SIAPA


















Monolog
SIAPA
Karya Putu Wijaya

                            















DEMONSTRASI SEDANG BERLANGSUNG DI JALANAN. ADA DUA BELAH PIHAK YANG SEDANG BERTENTANGAN SAMA-SAMA TURUN KE JALAN. SEMENTARA PETUGAS KEAMANAN SIAP SEGALA UNTUK MENJAGA SEMUA KEMUNGKINAN. SETIAP SAAT BISA TERJADI BENTROKAN YANG BERDARAH. MEDIA MASSA SUDAH BERSIAP-SIAP UNTUK MENGABADIKAN.

SEORANG WARGA (BISA LELAKI BISA PEREMPUAN) BERJALAN KEBINGUNGAN, SEPERTI BENDA ASING YANG TERJEPIT DI UJUNG SENJATA YANG AKAN MELETUS. DIA TAKJUB MEMPERHATIAN SEKITARNYA DAN MENGGUMAN.                                  
Aku berjalan menuju ke gedung MPR, di mana sedang dilaksanakan Sidang Istimewa. Aku tidak bermaksud untuk meliput, apa yang terjadi di gedung itu. Aku juga tidak bermaksud untuk melakukan demo kontra SI. Tidak juga untuk menjadi pendukung untuk mengamankan SI, apa yang disebut pengamanan swa karsa.

Aku hanya seorang warganegara abu-abu, yang tidak memilih hitam atau putih. Bukan karena aku ingin bersikap. Tetapi karena aku bingung, tidak memiliki pemahaman yang gamblang, karena informasi yang sampai ke otakku hanya separuh-separuh.

SUARA SIRINE

Tiba-tiba langkahku dipotong pengeras suara. Stop! Stop! Siapa itu! Jangan bergerak!

ORANG ITU BERHENTI.

Sebelum sampai ke tujuan, aku dicegat oleh petugas. Jalan ditutup. Kamu tidak boleh lewat di situ!

TERDENGAR SORAK GEMURUH PARA DEMONSTRAN

Astaga! Beribu-ribu mahasiswa terlibat baku hantam dengan para petugas bersenjata. Sudah terdengar suara tembakan. Kemudian teriakan-teriakan. Aku melihat asap gas air mata. Lalu air yang disemprotkan. Mobil penggusur demo bergerak menyongsong menyisir jalan. Para mahasiswa lari berserakan. Ada yang nekat menerjang, tapi tongkat-tongkat langsung terangkat dan dipukulkan. Tidak pandang bulu! Lihat ada yang terkapar.  Darah menyiram muka dan bajunya. Tangannya diseret!

SUARA BENTURAN KERIBUTAN. ORANG ITU NAIK KE TEMPAT YANG LEBIH TINGGI.

Sudah banyak yang tumbang dengan kepala bocor. Tetapi terus juga ditendangi karena dia tidak mau mundur. Ada yang digotong untuk diungsikan ke tempat perawatan. Sementara beberapa orang terus-terusan berteriak, berseru memimpin, memberi komando, mengatur strategi.

Jangan mundur, hantam, robohkan pagarnya! Jangan takut, mereka hanya menggertak. Siapa berani melawan suara rakat?! Tahan! Aduh.

ORANG ITU  JATUH KENA LEMPAR BATU.

Aku tidak ikut! Aku hanya penonton!

ORANG ITU MERAYAP MENCARI PERLINDUNGAN. SUARA MOBIL MENGERAM LEWAT . ENTAKAN SEPATU BERLARI. KOMANDO-KOMANDO UNTUK MUNDUR. DAN KEMUDIAN SEPI. ORANG ITU PERLAHAN-LAHAN BERDIRI.

Ya Tuhan. Para demonstran itu berbalik menyerang. Mereka membawa batu, bom molotof. Anak-anak dan perempuan di depan!

MENGAMBIL BATU DAN BENDERA, SAMBIL-MENGIBAS-NGISAKAN BENDERA, MELEMPAR DAN MEMAKI

Diktator! Koruptor! Manipulator!

ORANG ITU MELEMPARKAN BATU-BATU DAN BOM MOLOTOF (SEMUANYA DIBUAT DARI GUMPALAN KERTAS YANG TIDAK  MEMBAHAYAKAN) DILEMPARKAN KE SEGALA ARAH, TERMASUK KE PENONTON.

Lihat, kalau kita nekat, mereka juga keder. Mereka tahu kita memperjuangkan kebenaran! Kasihan juga mereka sebenarnya bingung. Ada yang menegak pel supaya keberaniannya keluar. Lalu dengan mata gelap mereka mengamuk. Buas menembak karena mereka tidak sadar. Mereka sebenarnya kawan-kawan kita juga! Dengan mata gelap mereka maju. Demi tugas, hajar terus!

MAU MELEMPAR, TAPI  KEMUDIAN BALASAN DATANG ADA LEMPARAN KE ARAH ORANG ITU BERTUBI-TUBI. KEPALA ORANG ITU KENA BATU.

Aduh! Aku tidak ikut!

ORANG ITU MELOMPAT MENYELAMATKAN DIRI. GEROMBOLAN DEMONSTRAN LEWAT DENGAN TERIAK-TERIAKAN HISTERIS.

Gila. Para demonstran itu sudah kesurupan. Mereka tidak takut mati. Para petugas itu dilawan. Petugas-petugas itu  menembak ………… tidak, mereka lari. Mundur. Mereka berlompatan dikejar. Kenapa mereka lari? Apa senjata mereka tidak berisi peluru.. Ya ampun, itu yang gendut jatuh. Langsung diterkam. Ditelanjangi. Pakaian seragamnya dibuka. Dan ….. kenapa teman-temannya lari kabur?

TIBA-TIBA TERDENGA SUARA TEMBAKAN. ORANG ITU MENJATUHKAN DIRINYA. SUARA TEMBAKAN BERUNTUN. ORANG MENCARI PERLINDUNGAN KE BAWAH KURSI PENONTON. TEMBAKAN TERUS GENCAR MENJAUH. ORANG ITU BERDIRI.

Mereka sekarang baru menembak. Tapi arahnya ke atas. Tidak ada yang takut. Orang yang ditelanjangi itu sekarang ……… dilepaskan. Dia ternyata tidak digebukin, badannya masih mulus. Dia mengenakan lagi celananya tanpa celana dalam. Orang-orang itu lari. Kenapa mereka lari?

PINJAM KURSI PADA PENONTON, LALU NAIK DI KURSI.  MELAPORKAN APA YANG DILIHATNYA DARI TEMPAT  TINGGI.

Ya Tuhan, jadi itu rupanya, dari situ demonstran yang lain muncrat seperti bah. Mereka membawa kelewang, cerurit, besi, rantai sepeda, senjata-senjata tajam mau menyelamatkan petugas-petugas yang sudah pakai celana lagi itu. Demonstran-demontsran itu berhenti, lalu berbalik lari. Lari Tapi tidak, koreksi, demonstran yang lari itu tidak lari. Hanya lapisan perempuan dan anak-anak di barisan depan ditarik mundur. Yang di belakang maju. Dua kekuatan rakyat akan bertempur.

Sekarang mereka akan berkelahi. Demonstarn lawan demonstran. Wah ini perang saudara!

SUARA RIUH-RENDAH DARI KEDUA BELAH PIHAK. TURUN DARI KURSI DAN MENGEMBALIKAN KURSI, LALU MEMALINGKAN MUKANYA.SEDIH.

Ya Tuhan Mereka saling menyerang. Bunuh-bunuhan. Perang saudara! Kenapa para petugas hanya menonton dari kejauhan. Jangan! Jangan biarkan mereka berkelahi! Kita semua kan saudara! Jangan  termakan provokasi!

TIBA-TIBA KERIBUTAN ITU BERHENTI. ORANG ITU MENOLEH KEMBALI DAN MEMPERHATIKAN.

Oooooo ? Tidak. Ternyata mereka tidak jadi berkelahi. Mereka berunding. Ada negosiasi. Tapi setelah ada yang mati. Kenapa selalu begitu?

ORANG ITU TERMENUNG.

Siapakah aku ini? Apakah aku adalah bagian dari salah satu pihak? Atau semua pihak? Mungkinkah aku pihak yang lain? Mengapa hanya ada dua pihak? Aku di mana? Aku tidak pro tapi juga bukan kontra. Aku tidak mau berkelahi. Kenapa mesti berkelahi? Aku tidak ingin menang, tapi kenapa juga harus kalah.

Ini rumahku  Ini rumahku bukan? Ya ini rumahku sendiri. Jadi aku menunggu saja. Kenapa orang menunggu dilarang? Aku tidak mau terlibat, biar aku nonton saja, aku harap agar segala yang baik untuk semua pihak akan terjadi.

SEORANG MAHASISWA MENGHAMPIRI. MENOLEH.

Ya? Ini siapa? Dari kubu mana? Adik mahasiswa mana? O kamu di situ yang dipukul tadi itu kan? Kepalamu berdarah, sakit? Tapi tidak gegar otak, kan!? Sebaiknya ke rumah sakit sekarang, nanti kehabisan darah.

Kakinya juga pincang kena tendang ya? Aku lihat diinjak-injak tadi. Apa? O hanya terkilir masuk selokan karena di dorong temannya sendiri? Dan kepala itu juga tidak bocor karena dipukul tapi benturan dengan aspal. Tapi sama saja. Berdarah dan bisa gegar otak!

Ah! Jangan memandang aku begitu. Aku memang tidak ikut-ikutan. Aku tidak mau terbawa-bawa provokasi, bukan karena takut. Tapi ya, takut juga. Siapa yang mau kepala bocor dan kaki pincang begitu.

MELIHAT KE PENONTON.

Tapi mahasiswa itu marah. Dia melotot menusuk mataku. Tidak mengerti dengan badan yang masih sehat dan wajah yang masih menyimpan ambisi, kenapa aku tidak ikut terjun ke dalam barisan kontra SI.

Seharusnya kamu ikut untuk menambah satu suara kita lagi, katanya. Ya, seharusnya kamu jangan hanya nonton doang, ini bukan tontonan. Ini perjuangan, tahu?! Goblok! Ini penting, ngerti nggak?! Idiot!

Kamu lihat siapa yang berada di dalam gedung itu? Di situ ada orang-orang yang mengaku dirinya sebagai wakil rakyat. Tetapi kita sama sekali tidak merasa terwakili oleh mereka. Mereka tidak berhak untuk mengatasnamakan kita, apalagi mau memutuskan sesuatu yang akan menjerat kita.

Sidang ini harus digagalkan. Ini sebuah sandiwara besar dari orang-orang yang seharusnya kita usir dari gedung yang terhormat itu. Semua hasilnya, tahi kucing sekali pun  harus kita boikot. Kita tidak memerlukan hasil komplotan dagang.

Kita harus bongkar kedoknya, ganti dengan orang baru yang lebih afdol membela kepentingan rakyat. Yang mengabdi rakyat, bukan ngembat rakyat! Ayo terjun sekarang juga kamu!. Kecuali kalau kamu memang antek-antek mereka! Oportunis!

ORANG ITU MEMANDANG  KE ARAH MAHASISWA ITU KEMBALI

Maaf, saya bukan pendukung SI, tapi bukan pendukung tidak kemudian langsung berarti saya kontra. Saya tidak punya sikap karena tidak mau bersikap, untuk sementara. Itulah sikap saya. Nanti kalau waktunya saya akan bersikap

MENOLEH KE PENONTON

Tapi mahasiswi itu mengerutkan keningnya. Ia jijik.

Cucunguk! Orang-orang macam kalianlah yang sudah bikin perjuangan kita terhambat. Kamu bikin gurem reformasi. Berapa kamu dibayar ah? Apa itu cukup untuk membahagiakan anak-cucu kamu nanti yang akan mewarisi negeri hancur yang sudah jadi sapi perahan wangsa KKN itu? Kamu antek rezim KKN! Tolol! Dekaden! Pengecut! Banci!

MAHASISWA ITU PERGI

Tunggu!

SEORANG MAHASISWA MASUK, LALU MEMEROSOTKAN CELANA , NUNGGING MEMBERIKAN PANTATNYA PADA ORANG ITU. ORANG ITU MEMALINGKAN MUKA SAMBIL MENUTUP MATANYA

Ya ampun!
Aku malu. Wanita secantik dan semuda itu sudah menyebutku banci. Aku tidak mampu menjawab karena aku memang banci. Tidak bersikap ketika orang lain bersikap. aku memang banci. Tapi tiba-tiba seorang petugas  bersenjata menarik tanganku. Dengan kasar aku diseret menjauh dari gedung. Lalu dicampakkan. Ketika aku mencoba mempertahankan keseimbangan, sebuah tongkat melayang dan langsung mendarat di batok kepalaku.

JATUH

Kamu mau apa sebenarnya? Apa kamu tidak tahu, kita harus menempuh jalan konstitusional untuk mempercepat terjadinya Pemilihan Umum. Untuk mempercepat terjadinya pemilihan presiden yang baru. Apa kamu tidak tahu SI ini adalah jalan yang paling dekat untuk mengatasi krisis politik.

Kamu tidak boleh mengatasnamakan demokrasi dan hak azasi untuk membenarkan segala tindakan anarkhis dan vandalis ini. Siapa sebenarnya memulai dengan kekerasan, kamu atau kami petugas? Untuk apa kamu kontra SI, padahal SI ini tujuannya memulyakan demokrasi secara konstitusional, tahu?!!

ORANG ITU BANGUN

Tapi saya bukan orang yang kontra, Pak. Bukan kontra juga tidak berarti saya pendukung. Memang kedengarannya plintat-plintut, seperti bunglon, mencari enaknya. Tetapi itu sikap saya Pak, bukan mencari arah angin.

MERAIH TONGKAT YANG BERSERAKAN DI JALAN, LALU MEMUKUL.

Banyak mulut! Pengacau! Provokator!

MENENDANG. DAN MEMUKUL  ADA SESUATU DI JALAN YANG HANCUR BERANTAKAN KARENA DIPUKUL-PUKUL. BARU PETUGAS ITU NAMPAK TENANG LAGI.

Maaf kami hanya menjalankan tugas. Sekarang yang paling penting adalah menjaga keamanan. Kami akan menempuh jalan damai kalau semuanya mau berdamai. Tapi kalau tidak, kami juga tidak ragu-ragu untuk menindak tegas dan keras, terhadap siapa saja yang mencoba-coba membuat kerusahan. Kalau perlu (MEMUKUL) menghukum! Ini negara hukum, bukan hutan-rimba tempat binatang-binatang yang biadab  berkuasa. (MENGAUM KARENA MARAH)

MEMUKUL SEKALI LAGI SAMPAI TONGKATNYA PATAH. TAPI KEMUDIAN DUA ORANG MUNCUL MEMUKUL. ORANG ITU JATUH. KEDUA ORANG ITU LALU MENGINJAK-INJAKNYA. MEROBEK PAKAIANNYA. DAN KEMUDIAN MENINGGALKANNYA. NAMPAK TUBUH ORANG ITU TERBALUT PERBAN.

SUARA SIRENE MERAUNG-RAUNG. ORANG ITU BANGUN. SETELAH BAJUNYA TERBUKA, KELIHATAN  DI BALUTAN PERBANNYA ADA PENDARAHAN LAGI.

Ketika sadar lagi dan membuka mata, aku sudah berbaring di rumah sakit lagi. Untuk kesekian kalinya! Kepala dan badanku dibebat. Tanganku diinfus. Sementara di pesawat televisi, keributan pro dan kontra SI semakin marak. Beberapa orang sudah meninggal. Pagar roboh.

ORANG ITU BERDIRI SEMPOYONGAN LALU BERJALAN..

Aku tidak mau hanya menonton lewat televisi. Kamera-kamera televisi hanya nyorot apa yang mereka sukai. Aku harus melihat seluruh keadannya lebih adil. Kenapa para demontrans itu berkelahi. Mengapa para petugas itu garang. Aku harus kembali ke gedung MPR. Letaknya masih di situ kan?

Ya. Orang-orang yang ada di dalamnya juga masih terus berunding. Aku harus masuk ke situ! Biar mereka lihat apa hasil perundingan mereka yang tak tak ada ujungnya itu di luar gedung!


BERJALAN TAPI DIHALANGI PETUGAS YANG MERANTANGKAN KAIN PUTIH.

Ternyata jalan sudah diblokir. Pintu tertutup semua!

ADA RENTANGAN KAIN PUTIH. . ORANG ITU MENCOBA MENEROBOS. TAPI TAK BISA. IA MALAH TERBUNGKUS OLEH KAIN ITU. IA BERTERIAK-TERIAK, TAPI SEMAKIN TERBUNGKUS. TANGANNYA BERHASIL MEROBEK DAN MENJULUR KELUAR. KEMUDIAN TANGANNYA YANG SATU LAGI. TAPI KEPALANYA TAK BERHASIL KELUAR.

Penjagaan berlapis-lapis, tidak bisa diterobos. Sementara orang makin garang berkelahi. Semua pihak sama-sama ada yang mati. Para mahasiswa berdarah, rakyat jadi korban, para petugas makin ganas. Orang-orang di dalam gedung perundingan itu juga berkelahi, tapi mereka tidak berdarah. Sebentar lagi di antara mereka akan berhasil menduduki kursi. Orang-orang yang mengatur dari belakang meja dengan remote control di tempat-tempat yang tidak kelihatan, juga lelah, tapi mereka terjamin aman menyaksikan banjir darah perang saudara ini di rumahnya yang nyaman.

ORANG ITU TERUS MENCOBA. IA BERHASIL KELUAR DARI DALAM KAIN. LALU MENCOBA KEMBALI MENEROBOS. TAPI KAIN PUTIH ITU MEMELINTIR MENJADI TAMBANG. ORANG ITU BERJUANG MENCOBA MELEWATI TAMBANG KAIN PUTIH. TAPI KEMUDIAN KAIN PUTIH YANG MENJADI TAMBANG ITU KARENA IA BERGERAK MEMUTAR, MELILIT LEHERNYA. IA MENCOBA MAJU, TAPI LEHERNYA TERCEKEK. LALU TERDENGAR SUARA TEMBAKAN. ORANG ITU BERHENTI MENEROBOS. IA BICARA KEPADA PENONTON.

Aduh! Tolong! Siapa aku ini sebenarnya? Aku pemilik negeri ini, tetapi kenapa bukan aku yang berada di dalam gedung itu dan memutuskan apa yang baik untuk diriku sendiri? Kenapa bukan aku yang memakai pakaian seragam dan berjaga-jaga. Karena kalau aku mereka, aku tidak akan memukulkan tongkat ke arah kepalaku sendiri, sehingga aku gegar otak. Mengapa bukan aku yang berteriak mendukung SI. Kenapa juga bukan aku yang berteriak-teriak kontra SI? Di mana aku?

Siapa aku ini? Siapa aku sebenarnya?. Mengapa mereka berkelahi untuk sesuatu yang aku miliki. Apa mereka sudah minta izin kepadaku bahwa mereka akan berkelahi untuk milikku. Siapa sebetulnya semua mereka itu? Siapa?

TEMBAKAN BERTUBI-TUBI DAN ASAP MENGEPUL. SUARA KERIBUTAN SEMAKIN KERAS . ORANG ITU TERUS BERTANYA-TANYA, TETAPI SUARANYA TIDAK BISA LAGI JELAS TERTANGKAP.

Aku akan terus bertanya meskipun suaraku tidak ada yang mendengar. Siapa aku sebenarnya? Aku akan terus bertanya, biarpun badanku makin lemah, karena darahku sudah terkuras, kehidupan sudah tambah berat, rupiah sudah anjlok lagi 240 poin. Harapannya untuk dapat sesuap nasi makin tipis. Tubuhku sudah  gemetar. Tapi sebelum semua berakhir , aku akan tetap aku aklan terus bertanya sekali lagi sekali lagi bertanya..
Siapakah aku? Siapa sebetulnya mereka?

TERDENGAR SUARA LEDAKAN. SUARA SIRINE.

Siapa aku? Siapa kamu?

TERDENGAR TEMBAKAN BERTUBI-TUBI. KERIBUTAN MASA YANG BENTURAN DENGAN MASA. ORANG ITU SEPERTI TERTEMBAK, KENA BENTUR BERTUBI-TUBI. TAPI DIA BERTAHAN DAN TERUS BERTANYA-TANYA.

Siapa aku, siapa kamu?

SUARA SIRINE. ASAP MAKIN TEBAL. PERLAHAN-LAHAN GELAP.

SELESAI


Jakarta 13-11-98

0 Response to "SIAPA"