Bukan Eva Biasa














Monolog
Bukan Eva Biasa
Oleh Giri Ratomo







SETTING PANGGUNG BISA DIBUAT RUMIT, BISA DIBIKIN SEDERHANA. SUASANA SEMAKSIMAL MUNGKIN DIBUAT AKRAB DENGAN PENONTON. BOLEH ADA MUSIK KALAU DIRASA PERLU. SEMISAL AKAN DITAMBAH LAMPU ATAU EFEK AUDIO VISUAL MUNGKIN AKAN MAKIN BAGUS.

Saya sudah bilang: jangan digigit. Tapi kamu tetep bandel. Rasain! Biawak kok nggigit biawak. Kayak iklan saja. Tiiiiit kok makan tiiiiit.
Eit, kamu mau lari kemana heh? Sudah duduk aja disitu. Ngglosor-nglosor ngga papa. Sambil dinikmati jajanannya, kalau ada. Atau digigit-gigitlah bekalnya, kalau bawa. Ayo ayo ambil disruput minumannya. Pelan-pelan aja.

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG: perhatian perhatian. Mohon diperhatikan, pengunjung yang mengendarai kijang super mohon dipindahkan agar tidak menghalangi jalan pengunjung yang lain.

SUARA DILUAR PANGGUNG INI BISA DIULANG-ULANG SAMPAI SUARANYA SERAK. SEMENTARA TOKOH KITA INI IMPROVISASI NGOMONGIN TENTANG JENIS-JENIS JAJAN PASAR. JUGA MINUMAN. JANGAN LUPA ADA SISIPAN KATA: PELAN-PELAN.

Makanya pelan-pelan. Saya tadi khan sudah bilang pelan-pelan. Kalau tadi pelan-pelan khan ngga bakalan jadi serak kayak gitu.

Tapi ngga usah khawatir, saya sudah siapkan balsem anti serak. Nih! Balsem anti serak cap biji kedondong. Ini asli balsem mujarab hasil tanaman dalam negeri. Ditanam di tanah sendiri, dipupuk pake pupuk alami. Sekali oles pasti belum terasa khasiatnya. Dijamin. Sebab balsem ini mesti diolesin teratur di tempat yang sakit, tunggu dua sampai empat hari baru akan terasa khasiatnya. Intinya, balsem ini mesti dipakai secara teratur. Konsisten.

Loh apa-apa perlu teratur khan? Perlu konsisten?

Mau jadi balsem mujarab ya mesti konsisten. Konsisten jadi balsem. Mau jadi penulis ya mesti konsisten jadi penulis. Mau jadi aktor, sutradara, pelukis, pedagang, de el el ya perlu: konsisten. Kalau loncat sana, loncat sini ujung-ujungnya ya ngga jelas mau jadi apa. Yang kayak gitu biasanya dinamain kutu loncat. Orangnya ngga konsisten. Kadang disana kadang disini. Hari ini ngomong A besoknya ngomong B. Plenca plence. Ngga bisa dipegang omongannya. Kalau sudah begitu mana ada orang yang percaya?

Kayak saya ini contohnya. Kalau saya ngga konsisten, ya mana mungkin anda-anda bisa percaya kalau apa yang saya tawarkan ini benar-benar berkhasiat?

Dan ini yang paling penting: yang saya tawarkan ini jelas-jelas multi level marketing. Naaaah, anda mesti yakin kalau ini multi level marketing. Sebab begini: misal anda memakai balsem ini, maka anda mesti mencari dua di kanan dan dua di kiri. Terus nanti masing-masing yang di kanan mesti mencari dua di kanan dan dua di kiri. Begitu juga yang di kiri: masing-masing mesti mencari dua di kanan dan dua di kiri. Begitu seterusnya. Bayangkan!

Bayangkan berapa keuntungan yang bakal saudara peroleh dari kegiatan macam ini? Empat kali lipat! Bahkan lebih! Pokoknya berlipat-lipat. Pokoknya ngga bakalan rugi!

Pokoknya anda tinggal duduk tenang, ongkang-ongkang dan duit akan icriticriticriticrit masuk ke kantong. Tunggu beberapa hari, beberapa bulan, beberapa tahun dan anda bisa beli apa saja. Gampang khan?

Tapi ya itu, kuncinya tetep: konsisten. Konsisten dengan apa yang anda yakini. Naaaah, anda mesti yakin kalau ini multi level marketing.
Saya sudah berulang kali membuktikannya kok. Nyatanya ya anda lihat sendiri khan kalau saya ini sukses?

Eit, kamu mau lari kemana?

Tapi kesuksesan saya ini jangan dilihat dari pakaian saya ini loh ya. Kesuksesan saya ini bisa dilihat dari hasil kerja keras saya selama dua hari terakhir ini. Nah! Ini dia! Ini bukti kesuksesan saya!

Ini catatan orang-orang yang sudah ngrasin balsem anti serak cap biji kedondong. Satu, dua, empat, enam belas, enam puluh empat, satu dua delapan.. Dua lima enam orang hanya dalam dua hari!
Dua lima enam kali dua kali enam kali duaribu dikali sepuluh dibagi seratus sama dengan hohohohoho. Banyak!
Padahal modal saya cuma ini. Modal mulut! Ples balsem anti serak cap biji kedondong tentunya hehehe.

Anda tak perlu khawatir meski anda sudah ngga punya tanah sepetakpun. Anda ngga usah risau ditangkep satpol pp, khawatir dibuang lapaknya atau rebutan lahan yang cuma satu seperempat meter persegi.

Kayak saya ini contohnya. Saya itu sudah bosen. Bosen ngga bisa tidur tiap malem.

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
perhatian perhatian. Mohon diperhatikan, pengunjung yang mengendarai kijang coklat mohon dipindahkan agar tidak menghalangi jalan pengunjung yang lain

Gimana mau bisa tidur? Sebentar-sebentar kedenger suara itu: perhatian perhatian. Mohon diperhatikan blekeblekeblek. Huh! Memangnya ngga capai? Ngga bosen?
Padahal seluruh tenaga sudah saya kerahkan agar saya bisa tetap fit. Tetep seger. Ngga bosen. Tapi kalau terus menerus saya diteror suara seperti itu, siapa bisa tahaaaan?

Loh, saudara ngga bisa nuduh saya kalau saya penakut. Itu ngga adil dong.
Saudara boleh nuduh kayak gitu kalau ada buktinya. Memangnya saudara punya bukti kalau saya itu penakut? Saya berani kok.

Saya bilang kayak gitu sebab saya punya bukti. Nih! Ini buktinya! Saudara lihat sendiri khan?

Codet di jidat kanan saya ini saksi bisu keberanian saya saudara. Waktu itu saya masih muda. Pikiran saya saat itu masih lurus-lurus saja. Pokoknya kalau saya punya pikiran A, maka harus A. Meski ada tembok di depan mata, kalau memang harus saya robohkan, ya harus dirobohkan. Itu prinsip saya. Makanya orang bilang saya itu keras kepala. Itu sifat saya sejak kecil.

Saya itu dari kecil sudah dididik keras. Kata orang-orang di sekitar saya, kalau saya lemah maka saya akan tersingkir. Akan susah bertahan hidup. Akan sengsara. Ngga bisa makan. Ngga bisa lama hidup. Idih amit amit.

Waktu saya baru sepuluh tahun, saya sudah bisa ngelola lima orang anak. Lumayanlah. Setiap hari paling tidak saya bisa dapat bonus separuh lebih dari pendapatan mereka. Tapi tentu ngga gampang ngelola lima orang anak khan?

Modal saya ya cuma ini: mulut. Sama ini: otak. Terus satu lagi ini: otot.

Sempat dulu saya lepas kontrol. Saya ngga lagi pakai otak, otot sama mulut. Tapi saya pakai ini: pisau. Sebab waktu itu saya sudah benar-benar jengkel. Bagaimana ngga jengkel? Berkali-kali sudah saya bilangin, kalau setoran mesti dikumpul jam delapan malem. Eeeh si Johan selalu telat. Alasannya ada saja. Yang inilah, yang itulah. Lama-lama wajar dong kalau saya jengkel.

Kejadiannya ya di pojok sana. Si Johan waktu itu datangnya dari arah situ. Saya waktu itu sedang ngitung setoran dari Muktar, Moko, Johar sama Ade. Hmmm, tangan saya waktu itu sudah gatel, otot saya pegel-pegel. Sudah pengin cepet-cepet nonjok mukanya yang segenggam kepalan tangan. Brengsek!

Ini sudah yang kesekian kalinya si Johan telat. Saya pikir si Johan mau bikin alasan. Mulut saya sudah pengin nyerocos. Eeh, ngga tahunya si Johan tanpa ba bi bu langsung ngelempar setoran terus ngeloyor pergi. Brengsek!

Eit, kamu mau lari kemana? Si Johan ngejawab: aku keluar!

Keluar? Enak saja keluar. Memangnya gampang keluar? Heh! Sekali kamu masuk, pintu tak lagi bisa kebuka. Semua sudah tertutup. Brengsek!

Bukannya si Johan pergi, eh dia malah balik ngedeketin saya. Tangannya langsung nyengkeram krah baju saya. Trus dia bilang: Kalau aku tetap keluar kamu mau apa?

Darah saya mendidih. Brengsek! Berani sekali anak kecil satu ini. Belum tahu siapa orang yang sedang dicengkeram krah bajunya ini. Tanpa ba bi bu saya cabut pisau pemberian bapak angkat saya. Lalu saya tusuk berkali-kali perutnya. Saya tusuk dadanya. Saya tusuk lehernya. Saya tusuk. Saya tusuk semuanya.

Saya kalap saudara. Entah berapa lobang yang sudah saya bikin. Darah muncrat di muka saya. Darah berceceran di sekujur tubuh saya. Mampus!

Saya lega sekarang. Satu kecoa kecil sudah bisa aku singkirkan. Kecoa kecil yang lama kelamaan bisa jadi tikus. Bisa jadi biawak yang sewaktu-waktu menggigit kedudukan saya.
Itulah pertama kalinya saya menggunakan pisau. Pisau pemberian bapak angkat saya. Tak sampai sejam saya bikin lobang di pojok situ. Lalu saya masukin tubuh item kecil yang sudah penuh dengan lubang. Saya masukin juga baju dan celana saya yang sudah berlumur darah.

Saya lega sekarang. Setidaknya saya sudah bisa menggunakan barang pemberian orang yang saya kagumi. Satu-satunya orang yang selalu memukul saya kalau saya telat memberi setoran. Menginjak-injak perut saya kalau saya telat bangun. Menyiram saya dengan kopi kalau dia kalah judi.

Tapi saya ngga emosi. Ngga marah. Saya ngga takut. Ngga sedih. Datar-datar saja. Sebab kata bapak angkat, cuma kecoa yang terbirit-birit kalau disiram kopi. Dan aku bukan kecoa. Kata bapak angkat, saya mesti menjadi biawak. Sebab bisa biawak lebih berbisa dari bisa ular. Dan saya bertekad suatu saat nanti saya bisa menjadi biawaknya biawak.

Sampai kemudian pada suatu siang, saya merasa ada yang kurang. Kok tumben perut saya ngga ada yang menginjak? Padahal biasanya kalau jam segini saya belum bangun, bapak angkat akan dengan senang hati menginjak-injak perut saya. Pelan-pelan saya mendekati bilik tempat bapak angkat biasa maen judi.

Eit, kamu mau lari kemana? Deg. Jantung saya seperti meloncat dari balik dada. Bapak angkat sudah pasang muka angker. Saya sudah pasrah saja waktu itu. Saya diam. Bapak angkat saya makin seram mukanya. Tahu-tahu tangannya yang segede kaki sudah mendarat di pipi. Plak!
“Kamu orang atau batu, hah?”
Saya diam.
Plak!
“Kalau jam segini baru bangun, kamu mau makan batu?”
Plak!
Saya cuma diam.
“Memangnya tempat ini milik moyangmu?”
Plak! Cuh!
Saya tetap diam.

Tapi dada saya tidak. Dada ini seperti menyimpan lahar yang siap muncrat. Beribu kata berkelebat di otak. Mereka saling berebut minta keluar. Dada saya sesak. Tangan saya waktu itu sudah gatel, otot saya pegel-pegel. Tanpa ba bi bu saya tendang kaki bapak angkat. Sejurus kemudian tangan kanan saya telak mendarat di pipinya. Sepersekian menit bapak angkat saya tak bergerak. Barangkali dia kaget. Pasti dia tak menyangka sama sekali kalau anak angkatnya mulai berani. Sekian detik kemudian tahu-tahu kakinya sudah mendarat di perut, tangan kanannya mendarat di muka dan tangan kirinya menyambar rahang kiri saya.

Saya langsung KO. Pandangan saya kabur, ada seribu bintang yang berserak di mata. Lalu semuanya gelap. Tahu-tahu saya sudah nangkring di tiang listrik. Saya heran, kenapa ada tubuh saya yang sedang rebahan di pojokan? Saya juga melihat bapak angkat saya mengeluarkan pisau dari kantong celananya dan menaruhnya di atas perut saya. Saya juga melihat bapak angkat kemudian ngeloyor pergi sambil menghisap rokok.

Saya pengin teriak memanggil bapak angkat saya yang makin jauh hingga tak tampak oleh saya yang sedang nangkring di tiang listrik. Saya juga pengin teriak membangunkan saya yang sedang rebahan di pojokan. Dari atas tiang listrik saya melihat Moko sedang mengambil dompet seorang ibu di pasar. Di pojok pertokoan si Muktar lagi asyik menyedot lem sedang Joko asyik nyanyi di perempatan.

Anjing! Ada seekor anjing terpincang-pincang lari ke pojokan. Tanpa basa basi si anjing langsung angkat kakinya yang kiri dan cuuur, langsung ngguyur ke muka saya yang lagi rebahan. Buru-buru saya langsung terjun bebas dari tiang listrik. Saya ambil batu dan saya lempar. Anjing!

Deg! Deg. Jantung saya seperti meloncat dari balik dada. Astaga! Kenapa saya bisa rebahan di pojokan sini? Jam berapa sekarang? Sekarang hari apa?

INI BAGIAN YANG CUKUP MENGADA-ADA

Kemudian saya mulai memegang-megang tangan. Pergelangan tangan. Siku. Lengan. Pundak. Lalu saya meraba-raba kepala. Meraba belakang kepala. Menjambak-jambak rambut. Memencat-mencet hidung. Meraba-raba mata dan bibir. Saya juga mulai memuntir-muntir leher.

Astaga! Apakah saya masih manusia?

Saya raba perut saya. Ada yang basah. Saya puntir-puntir pergelangan kaki saya. Ya ya ya. Sepertinya saya masih manusia.

Apa ini?

Begitulah saudara. Cukup lama saya memandangi bagian-bagian organ saya. Cukup lama saya mengagumi tubuh saya sendiri. Sampai saya kemudian terganggu dengan suara-suara yang agak asing. Saya berusaha keras menerjemahkan apa maksud suara-suara itu.

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
perhatian perhatian. Mohon diperhatikan, pengunjung yang mengendarai kijang coklat mohon dipindahkan agar tidak menghalangi jalan pengunjung yang lain

Kenapa saya bisa rebahan di pojokan sini? Jam berapa sekarang? Sekarang hari apa? Tolong saya saudara. Tolong jawab! Sungguh saya tidak sedang berpura-pura. Saya tidak sedang akting. Tidak sedang bermain drama. Ini betulan. Saya benar-benar bingung. Sebenarnya saya itu siapa?

Iblis? Setan? Malaikat? Anjing? (ini bisa ngawur atau ngikuti jawaban penonton)

Oke oke oke. Baiklah. Ternyata saudara-saudara ngawur semua. Saya tidak yakin dengan jawaban saudara-saudara. Boleh saudara-saudara sebutin seribu nama. Seribu jenis mahluk. Silahkan! Yang jelas saya masih bingung dengan siapa saya. Titik.

Saya berjanji mulai hari ini saya tidak mau lagi tergantung dengan kalian-kalian. Tidak mau tergantung dengan anda-anda. Tidak mau tergantung dengan tetek bengek di luar saya!

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
perhatian perhatian. Mohon diperhatikan, sekali lagi pengunjung yang mengendarai kijang coklat mohon dipindahkan agar tidak menghalangi jalan pengunjung yang lain.)


Anjing! Berisik! He! Saya juga tak mau tergantung sama kamu tahu!

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
Mohon diperhatikan, yang lagi bingung terus marah-marah harap jangan dilanjutkan. Percuma!)

Percuma dengkulmu! Kamu ngga perlu ikut campur bangsat!

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
 perhatian perhatian. Katanya tadi pengin tahu sekarang hari apa. Jam berapa. Di mana?

Weit! Rupa-rupanya kamu ikut-ikutan nguping ya? Kurang ajar!

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
perhatian perhatian. Ya sudah. Saya ngambek. Saya ngga mau ikut campur. Ngga ikut-ikutan

Eh. Bajingan! Ya jangan kayak gitu dong. Jangan cepat-cepat ngambek begitu dong. Ngga bagus. Nanti jadi cepat tua. Pliiiis. Jangan ngambek yaaaa. Ayo dong kasih tahu saya: saya siapa, saya di mana, apa tugas saya?

YANG INI SUARA DILUAR PANGGUNG:
Mohon diperhatikan, saya akan bacakan biodata kamu. Blipblip blipblip blipblip. Nama kamu adalah Imron. Lahir bulan September tanggal sebelas tahun dirahasiakan. Keluarga kamu di masa lalu sudah saya hapus dari database. Yang harus kamu ingat adalah kamu besar di Afghanistan. Kamu masih ingat tata cara menjalani manusia sempurna. Kamu sangat cekatan dalam merangkai te en te juga black powder. Kamu adalah Imron yang beriman



YANG INI DIBACA PELAN-PELAN BOLEH BERULANG-ULANG. PELAN-PELAN
Saya Imron. Lahir bulan September tanggal sebelas tahun dirahasiakan. Keluarga saya di masa lalu sudah dihapus dari database. Saya besar di Afghanistan. Saya masih ingat tata cara menjalani manusia sempurna. Saya sangat cekatan dalam merangkai te en te juga black powder. Saya adalah Imron yang beriman. Saya Imron.

Imron sudah bosan dengan tekanan-tekanan. Imron sudah capai dengan kemapanan. Imron sudah tak kenal benda kecil runcing dan melengkung. Imron tak kenal siapa bapak siapa ibu. Imron tak punya anak. Imron tak punya istri. Imron cuma punya sahabat-sahabat Imron. Saudara adalah sahabat seperjuangan. Saudara adalah kawan sedarah yang rela meregang nyawa di tanah suci. Ya ya ya! Muktar adalah saudara saya yang telah meledakkan perutnya di Hotel Merkurius, Moko adalah saudara saya yang telah mati di Hotel Venus, dan Imron masih punya Gufron, punya Haris, punya Ghazali.

Saudara tentu masih ingat kata pepatah mati satu tumbuh seribu? Imron meyakini itu, saudara. Meski hari ini satu saudara saya mati, tapi percayalah seribu saudara saya masih tetap ada. Sebab bibit dengki sudah kami selipkan di sini. Nih di sini! Bibit benci berserak di sini. Ada amarah di dada kami yang meledak-ledak.

Siapa di antara saudara yang mampu mencabut bibit dengki kami? Mematikan tunas benci kami? Siapa yang mampu? Siapa? Hah! Apalah arti dosa! Apalah arti agama! Keyakinan bagi kami adalah harga mati. Keraguan berarti mati!

Anda-anda tahu? Sebentar lagi tujuh puluh bidadari akan menjemput saya dengan kereta kencana. Lalu saya akan dibawa mereka ke tempat yang sejuk dengan mata air anggur yang tak memabukan. Yang takkan habis meski setiap detik saya meminumnya. Lalu saya akan dipijit-pijit oleh bidadar-bidadari yang sungguh sangat cantik sekali. Tak ada seorang pun wanita di dunia ini yang bakal sanggup menandingi. Madonna, Dian Sastro, Mireki Okubo, Yoel Britanugrah? Huh! Mereka lewaaaat saudara!

Kemudian bila senja mulai masuk dengan sinar matahari yang berwarna lembayung, saya akan bergantian mencumbui mereka satu persatu. Satu persatu saudara! Bayangkan! Saya tentu akan sangat kecapaian bergulingan kesana kemari. Akan kecapaian berganti-ganti gaya. Hingga pada suatu saat saya akan terengah-engah menghentikan permainan sex kami yang melelahkan. Lalu saya akan berendam sejenak di danau ginseng yang akan membikin tenaga saya kembali pulih. Di dasar danau yang berwarna coklat jernih itu telah direndam sejumlah anak kijang dan tangkur buaya. Bayangkan! Tangkur buaya! Anda tentu sering mendengar bagaimana mitos tangkur buaya bukan? Ya ya ya. Hanya dalam hitungan detik kejantanan saya bangkit kembali. Ide-ide permainan ganas dan seru berkelebatan di mata. Berkelebatan pula wajah-wajah istri-istri saya sewaktu di dunia saudara. Benar sudara. Wajah itu berkelebat begitu saja. Sialan! kenapa tiba-tiba dia berkelebatan?

Saya baru ingat saudara, bila saya pernah punya istri. Wahai! Bukankah boleh seseorang punya istri lebih dari empat? Saya punya tujuh. Bahkan lebih. Istri saya yang pertama saya kawini di pojok pasar. Hanya satu tahun kemudian saya ketemu dengan cewek sintal di kampung rambutan. Sungguh saya ngga tahan. Lalu dari mereka lahir delapan orang cowok dan seorang cewek yang lucu-lucu. Tapi mereka garang dan patuh. Saya yakin mereka akan mengikuti jejak saya. Sebab mereka telah saya tanamkan kebanggaan mendalam terhadap saya. Saya sudah jejali mereka bila ayah mereka adalah seorang pemberani dan disempurnakan. Hah! Dua tahun kemudian saya hijrah di negeri jiran. Saya ngga tahan untuk hidup sendirian. Saya kemudian mulai mendekati anaknya murid saya. Tentu saya harus baik-baik dengan bapaknya yang juga murid kepercayaan saya. Dua bulan kemudian saya nikahi dia di bawah tangan. Dan saudara tentu sudah mengira bahwa saya tak cukup puas kalau cuma dilayani oleh satu wanita. Benar! Dua wanita sekaligus saya nikahi dengan persetujuan istri pertama saya di negeri jiran. Atau istri sah saya yang ketiga tepatnya. Benar! Yang sah! Saya kurang tahu pasti mereka sekarang punya anak berapa. Yang pasti sewaktu saya masih bareng dengan mereka, saya sempat membuat empat orang anak laki-laki. Lumayan! Mereka bisa menjadi pemberani dan garang macam ayahnya!

Pada pertengahan tahun yang gawat saya mendapat mandat bertugas di Afghanistan. Dengan riang saya menjalaninya. Di sana saya tidak jatuh ke pelukan banyak wanita, saudara. Saya insap. Saya sudah cukup banyak memiliki istri yang tercecer dimana-mana. Saya tak gampang tergoda. Saya cukup bisa mengendalikan diri, meski kemontokan wanita-wanita eropa asia sedemikian menggoda kelaki-lakian saya. Jadi saya cuma menggauli seorang wanita, saudara. Namanya Eva. Seorang saja. Tak lebih. Betul! Ini benar! Saya merasakan benar-benar ada denyar di dada setiap kali bercinta dengannya. Bahkan setiap kali mengingat dia. Sampai sekarang. Deg! Deg. Jantung saya seperti meloncat dari balik dada setiap kali menyebut namanya. Eva! Deg! Eva eva! Deg deg! Eva eva eva! Deg deg deg!

Gila! Saya hampir dibikin gila!

Kenapa seorang Imron yang perkasa akhirnya tak berdaya di dada Eva? Sialan! Kurang ajar! Ini ngga boleh terjadi! Tapi ini betul-betul terjadi saudara.

Suatu hari saat senja yang murung, saya baru pulang latihan. Tubuh yang penat tak terlalu saya rasakan sebab di benak saya yang terbayang cuma Eva seorang. Tentu dia akan menyongsong saya dengan pakaian hitam yang menutupi seluruh tubuhnya dan hanya terlihat matanya yang bundar. Lalu dia akan langsung menggandeng tangan saya dan menarik ke ranjang. Begitu yang saya pikirkan.

Dan saudara pasti telah mengira kelanjutan ceritanya? Tentu sudara berpikir –sama seperti di cerita-cerita klasik- bahwa sesampainya di rumah, Eva ternyata tengah berselingkuh dengan lelaki lain. Tebakan anda-anda keliru saudara!

Saya yang sedang penat disambut dengan riang oleh Eva. Eva menyongsong saya dengan pakaian hitam yang menutupi seluruh tubuhnya dan hanya terlihat matanya yang bundar. Lalu dia langsung menggandeng tangan saya dan menarik ke ranjang. Oh demi kenikmatan yang tak ternilai! Saya dibikin berantakan! Setelah saling pagut sekian lama, tangan saya mengenai setumpuk album foto. Buru-buru Eva menarik tangan saya dan meletakkannya di dadanya. Lagi-lagi tangan saya mengenai album foto yang lain. Jelas saya terganggu. Lalu saya melemparkan album itu. kembali saya bergulat dengan Eva. Astaga! Demi iblis apa yang mengganggu saya! Kenapa tangan saya kembali lagi mengenai album foto yang sudah saya lempar jauh-jauh? Bergegas saya bangkit dan mengambil album itu. sepersekian detik berikutnya Eva sudah lebih dulu mengambil album keparat itu. penuh penasaran saya rebut album di tangan Eva. Sejurus kemudian kami saling rebut. Dengan keliaran Samson atas Delilah, akhirnya saya bisa mendapatkan album keparat itu. sedetik dua menit saya terkejut. Saya balik lembar demi lembar album itu.

”Siapa dia, Eva?”

”Aku mohon. Kembalikan.” begitu katanya sesenggukan. Saya tatap tajam matanya. Dan sebentar kemudian saya tatap poto-poto di album. Sungguh saya dibakar cemburu yang sangat, saudara! Bayangkan! Sedemikian hati saya telah saya serahkan, tapi ternyata Eva menyimpan album-album poto keparat!

“Eva, siapa dia?”

Eva diam. Bibir saya gemetaran. Menahan marah. Bibir dia gemetar menahan takut. Bibir kami saling gemetaran. Kami berdua gemeteran. Astaga! Iblis mana yang merasuki kami sehingga ada kebekuan yang membikin kami gemetaran! Saya benar-benar marah, saudara! Belum pernah saya merasa dipermainkan seperti ini oleh seorang wanita. Baiklah, Eva! Bila dengan kelembutan kamu tak juga berbicara, maka terpaksa saya akan melakukannya secara laki-laki! Lalu saya cengkeram rambutnya dan menengadahkan mukanya secara paksa. Saya seret Eva ke tembok dan membenturkannya berulang kali ke tembok. Berulang kali. Berulang kali. Dia menjerit. Terus menjerit dan saya semakin keras menjambak dan membenturkannya ke tembok. Bajingan! Bangsat! Wanita tak tahu dikasih madu! sudah diberi hati masih juga tak mampu setia! Iblis! Wajar bila tuhan menjatuhkanmu ke bumi dan membuang dari surga! Sebab karena bisikanmu Adam menjadi tergoda dan membuat tuhan murka! Katakan, Eva! Siapa dia! Ayo! Ayo!

Berulang kali. Berulang kali. Berulang-ulang. Hingga kemudian tangan saya serasa mau patah. Darah muncrat di sekujur tembok. Darah muncrat di batok kepala Eva. Aku lunglai. Eva lunglai. Bajingaaaaaan! Demi kebiadaban yang telah saya lakukan, kenapa saya lakukan ini?
Eva? Tidak! Eva tak boleh mati. Eva tak boleh diam. Eva? Bajingaaaaaan!

Sejurus kemudian saya bopong tubuh Eva dan membaringkannya di ranjang. Mengusap-usap kepalanya yang remuk. Mengoleskan darah yang bercecer ke muka, rambut dan tubuh. Memukul-mukul kepala sendiri dan meraung tanpa henti. Eva! Eva! Kenapa aku engkau tinggalkan?

Lalu siapa lelaki bangsat di album keparat? Penasaran saya ambil album-album poto. Saya perhatikan dengan detail. Astaga!

Lalu saya raih album lain yang ternyata berisi kliping-kliping koran. Astaga!
”EVA AKHIRNYA MEMUTUSKAN MENGGANTI JENIS KELAMINNYA” astagaa!
”OPERASI KELAMIN KONTROVERSIAL TERJADI DI AFGHANISTAN TAHUN INI” astagaaa!

Saudara, saya benar-benar kaget bukan kepalang. Setelah sekian tahun saya bercumbu dengan Eva, ternyata dia adalah Evan! Astagaaaaaaaa! Kebodohan macam apa ini?

Evan evan eva n eva n eva eva eva evaaaa bajingaaaan!!

Atas nama kebiadaban yang pernah saya lakukan, dan demi kedengkian yang makin memuncak maka saya harus berani. Berani! Saya harus! Harus! Sebentar!

(mengambil bungkusan plastik, bisa juga bungkusan koran. Juga potongan pipa-pipa. Juga sebungkus paku)

Atas nama cinta yang dicederai maka sekarang saya menjadi koki. Tramtram tralalala tramtramtram tralalalalaaa. Apa sulitnya bagi seorang Imron untuk meraciknya menjadi ini? Ahaaaa!

Saya Imron. Lahir bulan September tanggal sebelas tahun dirahasiakan. Keluarga saya di masa lalu sudah dihapus dari database. Saya besar di Afghanistan. Saya masih ingat tata cara menjalani manusia sempurna. Saya sangat cekatan dalam merangkai te en te juga black powder. Saya adalah Imron yang beriman. Saya Imron. Imron sudah bosan dengan tekanan-tekanan. Imron adalah manusia sempurna. Kalian-kalian adalah manusia celaka!

Dan sekarang saatnya. Saudara-saudara tidak sadar khan? Mobil saya sekarang terparkir dengan manis di luar. Kijang super warna coklat. Dan saudara-saudara sekarang terkepung! Saudara-saudara tidak bisa lari kemana-mana. Saudara-saudara tidak bisa lari dari tempat in. Semua pintu sudah terkunci rapat.

MENGAMBIL SESUATU DARI TAS PINGGANG

Sekarang saatnya. Dan tak ada yang bisa menghentikan saya. Wassalam!

REMOTE DIPENCET. DI LUAR TERDENGAR SUARA LEDAKAN YANG CUKUP KERAS. LAMPU FADE OFF. DI TENGAH-TENGAH PENONTON JATUH BERHAMBURAN BUBUK PUTIH, BISA JUGA BERCAMPUR BUBUK HITAM. SEMUA PENONTON KENA BUBUK PUTIH, BISA JUGA BERCAMPUR BUBUK HITAM



***SELESAI****
Denpasar, 16 Juli 2009


0 Response to "Bukan Eva Biasa"