“AENG”
|
[karya Putu Wijaya]
|
Teater AnonimuS
|
Naskah
Monolog
AENG/
ALIMIN
Karya
PUTU WIJAYA
IA BERBARING DI
LANTAI DENGAN KAKI NAIK KE KURSI. DI MEJA KECIL, DEKAT KURSI, ADA BOTOL BIR
KOSONG SEDANG DI LANTAI ADA PIRING SENG. MUKANYA DITANGKUP TOPI KAIN. DIKAMAR
SEBELAH TERDENGAR SESEORANG MEMUKUL DINDING BERKALI-KALI.
Ya,
siapa itu. jangan gangu, aku sedang tidur.
GEDORAN KEMBALI
BERTUBI.
Yaaaa!
Siapa? Jangan ganggu aku sedang tidur.
GEDORAN BERTAMBAH
KERAS. ORANG ITU MENGANGKAT TUBUHNYA.
Ya!
Diam kamu kerbau! Sudah aku bilang, aku tidur. Masak aku tidak boleh tidur
sebentar. Kapan lagi aku bisa tidur kalau tidak sekarang. Nah begitu. Diam-diam
sajalah dulu. Tenangkan saja dulu kepalamu yang kacau itu. hormati sedikit
kemauan tetangga kamu ini.
(BERBARING
LAGI) Ya
diam. Tenang seperti ini. Biar aku dengar hari bergeser mendekatiku dengan
segala kebuasanya. Tiap detik sekarang kita berhitung. Aku kecap-kecap waktu
kenyang-kenyang, karena siapapun tidak ada lagi yang bisa menahanya untukku. Bahkan
tuhan sudah menampiku. Sebentar lagi mereka akan datang dan menuntunku ke
lapangan tembak. Mataku akan dibalut kain hitam dan sesudah itu hidupku akan
menjadi hitam. Aku akan terkulai disitu berlumuran darah menjadi onggokan
daging bekas. Sementara dunia terus berjalan dan kehidupan melenggang seperti tak kekurangan apa-apa tanpa aku.
Sekarang kesempatanku yang terakhir untuk menunjukan arti. Mengisi kembali
puluhan tahun dibelakang yang sudah aku lompati dengan terlalu cepat. Apa yang
bisa dilakukan dalam waktu pendek tetapi dahsyat?
MENGANGKAT TOPI DAN
MELEMPARKANNYA KE ATAS
Ketika
aku mulai melihat, yang pertama sekali aku lihat adalah kejahatan. Makku di
hajar habis oleh suaminya yang kesetanan. Ketika pertama kali mendengar, yang
kudengar adalah keserakahan. Para tetangga beramai-ramai memfitnah kami supaya
terkubur. Ketika pertama kali berbuat yang aku lakukan adalah dosa. Kudorong
anak itu ke tengah jalan dan sepedahnya aku larikan. Sejak itu mereka menamakan
aku bajingan. (DUDUK) mula-mula aku marah, karena nama itu diciptakan
untuk membuangku. Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya, banyak orang
mengaguminya. Mereka datang kepadaku hendak berguru. Aku dinobatkan jadi
pahlawan. Sementara aku teramat kesepian di tinggal oleh dunia yang tak mau
mengakuiku sebagai anaknya.
SEEKOR KECOA
BERGERAK DI ATAS PIRING.
Hee
bandit kecil kau masih disitu? Kau mau mengucapkan selamat jalan kepadaku, atau
hanya mau merampok rasumku seperti biasa?
Kau tahau apa artinya dibuang? Kau bisa membayangkan bahwa sejumlah
orang di sana merasa berhak menghapus seluruh dunia ini dari mata seorang
manusia. Tidak, kamu tidak tahu. Kamu hanya bisa makan dan berak. Berfikir
bukan tugas kamu.
MENANGKAP
Sekarang
kamu harus menjawab. Bagaimana rasanya terkurung disitu? Bagaimana rasanya
diputus dari segalanya? ketika ruangan kamu dibatasi dan tak ada yang lain lagi
disekitar kamu kecuali gelap, kamu akan mulai meronta. Kamu ingin di
perhitungkan! Kenapa Cuma orang lain yang dimanjakan! Dengar sobat kecil.
bagaimana kamu mampu meronta kalau kamu tahu akan sia-sia? Mereka dahului nasib
kita, mereka lampui rencana kita. Dia yang sekarang berdiri tuh jauh di sana
dengan kaki menjuntai sampai mengusap kepalamu karena kasihan, ya tapi Cuma
kasihan, tidak ada pembelaan, tidak ada tindakan apa-apa yang kongkrit. Mereka
sudah begitu berkuasa!
TIBA-TIBA BERTERIAK
DAN MELEPASKANNYA
Gila.
Kamu melawan? (KETAWA) Kamu
menghasutku untuk melakukan melawan? (KETAWA)
Tidak bisa. Manusia bisa kamu lawan. Tapi dinding beku ini tidak. Mereka bukan
manusia. Mereka bukan manusia lagi. itu sistem yang tak mengenal rasa. Tak ada
gunanya kawan, tidak.
MEMBURU DAN
MENGINJAK KECOA ITU
Kamu
tidak berdaya. Kamu sudah habis (TERTEGUN).
MENOLEH KE TOPINYA
TIBA-TIBA TERSENYUM RIANG
He,
kamu ada di situ Nengsih! Rupanya kamu yang dari tadi melotot disitu. Apa
kabar? Sedang apa kamu sekarang? Kenapa lipstik kamu belepotan? Ada hansip yang
memperkosa kamu? Jangan diam saja seperti orang bego sayang. Ke mari. Masih
ingat pada aku kan?
MENUNDUKAN
KEPALANYA, KEDUA TANGAN DI DEKAT TOPI ITU
Aku
bukan orang yang dulu lagi. kau pun tidak.ketiak kita sudah ubanan. Tetapi kita
pernah bersama-sama membuat sejarah dan itu tidak bisa di hapuskan begitu saja.
sekeping dari diri kamu masih tetap dalam tubuhku dan bagian dari punya ku
masih tersimpan pada kamu. Kita bisa berbohong tapi itu tidak menolong.
MENYAMBAR TOPI
Mari
sayang. Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu aku tonjok, berapa
kali aku elus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kali aku
berikan bahagia. Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjoged (BERJOGED) diatas rel kereta. Waktu ku bawa kamu naik ke
puncak monas, waktu kita nonton wayang dibawah jembatan. Tapi kenapa kemudian
kamu lari dengan bajingan itu. sundal !! lonte!
(BERHENTI BERDANSA) Aku masih
Ingat
ketika menyambar parang dan menguber kamu di atas jembatan. Lalu ku tubles
lehermu yamg panjang itu. tidak, aku tidak menyesal. Aku tahujanin dalam
perutmu juga ikut mampus . tapi itu lebih baik. Biar kamu hanya menjadi
milikku. Kamu mengerti
(MENANGIS) kamu tak pernah mengerti. Kamu tak pernah
mencintaiku. Bahkan kematian tak menyebabkan kamu mengubah sifat bencimu. Kamu
menang Nengsih. Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.
MELIHAT MATAHARI
NAIK KE ATAS JENDELA
He
matahari kamu jangan ngece! Kamu janagan sombong. Kamu tak perlu tertawa
melihat bajingan menangis. Apa salahnya? Air mata bukan tanda kelemahan tapi
kehalusan jiwa. Kurang ajar kamu terkekeh-kekeh ya! Kau tidak bisa melewati
kepalaku. Bukan kau yang paling tinggi di sini. Aku tetap lebih tinggi dari
kamu. Kamu tidak bisa melampauiku hari ini.
MENGAMBIL KURSI DAN
MELOMPAT KE ATAS MEJA LALU NAIK KE ATAS KURSI
Naiklah
lebih tinggi lagi. aku akan membumbung dan tetap yang paling tinggi
selama-lamanya. Sampai aku sendiri turun dan menyerahkan tempat ini kepadamu.
Besok aku akan mengembara mencari duniaku yang hilang. Tanpa teman, tanpa
saudara, mencari sendirian sepanjang malam. Aku putari dunia, aku masuki
lautan, aku reguk segala kesulitan, tapi pasti tak akan aku temukan
apa-apa. (MEMIKUL KURSI) ke atas pundaku berjatuhan segala beban.
Semua orang melemparkan kutukan. Mereka bilang akulah biang keladi semuanya.
Kalau ada anak yang mati, akulah yang membunuhnya,. Kalau ada kebakaran, akulah
pelakunya. Kalau ada perkosaan, akulah jahanamnya. Kalau ada pemberontakan,
akulah biangnya. Tidak! Itu bohong! Harus dihentikan sekarang.
MELOMPAT TURUN
DENGAN KURSI DI PUNDAKNYA, BERJALAN
MENGELILINGI RUANGAN
Di
dalam ruangan ini aku menjadi manusia. Di dalam ruang ini aku terlahir kembali.
Mataku terbuka dan melihat cinta di balik jendela. Melihat keindahan cahaya
matahari dan bulan yang romantis malam hari. Aku ingin kembali mengulang sekali lagi apa yang sudah ku
jalani. Tapi tuhan datang padaku tadi malam dan berbisik. Jangan Alimin. Jangan
melangkah surut. Tetap jadi contoh yang jelas, supaya jangan kabur. Penjahat harus
tetap jadi penjahat, supaya kejahatan jelas tidak kabur dengan kebaikan. Dunia
sedang galau batas-batas sudah tak jelas. Tolonglah aku, katanya. Kini
diperlukan seorang penegas. Dan aku terpilih. Aku harus tetap disini menegakan
kejahatan!
MELETAKAN KURSI
Aku
bukan lagi anak kamu ibu. Aku telah dipilih mewakili zaman. Menjadi contoh
bromocorah. Kau harus bersyukur ini kehormatan besar. Tak ada orang berani
menjadi penjahat, walaupun mereka melakukan kejahatan. Aku bukan penjahat
biasa. aku ini lambang. Kejahatan ini kulakukan demi menegakan harmoni. Jadi
sebenarnya aku bukan penjahat, tapi pahlawan yang pura-pura jahat. Aku tak
peduli disebut bromocorah karena aku sadar itu tidak benaraku lakukan semuanya
ini meskipun tidak masuk kedalam buku sejarah, karena tidak ada seorang penulis
sejarah yang gila melihat kebenaran ini.
BERGERAK KEDEPAN
MEJA
Yang
mulia hakim yang saya hormati. Saya tidak akan membela apa yang sudah saya
lakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwa memang benar saya yang
melakukansegalanya itu. hukumlah saya. Dua kali dari ancaman yang telah paduka
sediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena saya rasa itu paling tepat
untuk dia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karena kalau tidak dimanfaatkan
akan mubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan yang tenang. Pikiran saya waras.
Tapi mengapa? Saya tak bisa menjawab, karena bukan itu persoalanya. Saya justru
ingin menanyakan kepada bapak dan kepada seluruh hadirin di sini. Mengapa
seorang wanita yang tercabik lehernya mendapat perhatian yang begitu besar,
sementara leher saya dan jutaan orang lain yang dicabik-cabik tak pernah
diperhatikan. Apa arti kematian seorang pelacur ini dibandingkan dengan
kematian kita semua beramai-ramai tanpa kita sadari? Di depan anda semua ini
saya menuntut. Berikanlah saya hukuma yang pantas. Tetapi jangan lupa berikan
juga hukuman kepada orang yang telah mencabik leher kami itu dengan setengah
pantas saja. karena saya cabik leher wanita itu harapan anda semua akan
teringat bahwa leher kamipun sudah dicabik-cabik dengan cara yang sama. Dan
semoga ingatan itu diikuti pula pada hukuman yang bersangkutan. Kalau sudah
begitu apapun yang dijatuhkan kepada saya, dua kali mati sekalipun akan saya
jalani dengan rela. Kalau tidak.
MELIHAT SESEORANG
DATANG
O
Bapak. Mari masuk pak. Silahkan, rumah saya sedang berantakan. Ada apa pak.
Tumben. Kelihatanya terburu-buru. Ada yang tak beres. O … soal yang kemarin.
Sudah selesai. Sudah saya bereskan. Badannya saya potong tiga. Saya geletakan
dua potongf dekat tong sampah. Yang sepotong lagi saya sembunyikan di rawa.
Pasti akan ketemu, tapi biar ada kerepotan sedikit. Pokonya beres. Bapak bawa
untuk saya sisanya. Apa? Masak? Keliru? Tak mungkin. Tapi anak itu paki
anting-anting di sebelah kiri kan? Kanan? Apa bedanya. Kan Bapak bilang Cuma
pakai anting-anting, mungkin hari itu dia pakai di sebelah kiri supaya orang
keliru. Tapi saya tahu itu dia. Hanya dia yang pakai baju seperti itu dan
jalanya sedikit oleng sedikit. Belum sempat berpaling saya beri. Apa? Salah?
Gila! Jadi itu anak siapa? Gila, anak pemain Band itu. ya, ya saya kenal.
Bajingan. Dia kan orang baik.
(MELONCAT
TURUN) Ya
tuhan, mengapa kamu tipu saya. Kenapa tak kamu bilang bukan itu orangnya.
Keliru sih boleh saja. tapi jangan anak itu. bapaknya baik sekali. Ibunya juga
selalu memberi nasehat. (MELIHAT KEDEPAN DENGAN PUTUS ASA) Saya minta
maaf. Bukan saya yang melakukanya, tapi setan. Apa alasan saya mengganggu anaku
itu, saya justru banyak hutang budi. Dia sering membelikan rokok dan membelikan
minuman. Dia sering menegur saya di tempat orang banyak. Saya dikenalkanya
kepada kawan-kawanya sebagai orang baik-baik. Dia teman saya. Tidak, itu bukan
perbuatan saya, tapi orang lain yang memakai tubuh saya, swaya tak ikut
tanggung jawab. Apa? Ya saya tahu. Kesalahan tak mungkin diperbaiki dengan
kata-kata. Jadi saya harus menebus? Ya sudah, biar lunas. Kalau begitu potong
saja tangan saya ini.
MENYEMBUNYIKAN
SATU TANGAN DI DALAM BAJUNYA
KEMUDIAN BERJALAN
MASUK KE BAWAH MEJA
Aku
sudah potong masak belum lunas. Wajahnya selalu memburuku. Lalu buat apa aku
potong kalau masih dikuntit. Orang keliru namanya. Masak terus saja diburu. (MENGANGKAT
MEJA) masak aku yang harus
memikul ini sendirian. Mana itu mereka
ayang menyuruh, ini kan semua gara-gara mereka. Mengapa sekarang Cuma aku yang
menanggung akibatnya. Tangkap dong mereka jangan aku saja. lama-lama begini aku
tidak kuat ini, yang ditangkap mesti
yang dosanya sedikit. Betul. Aku kan punya batas. Hentikan!
(MENGELUARKAN
TANGANNYA LAGI) ya sudah, kalau begitu Tak jadi saja. (MENARUH LAGI MEJA KE LANTAI)
kalau kamu bisa curang, saya juga bisa!
Bertahun-tahun
aku alihkan makna kemerdekaan kedalam jiwaku. Pada hari ini aku bebas. Walaupun
tubuhku masih dipatok di antara dinding jahanam itu, tapi jiwa ku sudah merdeka.
Tetapi mereka saat itu mereka memberi ampunan. Aku diseret lagi keluar untuk
berlomba meregut kebebasan jasmani. Aku tak siap. Aku seperti burung yang
terlalu lama didalam sangkar. Aku tak bisa lagi terbang. Aku takut. Dunia ini
tak kukenal lagi. pada kesempatan pertama kugerogoti barang-barang di warung
tetangga. Tetapi tak ada yang menangkapku. Hansip malah ikut berbagi dan
menunjukan warung berikutnya. Dalam kesempatan lain, kuangkat belati kleher
seorang penumpang becak. Dari kantongnya keluar jutaan rupiah, yang dibalut
kertas koran. Aku kira polisi akan mengejarku. Tetapi ternyata tidak ada yang
tahu. Pada kesempatan ketiga ku perkosa seorang anak di pinggir kali. Dia
menjerit-jerit dalam tindihanku, tapi tak ada yang menolong, hingga akhirnya
kulepaskan karena lasmaniku tak sanggup memperkosa. Karena putus asa aku gebok
orang di jalan. Mukanya berdarah. Tapi tak seorang juga yang menangkapku, aku
malah diangkat jadi keamanan. Dan banyak orang berbaris jadi pengikutku. Apa
yang harus aku lakukan. Nilai-nilai sudah jungkir-jungkiran. Aku tak paham lagi
dunia ini. Aku jadi orang asing. Aku tak bisa lagi menikmati kemerdekaan.
Bisa-bisa aku edan. Masukan aku ke penjara lagi, biar jiwaku bebas, di sana
semuanya masih jelas mana hitam mana putih, di dalam kehidupan sekarang yang
ada hanya ada kebingungan.
IA MERAIH BOTOL
MINUMAN DAN MENENGGAKNYA
Kalau
sudah menderita orang jadi penyair. kalau sudah kepepet orang mulai bernyanyi.
Dan kalau ada yang hendak dirampok orang berdoa. Sekarang aku menari, karena
sudah putus asa. (MENARI) badanku ringan. Aku melambung keangkasa. Dan
tuhan menyapaku dengan ramah. Bung Alimin hendak kemana kamu? Aku mau keatas
lebih tinggi. Tapi kamu tidak boleh lebih tinggi dari syurga. Siapa bilang
tidak, kalau aku mau aku bisa. Dan aku melenting lagi, tapi terlalu tinggi,
terlalu jauh (BERHENTI MENARI DAN TEGAK SEPERTI BIASA, LALU MELONCAT LAGI
KEATAS MEJA)
Aku
terlontar jauh sekali, tinggi sekali melewati syurga ke dekat matahari. Tubuhku
terbakar. Aku hangus dan hilang dalam semesta. Aku tidak ada lagi aku bersatu
dengan semesta. Aku menjadi tuhan.
IA DUDUK DI BIBIR
MEJA LALU MEROSOT, TERTDUDUK SAMBIL MEMEGANG BIBIR MEJA MENGIKUTI BADANYA. LALU
IA MEMBUNGKUK DAN MENGANGKAT MEJA ITU KE ATAS PUNGGUNGNYA. IA ADA DI BAWAH
MEJA.
Atau
mungkin hanya hantu. enak juga jadi hantu. Tidak kelihatan, tapi bisa melihat.
Aku bisa masuk ke kamar mandi mengintip perempuan-perempuan jadi cabul kalau
sendirian. Aku masuk kedalam kamar tidur para pemimpin dan melihat ia menjilati
kaki istrinya seperti anjing. Aku masuk kedalam rumah-rumah ibandah dan melihat
beberapa pendeta/pemangku umat main judi sambil menarik kain para pembantu. Tak
ada orang yang bersih lagi. semewntara dogma-dogma makin keras ditiup dan
aturan banyak dijejerkan untuk membatasi tingkah laku manusia, peradaban makin
kotor. Ah, apa ini? Menjadi hantu hanya melihat keberengsekan! Nggak enak ah!
(BERDIRI)
tak enak jadi hantu. Tidak enak jadi tuhan. Lebih baik jadi batu. Diam, dingin
dan keras. Tidak membutuhkan makan, perasaan dan bebas dari kematian. Aku
mengkristal disini menjadi saksi bisu bagaimana dunia menjadi tua.
Pemimpin-pemimpin lahir, lalu berhianat. Peperangan hanya permainan beberapa
orang. Manusia menyusahkan dirinya dengan peradaban, teknologi menjadi buas.
Tak satu pun bersangkutan dengan kehadiranku. Tetapi tiba-tiba kulihat seorang
anak kecil dikejar raksasa. Wajah anak itu mirip dengan wajahku waktu masih
menyusu. Ia meronta-ronta minta pertolongan. Tapi tak ada orang lain kecuali
aku, sebuah batu. Anak itu menjerit-jerit pilu. Tolooongggg! Aku jadi terharu.
Akhirnya aku tak bisa diam. Aku meloncat dan menghantam raksasa itu,
mengingkari diriku. Raksasa itu mati. Tapi anak itu juga lari. Di mana-mana
kemudian ia bercerita, bagaiman membunuh raksasa dengan tinjunya. Dan itulah
aku. Kejahatanku yang terbesar adalah jatuh cinta pada diriku sendiri.
TERDENGAR BUNYI
LONCENG SATU KALI
Selamat tinggal dinding bisu dengan
semua suara yang kau simpan. Selamat tinggal jendela yang selalu memberiku
matahari dan bulan. Selamat tinggal sobat kecil, yang selalu mencuri rasumku.
Selamat tinggal sipir penjara yang marahnya tak habis-habis pada dunia. Dan (KERAS)
selamat tinggal Karpo pembunuh yang tak akan keluar hidup dari penjara ini.
Selamat tinggal segala yang kubenci dan kucintai. Inilah salam dari Alimin
sahabat semua orang, yang sekarang harus pergi. Ingin kuulang semuanya,
walaupun hanya sebentar. Tapi tak bisa. Janjiku sudah lunas. Sekarang aku
berjalan dalam kebisuan yang abadi, untuk membeku bersama masa lalu.
(IA
PERLAHAN-LAHAN MELAYANG KEATAS) Sekarang baru jelas, apa yang sudah aku
lakukan, apa yang masih belum aku lakukan. Tetapi semuanya sudah selesai. Dalam
segala kekurangannya ini adalah karya yang sempurna. Aku mengagumi keindahanya.
Aku merasakan kehadiranya. Aku memasuki tubuhnya sekarang. Selamat tinggal
semuanya.
TERDENGAR BUNYI
TEMBAKAN. IA TERSENTAK LALU NAMPAK KAKU, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN IA MELOMPAT
Terima
kasih atas perhatia saudar-saudar. Bertahun-tahun orang ini dihukum sampai ian
tua dalam penjara. Mula-mula ia masih punya harapan akan ada pangadilan
berikutnya. Tetapi ternyata putusan itu sudah final. Kemudian ia mengharapkan
akan ada pengampunan. Tetapi itu juga sia-sia, karena banyak kasus lain yang
mengubur nasibnya. Saudara-saudara kita memang terlalu cepat lupa. Akhirnya ia
mencoba menunggu. Hampir saat ia di bebaskan, tiba-tiba seorang wartawan
membuka kembali kasus itu. bukti-bukti baru muncul. Dengan tak terduga, ia
muncul sebagai orang yang tak bersalah. Tetapi sebelum pintu penjara dibuka
kembali untuk memberinya kebebasan, orang yang itu mati menggangtung diri.
Bukan karena putus asa. Tetapi sebagai protesnya mengapa keadilan memakai jam
karet.
DUDUK DI KURSI DAN
MENJADI TUA
Omong
kosong! Orang itu menggantung diri karena setelah lima puluh tahun dalam
penjara, baru ia sadari segala tindakannya itu keliru. Bahkan ia yakin hukuman
mati belum setimpal dengan dosa-dosanya. Lalu ia menghukum dirinya sendiri.
Memang ada kasusu kesalahan menghukum, tetapi itu kasus lain, jangan digado,
ini bukan nasi campur!
Harus
dicampur supaya jelas kesalahanya!
Itu
memutar balik soal!
Apa
boleh buat tidak ada jalan lain!
Kamu
subversiv!
Kejujuran
kamu disalahgunakan!
Tolong!
Biar
nyahok!.
Tolongggggg!
Mulut
yang sudah kacau, pikiran yang sudah terlalu lentur, penghianatan yang sudah
menjadi pandangan hidup harus diberantas! Sekarang juga!
Tolongggggg!!
IA
MENCEKIK LEHERNYA SENDIRI LALU MENDORONG SAMPAI NYEROSOT DARI KURSI LALU
BERBARING DENGAN KAKINYA DI ATAS KURSI. TERDENGAR SUARA GEDORAN BERTUBI-TUBI
Tolonggggggggg!
(JATUH).
SELESAI
0 Response to ""AENG”"
Post a Comment