYA SENTER BERKELEBATAN PADA SILUET
ORANG MENYERET MAYAT. SUARA TANGIS. CAHAYA SENTER BERLARIAN DIBALIK LAYAR,
MENGIKUTI IRING-IRINGAN MAYAT.
III.
TIRAI PUTIH TURUN.
DALAM
PROSESI PEMAKAMAN. ORANG-ORANG TERTUNDUK LESU. HANYA MAYAT YANG TAMPAK BAHAGIA.
ORANG-ORANG MENYANYIKAN KIDUNG BISU, LAGU ORANG-ORANG DUNGU.
BENDERA PUTIH
Naaaaaaaaaaaaaaaaaaaaddddddddd!!!!!
Mengapa orang-orang membawa kelewang, panah, kapak, dan bedil. Sepatu lars itu
terus berderapan setiap malam. Lolong anjing dan angin menebarkan bau bacin.
Naaadddd. Mengapa kau ajarkan aku tentang kehormatan, kalau orang-orang pada
tega saling membunuh.
(Suara gagak melengking. Angin basah. Suara gagak menjauh)
Naaaaddd! Jalan ini sudah aku tempuh berjuta-juta
mil. Tetapi suara sepatu lars, desing bedil, dan gerit kelewang, masih saja
terasa menguntit diriku. Dunia seperti mengkerut sebesar jeruk purut.
Berjuta-juta mil yang aku jalani, rasaya seperti berputar-putar pada semangkuk
sup. Kemanakah arah yang harus aku tuju,
Nad?
(Suara gagak. Berputar-putar)
Nad. Jalan beraspal lumer oleh ratap tangis.
Sementara rumah-rumah menjadi kamp-kamp para calon mayat berselimut kain kumal.
Wajah mereka digerogoti rasa takut. Para serdadu mengejarinya dengan mata penuh
panah. Memburunya sebagai anjing liar, yang menggondol sekerat daging dari
tong-tong sompah, sisa para borjuis bermantel beludru, sampai jauh menyeberangi
cakrawala.
Nad! Aku melihat mereka menembak orang-orang dari
belakang. Sementara takbir mereka tak pernah usai.
(Suara gagak melengking. Angin bertambah kencang)
“Tangkap para anjing liar itu!” Suaranya
menggeram-geram, Nad. Mereka dimasukan ke dalam karung dan diseret menuju
kamp-kamp bawah tanah, tempat mereka menjadikan para tawanan sebagai maneqin.
KOOR
:
uuuu…uuuuu…uuuuuuu
ADA
YANG TERTAWA :
aaaa…aaaaa…aaaaaaa
ADA
YANG MENGHARDIK :
ssss….sssss…sssssss
ADA
YANG MENGHARDIK :
ssssseeeeetttttt
ADA
YANG TERTAWA :
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
SEMUA
MENGHARDIK : STOP
ADA
YANG TERTAWA :
hahahahahahahahahahaha
(MENGGEMA-GEMA)
SEMUA
MENGHARDIK :
diam!
ADA
YANG TERTAWA : (TERPINGKAL-PINGKAL)
SEMUA
MENGHARDIK :
JANCUK!
ADA
YANG MENGHARDIK :
stststststststs
III. HENING. DIAM. BEKU. HANYA YANG TERTAWA TAK BISA
BERHENTI. KEJANG-KEJANG. TAK BERGERAK. MATI.
ADA
YANG MENANGIS :
uuuuuuuuuuuuuuuuuu
ADA
YANG MENGHARDIK :
seeeeeeeeeeettttttttttttttt
IV. TIRAI PUTIH SEMAKIN TURUN. GELAP. CAHAYA
BERKELEBATAN. SUARA GEMERINCING. SILUET RAKSASA. ORANG-ORANG KALANG KABUT.
TIRAI PUTIH SEMAKIN TURUN. CAHAYA BIRU. ORANG-ORANG TERKURUNG. MERONTA. RAKSA
TERTAWA. HILANG.
15. BENDERA PUTIH
Kalau para serdadu itu manusia, Aku akan melawannya
secara membabi buta. Kalau saja ia punya hati nurani, pasti aku melawannya
dengan sekuat tenaga. Akan aku tantang si Perkasa berkelamin ganda itu satu
lawan satu. Sehingga mereka atau kami
tahu sama tahu, siapa yang kesatria di antara manusia-manusia di bumi ini.
Nad! Sserdadu itu bukan manusia, bukan hewan, dan
juga bukan setan. Mereka makhluk hidup yang lahir dari dubur para penguasa
sebagai makhluk yang dibesikan. Makhluk yang sama sekali tak bisa mati. Makhluk
yang diciptakan oleh peradaban besi. Aku tak bisa melawannya. Para makhluk besi
itu hanya bisa menggerakan tangan, kaki, dan otot-otot kelaminnya. Mereka hanya
bisa membunuh dan membuat perempuan-perempuan menjadi tak perawan.
V.
ORANG-ORANG DIAM. KELUAR DARI TIRAI BELENGGU. TIRAI PUTIH NAIK KE ATAS. ATAS
SEKALI. ORANG-ORANG MELIHATNYA DENGAN PERASAAN CEMAS. MEREKA MENARI-MEREKA
MENYANYI.
KOOR
:
uuuu..uuuuu..uuuuuuu
(DST//SEPERTI LAGU INDONESIA RAYA)
ADA
YANG BERJOGED :
uuuu..uuuuu..uuuuuuu
(SEMUA IKUT U)
SEMUA
BERJOGED :
uuuu..uuuuu..uuuuuuu..
ADA
YANG LAIN :
oooo..ooooo..ooooooo
(SEMUA IKUT O)
YANG
LAIN LAGI :
iiii..iiiii..iiiiiii
(SEMUA IKUT I)
LAIN
LAGI :
aaaa..aaaaa..aaaaaaa
(SEMUA IKUT A)
LAIN
:
eeee..eeeee..eeeeeee
(SEMUA IKUT E)
TAMBAH
LAIN : AAAA..IIIII..UUUUUUU..EEEE..OOOOO
VI.
SEMUA TERCENGANG. HENDAK MENGIKUTI. TETAPI TIDAK ADA SUARA. TAMBAH LAIN SEMAKIN
NYARING NYANYINYA. YANG LAIN HANYA BERGERAK-GERAK MULUTNYA SAJA. BERUBAH JADI
TOPENG. BISU. TAMBAH LAIN NYANYINYA SEMAKIN NYARING, SENYARING-NYARINGNYA.
SEMENTARA ITU, TOPENG-TOPENG BERUSAHA MENGIKUTINYA.
HAMPIR
BISA :
A..A..A..A..
(GIRANG//OUT
STAGE//CAHAYA SENTER MENGEJARNYA).
HAMPIR
BISA : (BERLARI TERUS//CAHAYA SENTER MENGEJARNYA).
HAMPIR
BISA : (BERDIRI DI POJOK)
A..A..A..A..
PARA
PENGEJAR : (MENIRUKAN)
VII.
SEMUA KOMPAK MENYANYI.
ADA
YANG BATUK :
huk..huk..huk..
TETAP
MENYANYI :
A..A..A..A..A.
ADA
YANG BATUK : (SEMAKIN MENJADI)
huk..huk..huk..huk..
TERGANGGU
:
ASU..
TETAP
MENYANYI :
ASU..
ADA
YANG BATUK :
ASU..ASU..ASU..
TETAP
MENYANYI :
ASU…ASU..ASU..
VIII.
KEMUDIAN MEREKA BERKEJARAN. LARI TUNGGANG LANGGANG. KESANA KEMARI. SAMPAI
KEPENONTON. KALAU MEMUNGKINKAN SAMPAI KE LUAR. SAMPAI KETEMPAT YANG TAK
TERHINGGA. GELAP.
BENDERA PUTIH
Naaaaaaaaaaaaaaaddddddddd. Inilah pelarian para
calon mayat dengan setumpuk harapan dipundaknya yang legam, karena memanggul
keranda gapuk yang lama disimpan dilorong-lorong sunyi. Inilah
perjalanan, menuju pemakaman. Dari Pulau Nasi sampai Meraoke, aku sibuk
menggali kubur sendiri, tanpa tangis, tanpa belasungkawa, tanpa karangan bunga
dari teman sejawat.
Di
dalam tubuhku sendiri, aku bertikai dengan kemarahan yang meledak bersama
desingan peluru yang menghancurkan artefak-artefak kesucian. Aku tidak mempunyai
senjata,Nad. Senjataku yang mutakhir adalah kebencian. Berabad-abad lamanya,
aku tanam senjata di tanah tandus Yunani, Mesir, Afrika, Armenia, Bosnia,
Afghanistan, Jerman, Amerika, Australia, dan Aceh, dan Kalimantan, dan Maluku,
dan Timor, dan Meraoke, dan Jakarta.
Aku tumbuh menjadi senjata yang menakutkan para
kolonialis maskulin yang benci kemiskinan. “Kebencian kami pun tak bisa
dipadamkan!” Inilah senjata turun temurun yang aku ajarkan kepada seluruh
‘tentara-tentara’ anak cucu yang mati kelaparan di gurun-gurun, di bukit-bukit
tandus, dalam hutan-hutan belantara, atau di kamp-kamp tawanan. Kebencian,
kecemasan, ketakutan, menjadi misiu.
IX.
CAHAYA SENTER YANG TERKECIL SETELAH BEBERAPA DETIK MENGHANTAM WAJAHNYA YANG
PUCAT PASI. EKPRESI KOSONG. BESAR TAPI TIDAK BERISI.
SENTER
KECIL :
asuuuuuuu……
(BERJALAN
MENGENDAP NGENDAP, SEPERTI MEMBAWA BEBAN YANG BEGITU BERAT).
SENTER
SETENGAH : (SUARANYA ANEH)
asssuuuuuuu….
(CAHAYA
SENTER MENYANTAP JIDATNYA YANG BERKERUT)
SENTER
TANGGUNG :
aaa…sss…uuu
(TERGAGAP
TAPI LANTANG. CAHAYA SENTER MENOHOK MULUTNYA YANG KOSONG)
SENTER
BESAR (SUARA KENDOR DAN JELEK. SEPERTI ORANG BERSENDAWA)
hhhaaaassss….ssssuuuuhhhhuuuu….
(CAHAYA
SENTER MENUSUK MATANYA YANG MURAM)
LAMPU
BESAR : (MENYOROTI BAYANGAN MULUT RAKSASA KEPALA ANJING. SUARANYA BERDETAK
KERAS. MULUTNYA MENGANGA-NGANGA SEPERTI HENDAK MEMAKAN APA SAJA YANG ADA DI
DEPANNYA)
BENDERA
PUTIH
Naaaaaaddddddd.
Jangan takut dengan para jenderal impoten, lelaki berkelamin ganda yang suka
bersolek. Para jendral itu tak lain dan tak bukan, birokrat-birokrat pembunuh
masal, yang naik ke tingkat atas hirarki kekuasaan. Memegang jabatan penting
sambil memberikan perintah untuk pemusnahan orang-orang yang tak berdaya.
Kemudian pensiun ke posisi-posisi yang bergaji tinggi dalam dewan-dewan direksi
perusahaan-perusahaan besar.
Dengan
tangan besinya kita dipecah belah, menjadi persegi-persegi, segitiga-segitiga,
lingkaran, setengah lingkaran, dengan warna-warna dingin, pucat, bagai Guernica
di kanvas Picasso.
Naaaaddddd!
Kita sama-sama mengutuk perang. Tetapi, suara kita patah dalam gedung-gedung
bercat putih, suara-suara agitatif dalam layar biru TV, dan dipesta-pesta musim
dingin.
(Suara gagak. Angin bertambah dingin)
Kebencian
ini menjadi terasa lebih menakutkan daripada bahaya perang, Naaaaaaddddddd!
Kebencian ini lebih dasyat ledakkannya daripada bom nitrogen yang dibuat para
dewa-dewa perang. Kebencian ini hanya membutuhkan satu tombol dari sang
jendral, maka perang lebih mengerikan akan terjadi.
“Kita
cukit saja mata ini. Kita jadikan suvenir, bagi kehidupan yang menyakitkan
ini!” Dengan suka rela dan hati lapang, demi menghindari rasa sakit, dengan
rendah hati aku cukit mata ini, dan mereka jadikan cindera mata, pada
orang-orang asing yang menganggap perang ini bagai pertunjukan teater di
bukit-bukit Atena. “Hooooiiii Caligula! Oediphus! Mari kita rayakan kegilaan
ini!”
Perang bagai kiamat yang tak bisa diramalkan. Kami
hanya bisa menipu diri. Menghibur dengan perasaan ganjil dan aneh. Terkadang
kami menyanyikan doa-doa yang diajarkan para leluhur dari dari kitab-kitab suci yang telah dicampakan
dalam lubang tinja, para penguasa.
Aku menyanyikan dengan suara parau, seakan kemerduan
lagu-lagunya telah hilang, apalagi kesucian doa-doa itu. Kami sering tak menyadari, doa-doa itu hanya igauan atas
kecemasan yang terus menguntit sepanjang perjalanan. Aku tak menyadari doa-doa
itu sudah tidak berarti lagi, dibandingkan
sepatah kata para tiran di depan mikropon.
X.
CAHAYA SENTER KALANG KABUT. MEREKA BERPERANG MELAWAN KEPALA ANJING.
TOPENG-TOPENG BERKELEBATAN. MENJADI BESAR KECIL DENGAN IRAMA YANG KACAU, MEREKA
MELAWAN KEPALA ANJING YANG HENDAK MEMAKANNYA. INI PERANG BESAR. SEPERTI
CERITA-CERITA DI MAHABARATA. TETAPI SAYANG ANJING ITU TAK BISA DIKALAHKAN. KARENA
ORANG-ORANG SALING SIKUT. SALING TIKAM. SALING CARI MUKA. SALING CARI SELAMAT.
HANYA DEMI KELOMPOKNYA SENDIRI-SENDIRI. (SENTER KECIL. SENTER SEDANG. SENTER BESAR) MEREKA MEMBENTUK KELOMPOK
SENDIRI-SENDIRI. MAKA TAK AYAL LAGI. KEPALA ANJING MENANG TELAK. ORANG-ORANG
ITU PADA KALANG KABUT. HILANG ENTAH KEMANA.
BENDERA PUTIH
Aku baru menyadari, perang artinya pengkianatan atas
manusia. Bukan cerita ke pahlawanan seperti yang telah ditulis dalam epos-epos,
dalam daun-daun lontar, atau kertas lusuh sejarah yang disimpan dalam
museum-museum. Kami baru menyadari, perang bukan cerita-cerita fantastik. Bukan
cerita para hero yang membela kebenaran. Tetapi cerita-cerita para
psikopat yang takut akan kematian.
Perang bukan dunia ksatria, tetapi dunia para banci, berhati culas yang takut
dengan warna merah. Perang hanya
akal-akalan para imperialis impoten yang takut tak dapat jatah darah perawan.
(Suara gagak. Angin bertambah kencang)
Apasalahnya kau ceritakan tentang dunia para Kurawa,
yang dengan culas merebut tahta. Mengapa kau selalu mencibir keculasan. Mengapa
selalu kau cibir kemunafikan. Mengapa kau percaya dengan para ksatria berkulit
kuning langsap, berbahu harum, dan bergemerincing emas berlian? Bukan para
gelandangan yang mengorek-ngorek dunia gelap, dalam pekat hutan?
Aku menjadi tak yakin lagi dengan sebutan manusia
makluk paling sempurna. Bukankah, manusia hanya setetes air mani yang
terjerembab ke rahim. Ia tak lebih dan tak bukan, gulma yang menggerogoti sari
pati tubuh ibu yang sembilan bulan rela membopongnya, meski kelak ia rela
didurhakainya. Manusia hanya setan dengan wajah sempurna. Ia hanya hewan dengan
kelebihan akal dan budinya.
(Suara gagak. Angin menipis. Rintik-rintik
hujan)
XI.
SENTER KECIL : (MENANGIS TANPA AIR MATA//OUT STAGE)
XII.
SENTER SEDANG : (MENANGIS TANPA SUARA//OUT STAGE)
XIII.
SENTER BESAR : (MENANGIS TANPA MATA//OUT STAGE)
XIV.
PROSESESI MENJADI ANJING. DENGAN RASA BANGGA MEREKA MELEPAS KOSTUMNYA. MAKA
KELAMINYA BERGELANTUNGAN SEPERTI BUAH LABU.
BAYANGAN
KEPALA ANJING
Jakioer
maeki mikori..kaieol maikasdfle. Maikoerui maikei masdfekj makik
kaikei…..kaik..kaik..kaik..kaik..anjing…
XV.
KONSER ANJING
SEMUA
BERKAIK-KAIK. ALAT KELAMINNYA, IA JILATI. SALING MENJILAT. KENIKMATAN. SALING
KAIK. KEPALA ANJING HILANG. CAHAYA BIRU. MURAM. TAK BERSUARA. ORGASME.
MENGGELEPAR. TAK BERDAYA. GELAP.
XVI.
NEGERI ANJING
SUARA
BERGEMERINCING. KAING-KAING. BERKELEBAT. CAHAYA SENTER. ANJING BERLARI. KECIL.
TANGGUNG. BESAR. MENGENDUS-ENDUS KELAMIN. KENIKMATAN. BERKAING-KAING.
ANJING
BERSAR TERBAHAK-BAHAK, DALAM CAHAYA TERANG BEDERANG, MELIHAT ANJING-ANJING
KECIL, SALING BERGEMBIRA. MENYANYI :
Aku
punya anjing kecil. Kuberinama….siapa saja. Dia senang bermain-main. Sambil dia
berlari. Siapa huk, huk, huk. Kemari..huk..huk. ayo berkorupsi.
Siapa,
huk, huk. Kemari..huk..huk. mari bunuh diri.
(DIULANG-ULANG
SAMPAI LEDEH)
44. BENDERA PUTIH
Peperangan harus diakhiri!
Nad. Mari kita membangun kerajaan kita sendiri di tengah reruntuhan jiwa sempurna.
Meski tanpa doa dan kain kafan, kita telah mengerti makna peperangan.
(Membungkus mayat. Suara gagak melengking.
Hujan menderas)
Nad. Kegetiran, kemunafikan, keculasan, dan sejarah,
bertumpuk-tumpuk seperti ketika kita menyambut peluru-peluru yang berlomba-lomba menemui sasaran dan
mengantar kita ke kerajaan damai.
Biarkan, kuburan-kuburan tanpa nisan dan bunga-bunga
ini, menjadi pengganti album kenang-kenangan bagi keluarga yang hidup. Biarkan
kenangan ini mengalir dalam darah mereka, karena kebencian meski dirawat dengan
sempurna. Kita harus mengajarkan kepada anak cicit tentang kejahatan. Mereka
harus hidup di antara puing-puing tubuh yang telah dikerubungi rayap dan belatung.
Hanya mereka yang mewarisi keindahan dan keculasan sejarah yang membenci
perdamaian.
Biarkan
gundukan-gundukan tanah ini, menjadi kenangan bagi kami yang tidak memiliki
buku-buku untuk mencatat hari, tanggal, bulan, dan tahun kematian. Anak-anak kita,
hanya bisa mengenangnya. Ia tak punya senjata, Nad. Senjata mereka hanya
kebencian yang telah kita wariskan dengan cara seksama dan dalam tempo
sesingkat-singkatnya.
XVII.
TERIAKAN SUNYI
BULAN
LONJONG NANGKRING DI RANTING KERING. SEEKOR ANJING KIKIK BERLARI KECIL.
KEMUDIAN MENGENCINGI BULAN LONJONG. TIBA-TIBA BERUBAH MEBESAR. BAYANGAN KEPALA
ANJING MENGHARDIKNYA. HINGGA ANJING KIKIK ITU TERPENTAL SAMPAI RADIUS SEJUTA
TAHUN CAHAYA. LAP.GELAP.
KEPALA
BERSERAKAN. CAHAYA BIRU. MENGHARU BIRU PERASAKAN. MEREKA BERTERIAK. TAK ADA
SUARA. HANYA KEPALANYA SAJA YANG BERGERAK-GERAK. MULUTNYA KOSONG MELOMPONG.
TIRAI
TURUN SECARA PERLAHAN. BAYANGAN KEPALA ANJING BERJOGET BEGITU RIANGNYA. CAHAYA
SENTER BERKEDIP-KEDIP MEMINTA PERTOLONGAN. TIRAI SEMAKIN MENURUN. CAHAYA SENTER
BERKEDIP-KEDIP MEMINTA PERTOLONGAN. CAHAYA SENTER KALANG KABUT. TIRAI SEMAKIN
MENURUN. LAYAR BELAKANG SEMAKIN MENURUN. CAHAYA BIRU SEMAKIN MENURUN. SEMUA
MENURUN. MENIMBUN KEPALA-KEPALA SENYAP. GELAP. HANYA CAHAYA SENTER KECIL YANG
BERKEDIP-KEDIP, TANPA DAYA: sssssssssooooooooooooooooosssssssss
Sanggar Teater
Institut
Surabaya,
2002
MERDEKA!
Dor!
*NB
: Naskah ini bisa berkembang sesuai hasil proses. Selamat berlatih.
Biodata
Rakhmat Giryadi, lahir di Blitar,
10 April 1969. Lulusan Sarjana Pendidikan Seni Rupa IKIP Surabaya 1994 ini, selain bergiat
di teater ia juga menulis cerpen, esai, dan puisi. Karyanya selain dibacakan
diberbagai kesempatan, juga dipublikasikan di media massa seperti, Horison,
Surabaya Post, Kompas (Jawa Timur), Jawa Pos, Surya, Radar Surabaya, Suara
Merdeka, Suara Karya, Suara Indonesia, Sinar Harapan, Aksara, Majalah Budaya
Gong, Panjebar Semangat. Sekarang bekerja sebagai wartawan Jatim Mandiri.
Organesasi
:
Persatuan Wartawan Indonesia-Jawa
Timur
Ketua Komite Teater Dewan
Kesenian Jawa Timur (2008-2013)
Buku Kumpulan Cerpen:
Mimpi
Jakarta (2006)
Puisinya termuat dalam :
1. Luka Waktu (1998)
2. Duka Atjeh, Duka Kita Bersama (2004)
3. Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2005)
4. Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2007)
Buku yang pernah dieditori:
Pelayaran
Bunga (Antologi Sastra Festival Cak Durasim 2007)
Scenario yang pernah ditulis :
Rumahku
Rumahmu (2006)
Nasakah
drama yang pernah disutradarai bersama Teater Institut Unesa :
Orang-orang Bawah Tanah (R Giryadi 1994)
Monolog Provokator (R Giryadi
1996)
Monolog Aeng (Putu Wijaya
1996-2001)
Jalan Pencuri (Tengsoe
Tjahjono 1997)
Pohon dalam Piring Tanah
(Tengsoe Tjahjono 1999)
Orang Asing (Ruper Brooke
1994-1996)
Ode Buat Ibu (Urip Joko
Lelono 2000)
Setan dalam Bahaya (El Hakim 1998-2003)
Rashomon (Rheunosuke
Akutagawa 2000-2001)
Monolog Peperangan ( R
Giryadi 2000)
Monolog Biografi Kursi Tua (R Giryadi 2001)
Monolog Teriakan-Teriakan Sunyi (R Giryadi 2004)
Monolog Retorika Lelaki Senja (R Giryadi 2005)
Larung Pawon (Kolaborasi
2007)
Nyai Ontosoroh (R Giryadi
2007)
Monumen-Monumen ( Jujuk Prabowo/R
Giryadi 2007)
Naskah
drama yang pernah ditulis :
Orang-orang
Bawah Tanah (1994)
Orde
Mimpi (1994)
Monumen
(1997)
Serpihan
Kaca Pecah (1997)
Istana
Maya (1998)
Terompet
Senjakala (2003)
Testimoni
(2004)
Hikayat
Perlawanan Sanikem : Nyai Ontosoroh (2006)
Sebelum
Dewa Dewi Tidur (2008)
Naskah
monolog yang pernah ditulis :
Monolog
Peperangan (2000)
Biografi
Kursi Tua (2001)
Bingkai
Kanvas Kosong (2003)
Monolog
Teriakan-Teriakan Sunyi (2004)
Retorika
Lelaki Senja (2005)
Alamat :
R Giryadi
Jl. Merpati I/7 Wismasari, Juanda
Sidoarjo
e-mail : zahiria@yahoo.com
tlp rumah : (031) 8667146
hp:081330657845
0 Response to "TERIAKAN-TERIAKAN SUNYI"
Post a Comment