TERIAKAN-TERIAKAN SUNYI























TERIAKAN-TERIAKAN SUNYI
(Pelarian Calon Mayat)
Oleh : R. Giryadi



















PANGUNG GELAP
TIBA-TIBA CAHAYA SENTER BERKELEBAT. BERKEDIP-KEDIP SEPERTI HURUF MORSE. SUARA BERGEMERINCING. CAHAYA SENTER BERSAHUTAN. SUARA GEMERINCING. SUARA ORANG BERLARI. CAHAHAYA SENTER BERKELEBATAN. SEORANG MENGGELEPAR. CAHAYA SENTER MENANCAP DALAM TUBUHNYA YANG PENUH LUKA. SEPI. CAHAYA SENTER SALING BERPANDANGAN.

II. CAHAYA BIRU
CAHAYA SENTER BERTERBANGAN KE UDARA. CAHAYA SENTER BERKELEBAT DI GEROMBOLAN ORANG-ORANG. CAHAYA SENTER BERKELEBATAN PADA SILUET ORANG MENYERET MAYAT. SUARA TANGIS. CAHAYA SENTER BERLARIAN DIBALIK LAYAR, MENGIKUTI IRING-IRINGAN MAYAT.

III. TIRAI PUTIH TURUN.
DALAM PROSESI PEMAKAMAN. ORANG-ORANG TERTUNDUK LESU. HANYA MAYAT YANG TAMPAK BAHAGIA. ORANG-ORANG MENYANYIKAN KIDUNG BISU, LAGU ORANG-ORANG DUNGU.

BENDERA PUTIH
Naaaaaaaaaaaaaaaaaaaaddddddddd!!!!! Mengapa orang-orang membawa kelewang, panah, kapak, dan bedil. Sepatu lars itu terus berderapan setiap malam. Lolong anjing dan angin menebarkan bau bacin. Naaadddd. Mengapa kau ajarkan aku tentang kehormatan, kalau orang-orang pada tega saling membunuh.

(Suara gagak melengking. Angin basah. Suara gagak menjauh)

Naaaaddd! Jalan ini sudah aku tempuh berjuta-juta mil. Tetapi suara sepatu lars, desing bedil, dan gerit kelewang, masih saja terasa menguntit diriku. Dunia seperti mengkerut sebesar jeruk purut. Berjuta-juta mil yang aku jalani, rasaya seperti berputar-putar pada semangkuk sup. Kemanakah  arah yang harus aku tuju, Nad?

(Suara gagak. Berputar-putar)

Nad. Jalan beraspal lumer oleh ratap tangis. Sementara rumah-rumah menjadi kamp-kamp para calon mayat berselimut kain kumal. Wajah mereka digerogoti rasa takut. Para serdadu mengejarinya dengan mata penuh panah. Memburunya sebagai anjing liar, yang menggondol sekerat daging dari tong-tong sompah, sisa para borjuis bermantel beludru, sampai jauh menyeberangi cakrawala.
Nad! Aku melihat mereka menembak orang-orang dari belakang. Sementara takbir mereka tak pernah usai.

(Suara gagak melengking. Angin  bertambah kencang)

“Tangkap para anjing liar itu!” Suaranya menggeram-geram, Nad. Mereka dimasukan ke dalam karung dan diseret menuju kamp-kamp bawah tanah, tempat mereka menjadikan para tawanan sebagai maneqin.

KOOR :
uuuu…uuuuu…uuuuuuu

ADA YANG TERTAWA :
aaaa…aaaaa…aaaaaaa

ADA YANG MENGHARDIK :
ssss….sssss…sssssss

ADA YANG MENGHARDIK :
ssssseeeeetttttt

ADA YANG TERTAWA :
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

SEMUA MENGHARDIK : STOP

ADA YANG TERTAWA :
hahahahahahahahahahaha (MENGGEMA-GEMA)

SEMUA MENGHARDIK :
diam!

ADA YANG TERTAWA : (TERPINGKAL-PINGKAL)

SEMUA MENGHARDIK :
JANCUK!

ADA YANG MENGHARDIK :
stststststststs

III. HENING. DIAM. BEKU. HANYA YANG TERTAWA TAK BISA BERHENTI. KEJANG-KEJANG. TAK BERGERAK. MATI.

ADA YANG MENANGIS :
uuuuuuuuuuuuuuuuuu

ADA YANG MENGHARDIK :
seeeeeeeeeeettttttttttttttt

IV. TIRAI PUTIH SEMAKIN TURUN. GELAP. CAHAYA BERKELEBATAN. SUARA GEMERINCING. SILUET RAKSASA. ORANG-ORANG KALANG KABUT. TIRAI PUTIH SEMAKIN TURUN. CAHAYA BIRU. ORANG-ORANG TERKURUNG. MERONTA. RAKSA TERTAWA. HILANG.

15. BENDERA PUTIH
Kalau para serdadu itu manusia, Aku akan melawannya secara membabi buta. Kalau saja ia punya hati nurani, pasti aku melawannya dengan sekuat tenaga. Akan aku tantang si Perkasa berkelamin ganda itu satu lawan satu. Sehingga mereka  atau kami tahu sama tahu, siapa yang kesatria di antara manusia-manusia di bumi ini.
Nad! Sserdadu itu bukan manusia, bukan hewan, dan juga bukan setan. Mereka makhluk hidup yang lahir dari dubur para penguasa sebagai makhluk yang dibesikan. Makhluk yang sama sekali tak bisa mati. Makhluk yang diciptakan oleh peradaban besi. Aku tak bisa melawannya. Para makhluk besi itu hanya bisa menggerakan tangan, kaki, dan otot-otot kelaminnya. Mereka hanya bisa membunuh dan membuat perempuan-perempuan menjadi tak perawan.

V. ORANG-ORANG DIAM. KELUAR DARI TIRAI BELENGGU. TIRAI PUTIH NAIK KE ATAS. ATAS SEKALI. ORANG-ORANG MELIHATNYA DENGAN PERASAAN CEMAS. MEREKA MENARI-MEREKA MENYANYI.

KOOR :
uuuu..uuuuu..uuuuuuu (DST//SEPERTI LAGU INDONESIA RAYA)

ADA YANG BERJOGED :
uuuu..uuuuu..uuuuuuu (SEMUA IKUT U)

SEMUA BERJOGED :
uuuu..uuuuu..uuuuuuu..

ADA YANG LAIN :
oooo..ooooo..ooooooo (SEMUA IKUT O)

YANG LAIN LAGI :
iiii..iiiii..iiiiiii (SEMUA IKUT I)

LAIN LAGI :
aaaa..aaaaa..aaaaaaa (SEMUA IKUT A)

LAIN :
eeee..eeeee..eeeeeee (SEMUA IKUT E)

TAMBAH LAIN : AAAA..IIIII..UUUUUUU..EEEE..OOOOO

VI. SEMUA TERCENGANG. HENDAK MENGIKUTI. TETAPI TIDAK ADA SUARA. TAMBAH LAIN SEMAKIN NYARING NYANYINYA. YANG LAIN HANYA BERGERAK-GERAK MULUTNYA SAJA. BERUBAH JADI TOPENG. BISU. TAMBAH LAIN NYANYINYA SEMAKIN NYARING, SENYARING-NYARINGNYA. SEMENTARA ITU, TOPENG-TOPENG BERUSAHA MENGIKUTINYA.

HAMPIR BISA :
A..A..A..A..
(GIRANG//OUT STAGE//CAHAYA SENTER MENGEJARNYA).

HAMPIR BISA : (BERLARI TERUS//CAHAYA SENTER MENGEJARNYA).

HAMPIR BISA : (BERDIRI DI POJOK)
A..A..A..A..

PARA PENGEJAR : (MENIRUKAN)

VII. SEMUA KOMPAK MENYANYI.

ADA YANG BATUK :
huk..huk..huk..

TETAP MENYANYI :
A..A..A..A..A.

ADA YANG BATUK : (SEMAKIN MENJADI)
huk..huk..huk..huk..

TERGANGGU :
ASU..

TETAP MENYANYI :
ASU..

ADA YANG BATUK :
ASU..ASU..ASU..

TETAP MENYANYI :
ASU…ASU..ASU..

VIII. KEMUDIAN MEREKA BERKEJARAN. LARI TUNGGANG LANGGANG. KESANA KEMARI. SAMPAI KEPENONTON. KALAU MEMUNGKINKAN SAMPAI KE LUAR. SAMPAI KETEMPAT YANG TAK TERHINGGA. GELAP.

BENDERA PUTIH
Naaaaaaaaaaaaaaaddddddddd. Inilah pelarian para calon mayat dengan setumpuk harapan dipundaknya yang legam, karena memanggul keranda gapuk yang lama disimpan dilorong-lorong sunyi. Inilah perjalanan, menuju pemakaman. Dari Pulau Nasi sampai Meraoke, aku sibuk menggali kubur sendiri, tanpa tangis, tanpa belasungkawa, tanpa karangan bunga dari teman sejawat.
Di dalam tubuhku sendiri, aku bertikai dengan kemarahan yang meledak bersama desingan peluru yang menghancurkan artefak-artefak kesucian. Aku tidak mempunyai senjata,Nad. Senjataku yang mutakhir adalah kebencian. Berabad-abad lamanya, aku tanam senjata di tanah tandus Yunani, Mesir, Afrika, Armenia, Bosnia, Afghanistan, Jerman, Amerika, Australia, dan Aceh, dan Kalimantan, dan Maluku, dan Timor, dan Meraoke, dan Jakarta.
Aku tumbuh menjadi senjata yang menakutkan para kolonialis maskulin yang benci kemiskinan. “Kebencian kami pun tak bisa dipadamkan!” Inilah senjata turun temurun yang aku ajarkan kepada seluruh ‘tentara-tentara’ anak cucu yang mati kelaparan di gurun-gurun, di bukit-bukit tandus, dalam hutan-hutan belantara, atau di kamp-kamp tawanan. Kebencian, kecemasan, ketakutan, menjadi misiu.

IX. CAHAYA SENTER YANG TERKECIL SETELAH BEBERAPA DETIK MENGHANTAM WAJAHNYA YANG PUCAT PASI. EKPRESI KOSONG. BESAR TAPI TIDAK BERISI.

SENTER KECIL :
asuuuuuuu……

(BERJALAN MENGENDAP NGENDAP, SEPERTI MEMBAWA BEBAN YANG BEGITU BERAT).

SENTER SETENGAH : (SUARANYA ANEH)
asssuuuuuuu….

(CAHAYA SENTER MENYANTAP JIDATNYA YANG BERKERUT)

SENTER TANGGUNG :
aaa…sss…uuu

(TERGAGAP TAPI LANTANG. CAHAYA SENTER MENOHOK MULUTNYA YANG KOSONG)

SENTER BESAR (SUARA KENDOR DAN JELEK. SEPERTI ORANG BERSENDAWA)
hhhaaaassss….ssssuuuuhhhhuuuu….

(CAHAYA SENTER MENUSUK MATANYA YANG MURAM)

LAMPU BESAR : (MENYOROTI BAYANGAN MULUT RAKSASA KEPALA ANJING. SUARANYA BERDETAK KERAS. MULUTNYA MENGANGA-NGANGA SEPERTI HENDAK MEMAKAN APA SAJA YANG ADA DI DEPANNYA)

BENDERA PUTIH
Naaaaaaddddddd. Jangan takut dengan para jenderal impoten, lelaki berkelamin ganda yang suka bersolek. Para jendral itu tak lain dan tak bukan, birokrat-birokrat pembunuh masal, yang naik ke tingkat atas hirarki kekuasaan. Memegang jabatan penting sambil memberikan perintah untuk pemusnahan orang-orang yang tak berdaya. Kemudian pensiun ke posisi-posisi yang bergaji tinggi dalam dewan-dewan direksi perusahaan-perusahaan besar.
Dengan tangan besinya kita dipecah belah, menjadi persegi-persegi, segitiga-segitiga, lingkaran, setengah lingkaran, dengan warna-warna dingin, pucat, bagai Guernica di kanvas Picasso.
Naaaaddddd! Kita sama-sama mengutuk perang. Tetapi, suara kita patah dalam gedung-gedung bercat putih, suara-suara agitatif dalam layar biru TV, dan dipesta-pesta musim dingin.

(Suara gagak. Angin bertambah dingin)

Kebencian ini menjadi terasa lebih menakutkan daripada bahaya perang, Naaaaaaddddddd! Kebencian ini lebih dasyat ledakkannya daripada bom nitrogen yang dibuat para dewa-dewa perang. Kebencian ini hanya membutuhkan satu tombol dari sang jendral, maka perang lebih mengerikan akan terjadi.
“Kita cukit saja mata ini. Kita jadikan suvenir, bagi kehidupan yang menyakitkan ini!” Dengan suka rela dan hati lapang, demi menghindari rasa sakit, dengan rendah hati aku cukit mata ini, dan mereka jadikan cindera mata, pada orang-orang asing yang menganggap perang ini bagai pertunjukan teater di bukit-bukit Atena. “Hooooiiii Caligula! Oediphus! Mari kita rayakan kegilaan ini!”
Perang bagai kiamat yang tak bisa diramalkan. Kami hanya bisa menipu diri. Menghibur dengan perasaan ganjil dan aneh. Terkadang kami menyanyikan doa-doa yang diajarkan para leluhur dari  dari kitab-kitab suci yang telah dicampakan dalam lubang tinja, para penguasa.
Aku menyanyikan dengan suara parau, seakan kemerduan lagu-lagunya telah hilang, apalagi kesucian doa-doa itu. Kami sering  tak menyadari, doa-doa itu hanya igauan atas kecemasan yang terus menguntit sepanjang perjalanan. Aku tak menyadari doa-doa itu sudah tidak berarti lagi, dibandingkan  sepatah kata para tiran di depan mikropon.

X. CAHAYA SENTER KALANG KABUT. MEREKA BERPERANG MELAWAN KEPALA ANJING. TOPENG-TOPENG BERKELEBATAN. MENJADI BESAR KECIL DENGAN IRAMA YANG KACAU, MEREKA MELAWAN KEPALA ANJING YANG HENDAK MEMAKANNYA. INI PERANG BESAR. SEPERTI CERITA-CERITA DI MAHABARATA. TETAPI SAYANG ANJING ITU TAK BISA DIKALAHKAN. KARENA ORANG-ORANG SALING SIKUT. SALING TIKAM. SALING CARI MUKA. SALING CARI SELAMAT. HANYA DEMI KELOMPOKNYA SENDIRI-SENDIRI. (SENTER KECIL. SENTER SEDANG.  SENTER BESAR) MEREKA MEMBENTUK KELOMPOK SENDIRI-SENDIRI. MAKA TAK AYAL LAGI. KEPALA ANJING MENANG TELAK. ORANG-ORANG ITU PADA KALANG KABUT. HILANG ENTAH KEMANA.

BENDERA PUTIH
Aku baru menyadari, perang artinya pengkianatan atas manusia. Bukan cerita ke pahlawanan seperti yang telah ditulis dalam epos-epos, dalam daun-daun lontar, atau kertas lusuh sejarah yang disimpan dalam museum-museum. Kami baru menyadari, perang bukan cerita-cerita fantastik. Bukan cerita para hero yang membela kebenaran. Tetapi cerita-cerita para psikopat  yang takut akan kematian. Perang bukan dunia ksatria, tetapi dunia para banci, berhati culas yang takut dengan  warna merah. Perang hanya akal-akalan para imperialis impoten yang takut tak dapat jatah darah perawan.

(Suara gagak. Angin bertambah kencang)

Apasalahnya kau ceritakan tentang dunia para Kurawa, yang dengan culas merebut tahta. Mengapa kau selalu mencibir keculasan. Mengapa selalu kau cibir kemunafikan. Mengapa kau percaya dengan para ksatria berkulit kuning langsap, berbahu harum, dan bergemerincing emas berlian? Bukan para gelandangan yang mengorek-ngorek dunia gelap, dalam pekat hutan?
Aku menjadi tak yakin lagi dengan sebutan manusia makluk paling sempurna. Bukankah, manusia hanya setetes air mani yang terjerembab ke rahim. Ia tak lebih dan tak bukan, gulma yang menggerogoti sari pati tubuh ibu yang sembilan bulan rela membopongnya, meski kelak ia rela didurhakainya. Manusia hanya setan dengan wajah sempurna. Ia hanya hewan dengan kelebihan akal dan budinya.

(Suara gagak. Angin menipis. Rintik-rintik hujan)

XI. SENTER KECIL : (MENANGIS TANPA AIR MATA//OUT STAGE)

XII. SENTER SEDANG : (MENANGIS TANPA SUARA//OUT STAGE)

XIII. SENTER BESAR : (MENANGIS TANPA MATA//OUT STAGE)

XIV. PROSESESI MENJADI ANJING. DENGAN RASA BANGGA MEREKA MELEPAS KOSTUMNYA. MAKA KELAMINYA BERGELANTUNGAN SEPERTI BUAH LABU.

BAYANGAN KEPALA ANJING
Jakioer maeki mikori..kaieol maikasdfle. Maikoerui maikei masdfekj makik kaikei…..kaik..kaik..kaik..kaik..anjing…

XV. KONSER ANJING
SEMUA BERKAIK-KAIK. ALAT KELAMINNYA, IA JILATI. SALING MENJILAT. KENIKMATAN. SALING KAIK. KEPALA ANJING HILANG. CAHAYA BIRU. MURAM. TAK BERSUARA. ORGASME. MENGGELEPAR. TAK BERDAYA. GELAP.

XVI. NEGERI ANJING
SUARA BERGEMERINCING. KAING-KAING. BERKELEBAT. CAHAYA SENTER. ANJING BERLARI. KECIL. TANGGUNG. BESAR. MENGENDUS-ENDUS KELAMIN. KENIKMATAN. BERKAING-KAING.

ANJING BERSAR TERBAHAK-BAHAK, DALAM CAHAYA TERANG BEDERANG, MELIHAT ANJING-ANJING KECIL, SALING BERGEMBIRA. MENYANYI :
Aku punya anjing kecil. Kuberinama….siapa saja. Dia senang bermain-main. Sambil dia berlari. Siapa huk, huk, huk. Kemari..huk..huk. ayo berkorupsi.
Siapa, huk, huk. Kemari..huk..huk. mari bunuh diri.

(DIULANG-ULANG SAMPAI LEDEH)

44. BENDERA PUTIH
Peperangan harus diakhiri!
Nad. Mari kita membangun kerajaan kita  sendiri di tengah reruntuhan jiwa sempurna. Meski tanpa doa dan kain kafan, kita telah mengerti makna peperangan.

(Membungkus mayat. Suara gagak melengking. Hujan menderas)

Nad. Kegetiran, kemunafikan, keculasan, dan sejarah, bertumpuk-tumpuk seperti ketika kita menyambut peluru-peluru  yang berlomba-lomba menemui sasaran dan mengantar kita ke kerajaan damai.
Biarkan, kuburan-kuburan tanpa nisan dan bunga-bunga ini, menjadi pengganti album kenang-kenangan bagi keluarga yang hidup. Biarkan kenangan ini mengalir dalam darah mereka, karena kebencian meski dirawat dengan sempurna. Kita harus mengajarkan kepada anak cicit tentang kejahatan. Mereka harus hidup di antara puing-puing tubuh yang telah dikerubungi rayap dan belatung. Hanya mereka yang mewarisi keindahan dan keculasan sejarah yang membenci perdamaian.
Biarkan gundukan-gundukan tanah ini, menjadi kenangan bagi kami yang tidak memiliki buku-buku untuk mencatat hari, tanggal, bulan, dan tahun kematian. Anak-anak kita, hanya bisa mengenangnya. Ia tak punya senjata, Nad. Senjata mereka hanya kebencian yang telah kita wariskan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

XVII. TERIAKAN SUNYI

BULAN LONJONG NANGKRING DI RANTING KERING. SEEKOR ANJING KIKIK BERLARI KECIL. KEMUDIAN MENGENCINGI BULAN LONJONG. TIBA-TIBA BERUBAH MEBESAR. BAYANGAN KEPALA ANJING MENGHARDIKNYA. HINGGA ANJING KIKIK ITU TERPENTAL SAMPAI RADIUS SEJUTA TAHUN CAHAYA. LAP.GELAP.
KEPALA BERSERAKAN. CAHAYA BIRU. MENGHARU BIRU PERASAKAN. MEREKA BERTERIAK. TAK ADA SUARA. HANYA KEPALANYA SAJA YANG BERGERAK-GERAK. MULUTNYA KOSONG MELOMPONG.
TIRAI TURUN SECARA PERLAHAN. BAYANGAN KEPALA ANJING BERJOGET BEGITU RIANGNYA. CAHAYA SENTER BERKEDIP-KEDIP MEMINTA PERTOLONGAN. TIRAI SEMAKIN MENURUN. CAHAYA SENTER BERKEDIP-KEDIP MEMINTA PERTOLONGAN. CAHAYA SENTER KALANG KABUT. TIRAI SEMAKIN MENURUN. LAYAR BELAKANG SEMAKIN MENURUN. CAHAYA BIRU SEMAKIN MENURUN. SEMUA MENURUN. MENIMBUN KEPALA-KEPALA SENYAP. GELAP. HANYA CAHAYA SENTER KECIL YANG BERKEDIP-KEDIP, TANPA DAYA: sssssssssooooooooooooooooosssssssss

Sanggar Teater  Institut
Surabaya, 2002
MERDEKA! Dor!

*NB : Naskah ini bisa berkembang sesuai hasil proses. Selamat berlatih.



Biodata

Rakhmat Giryadi, lahir di Blitar, 10 April 1969. Lulusan Sarjana Pendidikan Seni Rupa IKIP Surabaya 1994 ini, selain bergiat di teater ia juga menulis cerpen, esai, dan puisi. Karyanya selain dibacakan diberbagai kesempatan, juga dipublikasikan di media massa seperti, Horison, Surabaya Post, Kompas (Jawa Timur), Jawa Pos, Surya, Radar Surabaya, Suara Merdeka, Suara Karya, Suara Indonesia, Sinar Harapan, Aksara, Majalah Budaya Gong, Panjebar Semangat. Sekarang bekerja sebagai wartawan Jatim Mandiri.

Organesasi :
Persatuan Wartawan Indonesia-Jawa Timur
Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jawa Timur (2008-2013)

Buku Kumpulan Cerpen:
Mimpi Jakarta (2006)

Puisinya termuat dalam :
1.  Luka Waktu (1998)
2.  Duka Atjeh, Duka Kita Bersama (2004)
3.  Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2005)
4.  Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2007)

Buku yang pernah dieditori:
Pelayaran Bunga (Antologi Sastra Festival Cak Durasim 2007)

Scenario yang pernah ditulis :
Rumahku Rumahmu (2006)

Nasakah drama yang pernah disutradarai bersama Teater Institut Unesa :
Orang-orang Bawah Tanah (R Giryadi 1994)
Monolog Provokator (R Giryadi 1996)
Monolog Aeng (Putu Wijaya 1996-2001)
Jalan Pencuri (Tengsoe Tjahjono 1997)
Pohon dalam Piring Tanah (Tengsoe Tjahjono 1999)
Orang Asing (Ruper Brooke 1994-1996)
Ode Buat Ibu (Urip Joko Lelono 2000)
Setan dalam Bahaya (El Hakim 1998-2003)
Rashomon (Rheunosuke Akutagawa 2000-2001)
Monolog Peperangan ( R Giryadi 2000)
Monolog Biografi Kursi Tua (R Giryadi 2001)
Monolog Teriakan-Teriakan Sunyi (R Giryadi 2004)
Monolog Retorika Lelaki Senja (R Giryadi 2005)
Larung Pawon (Kolaborasi 2007)
Nyai Ontosoroh (R Giryadi 2007)
Monumen-Monumen ( Jujuk Prabowo/R Giryadi 2007)

Naskah drama yang pernah ditulis :
Orang-orang Bawah Tanah (1994)
Orde Mimpi (1994)
Monumen (1997)
Serpihan Kaca Pecah (1997)
Istana Maya (1998)
Terompet Senjakala (2003)
Testimoni (2004)
Hikayat Perlawanan Sanikem : Nyai Ontosoroh (2006)
Sebelum Dewa Dewi Tidur (2008)

Naskah monolog yang pernah ditulis :
Monolog Peperangan (2000)
Biografi Kursi Tua (2001)
Bingkai Kanvas Kosong (2003)
Monolog Teriakan-Teriakan Sunyi (2004)
Retorika Lelaki Senja (2005)

Alamat :
R Giryadi
Jl. Merpati I/7 Wismasari, Juanda
Sidoarjo

e-mail : zahiria@yahoo.com
tlp rumah : (031) 8667146
hp:081330657845




0 Response to "TERIAKAN-TERIAKAN SUNYI"