Naskah Lakon
Apa Hendak Dikata
Karya : Fauzi
(RUANG
TAMU SEDERHANA, SEKELILING DINDING DIHIASI GAMBAR YANG TERTULIS LAFADS HURUF-HURUF
AL-QURAAN, SERTA FOTO-FOTO KELUARGA TAMPA FREM. DI SUDUT DINDING
TERDAPAT SEBUAH LEMARI YANG TAMPAK SUDAH USANG. SEBELAH KIRI TERLIHAT SEBUAH
LORONG UNTUK MENUJU KEDAPUR. TERLIHAT SEORANG PEMUDA DUDUK, DAN DISAMPING
TEMPAT IA DUDUK TERLIHAT TAS AGAK BESAR. SEKALI-KALI IA MEMEGANG KENINGNYA,
TAMPAKNYA IA LAGI MEMIKIRKAN SESUATU .)
ADEGAN I
ATAN : (BERBICARA
SENDIRI) Bagaimana aku harus mengatakan kepada
mereka tentang hal ini, takut kalau-kalau mereka tak setuju. Apalagi keadaan sekarang ini sangat susah, bingung
jadinya “”(DUDUK SAMBIL MEMEGANG KEPALA TIBA
MUNCUL SEORANG PEREMPUAN PARUH BAYA MEBAWA GELAS YANG BERISI AIR).
IBU : Bagaimana perjalananmu
datang kemari tidak ada hambatankan? (DUDUK MELETAKKAN GELAS DIATAS MEJA).
ATAN : Alhamdulillah
lancar-lancar saja,
cuma tadi lama dipelabuhan menunggu penumpang.
IBU : Kamu naik apa kemari?
ATAN : Naik kapal speed boat.
IBU :
Pantasan lama kamu menunggu di pelabuhan.
ATAN :
Memangnya kenapa Bu?
IBU :
Kalau mau kemari naik kapal biasa saja biar cepat. Biayanya juga tidak begitu mahal,
lebih irit.
ATAN : Saya tidak tahu di mana tempatnya yang saya tahu pelabuhan yang biasa.
IBU : Yang benar kamu tidak tahu tempatnya. Tempat kamu menunggu itu tidak jauh dari pelabuhan, paling-paling jarak tiga
pelabuhan.
ATAN : Saya ragu.
Masalahnya sudah hampir dua tahun
tidak pulang kerumah, dengar kabar memang
ada, tapi saya fikir
biar lebih capat sampai di rumah.
IBU :
Tapi ternyata lambatkan?
ATAN : Iya.
IBU : Ibu ke belakang
sebentar mengambil air.
ATAN : Tidak usah Bu, kalau saya haus saya ambil sendiri ke belakang. Tadi
saya juga sudah minum.
IBU : Minum apa?
ATAN : Teh dan sarapan
lontong.
IBU : Ya sudah kalau begitu,
Ibu mau kebelakang sebentar mau jemur pakaian dan masak air, kamu
istrahat saja dulu kelihatannya kamu kelelahan (KELUAR
MENUJU KEBELAKANG).
ATAN : Iya
Bu…
SUASANA
HENING, ATAN MENGAMBIL TAS YANG BERADA DISAMPINGNYA MEMBAWA KE DALAM TAK BEBERAPA LAMA
KEMUDIAN DIA KEMBALI DUDUK
MASIH
MEMIKIRKAN SESUATU TAK LAMA WAKTU BERSELANG IBU MENGHAMPIRINYA].
IBU : Ada apa? ( BERCANDA) Kenapa mukamu seperti orang
dikejar hutang gitu.!
ATAN :
(DATAR)
Tidak ada
apa-apa Bu.
IBU : Kalau tidak ada
apa-apa, tidak mungkin mukamu seperti orang
linglung begitu.
ATAN : Benar Bu tidak ada
apa-apa cuma..
IBU :
(MEMOTONG) Cuma
apa?
ATAN :
Begini Bu, Saya cuma ingin
mengatakan kalau saya sudah berhenti bekerja di cafe.
IBU :
(KAGET) Yang
benar?
ATAN : Benar Bu.
IBU :
Alasannya apa? ( MENGGODA) Kemarin
katanya kerja di sana enak,
sampai-sampai tidak ada waktu untuk
pulang ke rumah.
ATAN :
Memang enak Bu, tapi kalau tidak ada perubahan rasanya hanya membuang
waktu saja. Lagi pula penghasilanya tidak sebanding dengan
keringat yang dikeluarkan, sementara usia saya sudah semakin lanjut. Sudah saatnya saya harus
memikirkan masa depan.
IBU :
Jangan-jangan kamu punya masalah?
ATAN : Masalah apa Bu?
IBU : Mana Ibu tahu,
mungkin ada masalah di tempat kerjamu.
ATAN : Tidak ada masalah apa-apa Bu, saya hanya ingin
istirahat itu saja, mungkin setelah ini
saya akan mencari pekerjaan yang lebih baik.
IBU :
Semua pekerjaan itu baik. Hanya saja kita yang membuat pekerjaan itu menjadi
tidak baik.
ATAN : Maksud saya, saya ingin mencari pekerjaan lain, dan saya tidak
mau lagi bekerja di cafe.
IBU :
Tidak biasanya kamu bersikap
seperti ini, bukankah pekerjaan itu dulunya sangat kamu senangi.
ATAN : Kalau boleh saya jujur
saya memang masih senang bekerja disitu Bu, tapi untuk sekarang tidak mungkin
lagi saya bekerja disitu.
IBU : Alasannya ap?
ATAN : Saya sadar bahwa pekerjaan yang saya
jalani selama ini, kurang baik buat diri saya, bahkan buat masyarakat.
IBU :
Masyarakat? Maksudnya apa?
ATAN : Biasalah Bu pekerjaan seperti kami ini bagi
masyarakat bukanlah suatu pekerjaan yang baik. mungkin mereka menilai dari pekerjaan
kami yang kalau dilihat dari tingkah laku kurang baik.
IBU : Apa
benar tempat kamu bekerja itu kurang baik?
ATAN : Ya sih Bu, tapi tidak semuanya seperti itu.
IBU : Maksudmu?
ATAN : Ya
ada juga yang datang hanya sekedar minum-minum, setelah itu pergi.
IBU :
Minuman yang dijual jenis apa?
ATAN : Macam-macam dari minuman yang ringan
sampai keminuman yang berat –berat.
Saya rasa Ibu pasti mengerti apa yang saya maksudkan.
IBU :
Berarti minuman yang beralkohol juga dijual juga?
ATAN : ( TERSENYUM) Ibu,
Ibu..Namanya saja cafe tempat hiburan,
tentu saja jenis minuman beralkohol itu dijual.
IBU : Apa tidak
dilarang menjual minuman yang beralkohol? kan bahaya.
ATAN : Itu kata kita Bu,
tapi bagi yang suka mengkesumsinya itu suatu hal yang biasa-biasa saja malah
mejadi kebutuhan.
IBU : Pemerintah
tidak melarangnya?
ATAN : Kalau di daerah
kita, menjual minuman yang beralkohol itu sudah lazim, bukan hal yang tabu,
biarpun dilarang pemerintah tetap saja
mereka menjualnya dengan berbagai cara agar tetap bisa menjualnya.
IBU :
Ibu kira, cafe
tempat kamu kerja itu hanya tempat karoke saja.
ATAN : Tidak Bu yang
datang di sana
beragam ada hanya sekedar karoke, dan ada juga yang datang hanya untuk
bersenang-senang.
IBU : Tutupnya jam
berapa?
ATAN : Tergantung tamu yang datang kalau tamunya ramai biasanya
sampai pagi.
IBU : Tidak ada batas
waktunya ya?
ATAN : Ada, tapi
kadang-kadang hanya sebagai peraturan saja, apa lagi kalau bulan baru biasanya
sampai pagi.
IBU :
Bulan baru?
ATAN : Maksud saya kalau orang-orang
yang bekerja diperusahaan
gajian kadang-kadang mereka ramai mengunjungi tempat saya bekerja, sekedar
bersenang-senang
IBU : Oh..begitu, dan
sekarang kamu benar-benar ingin meninggalkan pekerjaanmu itu.
ATAN : Iya Bu,
keputusan saya sudah bulat.
IBU :
Sepertinya kamu benci sekali dengan pekerjaanmu itu padahal kamu sudah
bertahun-tahun bekerja disana.
ATAN : Benci sih tidak Bu, cuma saya sudah
merasa jenuh, saya sudah sampai ketitik kebosanan, tiap malam bergadang, seperti kelelawar
saja. Saya ingin tudur malam saya
kembali normal seperti orang lain.
IBU :
Syukur kalau kamu berfikir seperti itu, ya sudah
terserah kamu saja, sebenarnya ibupun
kurang setuju kalau kamu masih
bekerja di sana.
Ibu takut terjadi apa-apa sama kamu. Maklumlah namnya saja tempat hiburan, yang
bertamu di sana
pasti banyak orang yang tidak benar, urakan,
mabuk-mabukan, pergaulannya bebas, apa
lagi alkohol dijual bebas lama-kelamaan kamu bisa terpengaruh.
ATAN :
Ya sih Bu,..itu salah satu
penyebab kenapa saya berhenti bekerja.
IBU :
Yang perlu kamu selalu ingat adalah setiap apa yang kita lakukan orang lain
yang menilai, maka dari itu hati-hati dalam melakukan sesuatu, tak terkecuali
juga dengan pekerjaan karena kita hidup
ditengah-tengah masyarakat buruk dan baik tergantung kepada diri kita sendiri
ATAN : (MENGALIHKAN PEMBICARAAN) Bapak kemana Bu?
dari tadi saya tidak
melihatnya.
IBU :
Bapak mu ke kebun.
ATAN :
(DIAM)
IBU : Ada apa?
ATAN : Tidak ada apa-apa.
IBU : Bapakmu harus bekerja ekstra
sekarang.
ATAN : Kenapa harus kerja ekstra Bu?
IBU: : Sekarang monyet-monyet sudah
mulai merusak kelapa, kalau tidak rajin kekebun alamat kelapa kita hanya
tinggal batangnya saja, Kalau
hal itu sampai terjadi alamat hidup kita semakin susah.
ATAN :
Kenapa bisa begitu Bu? kemarin
rasanya aman-aman saja.
IBU :
Kemarinkan hutan masih banyak, sekarang hutan sudah banyak ditebang dijadikan
pemukiman warga, apa lagi sekarang ini
maraknya pembuatan rumah walet membuat hutan semakin punah, sebab itu
monyet-monyet itu lari kekebun kerna rumah mereka tidak ada lagi. Tinggal lagi kebun yang
ada disekitar kebun kita itu tidak dirawat dan dibiarkan, sehingga menjadi
belukar yang lebat. Akibatnya
monyet-monyet itu bertambah betah berdiam diri sana.
ATAN : Saya juga lihat Bu, dipinggir sungai dan
laut daerah kita ini banyak sekali bangunan-bangunan bertingkat yang
diperuntukkan untuk usaha Burung
Walet.
IBU : Kalau usaha itu
tidak mengganggu perkebunan warga tidak apa-apa, ini warga resah dibuatnya.
ATAN : Iya sih, tapi usaha
itu sangat menguntungkan buat mereka Bu, lagi pula tanah itu sudah dibeli dari
warga dengan harga yang cukup tinggi.
IBU : Ibu mengerti,
tapi harus dipikirkan juga dampaknya, bukan untung saja yang dipikirkan.
ATAN : Itulah kelemahan
orang-orang kita hanya untung saja yang dipikirkan tidak pernah memikirkan
dampak yang akan terjadi.
IBU :
Sangat menyedihkan kalau hutan-hutan itu
terus-menerus ditebang.
IBU :
Apa warga tidak pernah melakukan sesuatu
usaha, misalnya berburu untuk mengusir monyet-monyet itu.
IBU :
Ada,.. Tapi dengan peralatan tidak memadai hanya bisa
membuat monyet-monyet itu takut untuk sementara waktu saja. Belukar
yang lebat juga menjadi hambatan para warga untuk mengusirnya. Lagi pula monyet-monyet itu
sangat banyak.
ATAN : Selain berburu apa lagi yang dilakukan
warga untuk mengatasi masalah itu Bu?
IBU :
Untuk sekarang ini warga tidak bisa berbuat banyak, selain setiap hari harus
berada di kebun. Dulu dua minggu sekali atau satu bulan sekali mereka masih melakukan
perburuan bersama-sama, tapi sekarang
sudah tidak lagi dilakukan.
ATAN : Kebun yang Ibu bilang belukar itu, berarti kelapanya sudah tidak menghasikan buah lagi?
IBU :
Masih berbuah. Tapi tidak seperti
biasa, buahnya pasti sudah
berkurang karena tidak dirawat , apa lagi
monyet-monyet sudah betah
diam di sana,
lama-kelamaan buah kelapa itu habis dengan sendirinya.
ATAN : Kebun belukar yang Ibu katakan tadi, apa masih ada yang punya?
IBU :
Masih, cuma tidak di rawat.
ATAN : (PENUH SEMANGAT) Kenapa
warga tidak coba saja membicarakan hal
itu kepada pemilik kebun itu, supaya belukar itu
dibersihkan biar semua kebun kelapa aman.
IBU :
Sudah, tapi sampai saat ini belum juga
ada kabarnya, apa lagi komunikasi dengan mereka hanya lewat telpon saja tidak
langsung bertatap muka.
ATAN : Memangnya
pemilik kebun itu kemana Bu? Apa mereka tidak
tinggal di kampung
kita lagi?
IBU :
Rata-rata pemilik yang kebun sudah menjadi belukar itu, sudah tidak tinggal
dikampung ini lagi,
mereka sudah pindah ke kota.
ATAN : Wah… sudah berhasil kebunnya dibiarkan
saja tak terurus, padahal kalau dipikir-pikir, keberhasilan yang mereka peroleh
dari kebun itu sendiri.
IBU :
Namanya saja sudah berhasil, kenapa
juga harus bersusah payah mengurus kebun lagi.
ATAN : Paling tidak, disuruh orang yang
jaga biar kebun itu tetap membuahkan hasil dan tidak meresahkan warga.
IBU :
Yang punya saja tidak berbuat apa-apa, hanya diam
saja dan kita kebagian janjinya saja.
ATAN : Itu namanya kacang lupa dengan kulit,
waktu lagi susah dulu
ingat sama kebun, sudah berhasil
kebun dibiarkan saja jadi belukar.
IBU :
Kebanyakan manusiakan seperti itu, selalu lupa dari mana mereka berasal. Apa lagi kalau
sudah berhasil.
ATAN : Kalau lupa masih mendingan Bu, orang yang lupa biasanya sekali-kali bisa
ingat, kalau ini memang sudah dilupakan.
IBU :
Mau bagaimana lagi memang sudah
seperti itu. (HENING), sekarang apa rencanamu?
ATAN : Saya
belum punya rencana apa-apa Bu?
IBU :
Walau begitu untuk sementara
waktu kamu
bantu-bantu Bapakmu dulu dikebun.
ATAN : Itu
sudah pasti Bu.
IBU : (INGAT SESUATU) Tadi kamu sepertinya
memikirkan sesuatu, apa yang sedang kamu
pikirkan?
ATAN : Tidak ada apa-apa Bu.
IBU :
Alah jangan bohong, Ibu yakin kamu pulang
kerumah bukan hanya sekedar mengabarkan
kalau kamu sudah berhenti bekerja, tapi
ada hal lain yang kamu ingin
sampaikan.
ATAN : Benar Bu. Tidak
ada apa-apa.
IBU :
(MENGGELENGKAN KEPALA) Kamu
dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah.
Kalau ada masalah tidak
mau cerita, mengapa
kamu tidak mau terbuka pada keluargamu sendiri. Atau kamu menunggu
orang lain menceritakan masalah yang
kamu hadapi seperti kemarin-kemarin.
ATAN : Tidak Bu, saya
tidak bermaksud seperti itu.
IBU :
Kalau kamu tidak bermaksud seperti itu, sekarang kamu ceritakan pada Ibu
apa yang sedang kamu fikirkan.
ATAN : Tapi Ibu tidak marahkan? Apabila
saya berkata jujur apa sebenarnya yang
saya pikirkan.
IBU :
Iya. Ibu tidak marah.
ATAN : Begini Bu, sekarang
saya sudah berhenti bekerja dan saya sudah
mengambil keputusan untuk… (TIBA-TIBA ADA YANG MNGETUK PINTU).
MAK MINAH : (MEMANGGIL) Asalamualaikum, assamualaikum
IBU : Coba kamu lihat siapa
yang datang.
ATAN : (BERJALAN MEMBUKAKAN PINTU), Mak
Minah, masuk Mak.
MAK MINAH : Ibumu ada di rumah?
ATAN : Ada Mak.
IBU :
Siapa Tan?
ATAN : Mak Minah Bu.
IBU : Suruh masuk.
ATAN : Iya Bu.
IBU :
( DENGAN RAMAH) Eh….Mak Minah , duduk Mak.
MAK MINAH : (AGAK
CANGGUNG) Iya terimakasih.
IBU :
Rasanya sudah lama Mak tidak kemari.
MAK MINAH : Iya.
IBU : Ke mana saja Mak?
MAK MINAH : Mak agak sibuk sekarang, sebab itu jarang kemari.
ATAN : (SENYUM),Mak
seperti pejabat saja pakai acara sibuk
segala.
IBU :
Hus..Tidak boleh begitu sama orang tua. Duduk
dulu Mak saya kebelakang sebentar ngambilin
air.
MAK MINAH : Tidak usah repot-repot Mak hanya sebentar.
IBU :
Tidak apa-apa Mak, sekali-sekali saya tidak akan lama, (MASUK KEDALAM).
MAK MINAH : Kamu tidak kerja?
ATAN :
Istirahat dulu Mak
untuk sementara waktu.
MAK MINAH : Kenapa istrahat.
ATAN : Rindu
sama rumah dan susana kampung.
MAK MINAH : Apa? rindu? Mak
tidak salah dengar ni.
ATAN : Memang
kenapa Mak? tidak boleh kalau saya rindu dengan kampung sendiri.
MAK MINAH : Ya aneh saja mendengarnya.
ATAN : Aneh kenapa?
MAK MINAH : Biasanya,
jarang orang yang sudah lama tinggal di
kota ingat pada kampung halaman. Kamu kan
orang yang sangat tidak betah lama-lama di kampung.
ATAN : Mak
Sayakan masih punya orang tua,
wajar-wajar saja kalau saya berkata rindu, lagian kampung inikan tempat di mana saya dilahirkan. Kata orang tua-tua dulu tempat jatuh saja dikenang, apa lagi tempat bermain.
MAK MINAH : Baguslah kalau kamu berpikir seperti itu.
ATAN : (MENGALIHKAN PEMBICARAAN), keluarga
Mak apa kabar?
MAK MINAH :
Seperti biasa tak ada perubahan yang berarti.
ATAN : Masih bekerja
dikebun Mak?
MAK MINAH : Sudah jarang, Mak kebanyakan di rumah saja
ATAN : Kenapa Mak?
MAK MINAH : Biasalah Mak
ini sudah tua, tidak bisa bekerja berat-berat lagi,
cucu-cucu Mak juga masih kecil-kecil.
ATAN :
Memangnya cucu Mak berapa?
MAK MINAH :
Tiga..
ATAN : Lumayan juga ya Mak?
MAK MINAH : Apanya yang lumayan?
ATAN : (TERSENYUM) maksud saya cucu Mak.
MAK MINAH : Oh...
ATAN : Idah anak Mak kan
ada.
MAK MINAH :
Idah udah magrib baru pulang.
ATAN : Ke mana Mak?
MAK MINAH :
Biasa bantu suaminya di kebun.
ATAN : Sampai malam di
kebun.
MAK MINAH : Dia
berangkat jam enam pagi dan pulang jam enam sore. Sebab itu Mak harus di rumah.
ATAN :
Kebun sendiri mak?
MAK MINAH :
Kalau kebun sendiri enak, kebunnya pak
RT samin.
ATAN :
Jadi Pak Cik Samin masih
menjadi RT di kampung ini?
MAK MINAH : Memangnya kenapa?
ATAN :
Perasaan sudah bertahun-tahun Pak Cik
Samin menjabat RT dikampung kita ini,
kok belum diganti jaga. Apa mau dijadikan RT
seumur hidup.
MAK MINAH : Kamu seperti tidak mengerti saja.
ATAN : Maksudnya?
MAK MINAH :
Kamu kan tahu
sendiri warga kampung ini kehidupannya
seperti apa, serba kekurangan dan tidak
berpendidikan, jadi mana
ada yang mau mencalonkan diri menjadi RT.
ATAN :
Memangnya Pak Cik samin itu
berpendidikan? Kalau tidak
salah Pak Cik Samin itu cuma
tamatan SD.
MAK MINAH : Yang kamu katakan itu memang benar, semua warga kampung
ini tau, tapi Pak Cik Samin tukan kaya, orang berada hampir separuh kebun kelapa di kampung ini dia yang
punya.
ATAN : Terus
hubungannya apa Mak dengan soal menjadi RT?
MAK MINAH : Hampir semua warga kampung ini bekerja padanya, sebab
itu tidak ada yang berani mencalonkan diri jadi RT dikampung ini, mereka semua segan.
ATAN : Itu bukan alasan, kerja ya kerja jangan
dicampur aduk.
MAK MINAH : Itu kata kamu! Tidak bisa mau disamakan.
ATAN : Iya, tapi apa salahnya kalau mau
mencalonkan diri jadi RT, kan tidak ada yang melarang. Mak negara kita ini negara demokrasi. Jadi siapa saja
boleh mencalonkan diri jadi pemimpin.
MAK MINAH : Memang tidak ada yang melarang, tapi setahu Mak yang jadi pemimpin itu harus orang kaya,
buktinya sampai saat ini tidak ada yang berani mencalonkan diri menjadi RT.
ATAN : Tidak juga Mak, apa
dengan alasan Pak Cik Samin itu orang kaya, lalu orang lain tidak berhak untuk
mencalonkan diri manjadi RT . Begitu
Maksud Mak?
MAK MINAH : Ya begitulah.
ATAN : Lucu sekali
kedengarannya.
MAK MINAH : Lucu bagaimana?
ATAN : Lucu saja hanya
gara-gara itu lalu warga kampung ini tidak berani untuk mencalonkan diri
menjadi RT. Kan tidak ada hubungannya Mak?
MAK MINAH : Kamu seperti orang tau saja. (HENING).
ATAN :
Anjang Jayus kan ada Mak, saya rasa dia bisa jadi
RT yang baik untuk warga kampung kita ini, lagian warga disini
menyukainya dan diakan lulusan SLTA.
MAK MINAH : Kamu itu tidak tau berita, makanya sering-sering pulang
kampung biar tau, Pak Cik Samin itu namanya saja RT, tapi yang mengurus segala sesuatu untuk
kepentingan warga adalah Anjang jayus. Apa lagi menggurus surat menyurat.
ATAN : Kenapa tidak diangkat menjadi RT saja sekalian
MAK MINAH : Kamu belum mengerti juga ya, Anjang Jayus itu juga
anak buahnya Pak
RT Samin.
ATAN :
Wah, hebat juga tu Mak Pak
Cik Samin nongkrong nama saja,
tanpa harus bekerja.
MAK MINAH :
Bagi Mak siapa yang jadi RT
itu tidak penting, yang penting keluarga
bisa makan, dan Mak rasa warga kampung di sini sependapat dengan Mak.
ATAN : Kok Mak
berkesimpulan seperti itu?
MAK MINAH : Bagi kami ini, selain urusan
perut apa lagi yang harus difikirkan .
ATAN : Kalau perut persoalannya ya susah.
MAK MINAH : Memangnya
masalah apa lagi yang harus kami fikirkan
selain masalah perut.
ATAN : Banyak Mak kalau
kita mau memikirkannya.
MAK MINAH : Sepertinya tidak ada lagi yang
harus difikirkan.
ATAN :
Kalau pemikiran seperti itu alamat tujuh keturunan takkan pernah berubah, itu sebuah
kerugian.
MAK MINAH : Kerugian bagaimana
maksudmu?
ATAN : Rugilah Mak, kalau hidup ini hanya untuk
perut, setidak-tidaknya merubah pola fikir
supaya kehidupan yang kita jalani ini ada perubahan.
MAK MINAH :
Kalau itu yang kamu bahas sama
saja, sedangkan negara kita ini sudah
beberapa kali ganti pemimpin tetap saja kita hidup kita susah seperti ini. Yang
lebih dekat lagi putra daerah yang duduk di DPRD hanya diam
saja dan tidak berbuat apa-apa. Sebelum
menjabat janji inilah,
janji itulah, kita sudah terlanjur percaya mengikut saja, bahkan celakanya kita ikut memilihnya. Tapi sekarang janji tetap tinggal janji.
ATAN :
Kalau itu saya sependapat dengan Mak, (BERCANDA), saya tidak menyangka ternyata Mak pintar
juga bisa berpikir sejauh itu. Itu menunjukkan kalau Mak
tidak hanya berpikir masalah perut saja.
MAK MINAH : Berpikir dengan
tidak melakukan sesuatu sama saja tidak berpikir, untuk masalah seperti ini
tidak perlu pintar, cukup dengan merasakan kehidupan yang dijalani saat ini,
itu sudah cukup untuk mengetahuinya.
ATAN :
(BERCANDA) Makanya
Mak, jangan asal pilih dan asal coblos saja.
MAK MINAH : Habis mau coblos yang mana? Calonnya kan ada putra daerah, jadi dari pada memilih yang lain lebih baik kalau putra
daerah yang dipilih. Karena lebih
mengenal bagaimana kehidupan masyarakatnya.
Ternyata tidak, sama saja seperti yang
menjabat kemarin
ATAN : Memilih pemimpin itu ya benar-benar yang
bisa mimpinlah Mak,
tak pandang dari suku apa, asalnya dari mana, yang jelas bisa membawa
kemakmuran untuk masyarakat. Itu yang
harus dipilih.
MAK MINAH : Tapi pemimpin yang berpikir untuk
kemakmuran kan sangat langka. Paling-paling para pemimpin itu hanya memikirkan
kemakmuran keluarganya saja.
ATAN : Tidak semua
pemimpin seperti itu Mak?
MAK MINAH : Mungkin apa yang kamu katakan itu
benar, tapi mana? Sampai sekarang belum ada.
ATAN : Suatu saat nanti
pasti ada pemimpin yang memperhatikan masyarakat seperti kita.
MAK MINAH : Sampai kapan?
ATAN : Ya kita tunggu saja
Mak.
MAK MINAH : Menunggu yang tak pasti.
ATAN : Kita doakan saja
agar untuk yang kedepan kita punya pemimpin yang lebih baik dari pemimpin yang
sekarang ini.
MAK MINAH :
Nasi sudah jadi bubur susah mau dioalah lagi, jangan terlalu berharap.
ATAN : Biarpun nasi sudah jadi bubur, kan masih
tetap bisa dimakan Mak.
MAK MINAH : Tapi tidak semua orang yang mau
memakannya.
ATAN : Entahlah Mak,
kalau begini terus, kemakmuran,
pemerataan hanya tinggal cerita dongeng saja.
MAK MINAH : Kalau cerita dongeng masih
mendingan namanya, karena cerita itu tidak pernah terjadi, tapi ini kenyataan
yang benar-benar terjadi dan cerita itu kita yang memainkanya.
IBU :
(TIBA TIBA IBU MUNCUL) Apanya yang menjadi cerita dongeng?
ATAN : Tidak
ada Bu.
IBU :
Lagi
cerita apa? Kelihatanya
serius benar.
MAK MINAH : Tidak ada cerita apa-apa, hanya cerita biasa saja.
IBU : Diminum airnya Mak...(MAK
MENGNGANGGUKKAN KEPALA LALU MINUM, ATAN MAU BERANJAK PERGI), kamu mau ke mana?
ATAN : Keluar sebentar.
IBU : Ya tapi ke mana?
ATAN :
Saya mau ke kebun
belakang sebentar.
IBU :
Kamukan baru pulang, apa
tidak lelah?
ATAN : Tidak Bu, saya hanya sebentar
tidak akan lama.
IBU : Ya sudah, tapi habiskan dulu air tehnya.
ATAN :
Iya Bu. (MINUM AIR LALU
PERGI)
MAK MINAH :
Tan kalau dikebun ada pisang masak cepat bawa kemari ya, Mak mau beli.
ATAN : Ya Mak...Saya pergi dulu.
IBU : Hati-hati dan cepat pulang.
ATAN :
(HANYA SUARA), ya bu..
MAK MINAH :
Suamimu mana dari tadi tidak kelihatan.
IBU :
Kekebun Mak.
MAK MINAH :
(HENING), sebenarnya ada sesuatu yang ingin Mak bicarakan sama kamu.
IBU :
Apa itu Mak.
MAK MINAH : Mak malu mau mengatakannya.
IBU :
Mak seperti orang lain saja, kitakan
sudah seperti keluarga, kenapa harus
malu.
MAK MINAH :
Mak sudah terlalu banyak menyusahkan kamu.
IBU : Jangan bicara seperti itu Mak,
sedangkan dengan orang lain saja
kita saling bantu-membantu.
Ini apalagi dengan orang
yang sudah kita anggap keluarga. Katakan saja Mak.
MAK MINAH :
sebenarnya mak mau pinjam uang sama kamu.
IBU : Berapa
Mak?
MAK MINAH :
Tidak banyak sekitar dua
ratus rubu.
IBU :
Kalau saya boleh tau
uangnya buat apa Mak?
MAK MINAH :
Untuk membayar hutang kredit pakaian
anak Mak, si Idah janji besok harus dilunasi, kalau kelapanya sudah dijual langsung
dibayar.
IBU :
Jadi Mak kemari disuruh Idah?
MAK MINAH :
(AGAK MALU), iya...
IBU : Baiklah kalau begitu,
Mak tunggu sebentar saya
ambil uangnya dulu.(MASUK KEMUDIAN TIDAK BERAPA LAMA KELUAR LAGI), ini uangnya Mak
MAK MINAH :
Terimaksih banyak nak, Mak tak tau mau balas budimu pakai apa.
IBU : Itu tidak usah dipikirkan Mak, sudah
sewajarnya kita saling membantu.
MAK MINAH : Iya tapi Mak
tidak enak.
IBU :
Idah sering mengkredit pakaian ya Mak?
MAK MINAH :
Iya. Kadang Mak lihat Idah tu sudah
berlebih-lebihan
IBU :
Kalau ada cadangan uang
untuk membayarnya
tidak jadi masalah Mak.
MAK MINAH :Itu
Mak tau, Tapi kalau dia tak mengeluh tak jadi masalah, ini
setelah kelapa dijual dia selalu mengeluh uang cepat habis. Mak cuma kasihan
padanya, padahal pakainya masih banyak yang bisa
dipakai, kalau bisa dia hematkan lebih
baik bisa untuk keperluan lain.
IBU : Mau bagaimana lagi Mak, nanti dia juga sadar
sendiri.
MAK MINAH : Tapi sampai kapan?
IBU :
Saya yakin suatu saat nanti dia akan sadar
kalau selama ini dia terlalu boros, tidak hari ini
mungkin besok, tidak besok mungkin lusa.
MAK MINAH :
Mudah-Mudahanlah dia cepat sadar
dan Mak harap kesadaranya itu tidak sampai menunggu rambutnya sudah putih.
( HENING KEMUDIAN MAK MINAH MELIHAT
KEARAH JAM
DINDING), kalau
begitu Mak pulang dulu.
IBU :
Kenapa harus buru-buru Mak?
MAK MINAH : Waktu Mak kemari tadi cucu Mak yang paling kecil tidur,
Mak takut kalau-kalau dia sudah bangun
maklum dia masih rewel suka dan menangis.
IBU :
Siapa yang menjaganya?
MAK MINAH : Tadi Mak minta tolong kepada Sanah untuk menjaganya.
IBU : Ya sudah kalau begitu, Mak harus cepat-cepat pulang
sekarang kasihan
cucunya, dan titip salam buat Idah.
MAK MINAH :
Nanti Mak sampaikan,
asalamu’alaikum.
IBU :
Walaikum salam. (IBU MASUK)
ADEGAN
II
(SUASAN
HENING TAK LAMA KEMUDIAN IBU MUNCUL TAMPAK IA SEDANG SIBUK MEMBERSIHKAN RUMAH
TAK LAMA KEMUDIAN ATAN MUNCUL MEMBAWA SETANDAN PISANG MASAK)
IBU :
Lama sekali pulangnya, katanya sebentar.
ATAN : (TERSENYUM), Iya sih bu, saya
keasikan dikebun sebab itu agak lama pulangnya, Mak minah sudah pulang bu?
IBU :
Sudah, memangnya
kenapa?
ATAN : Tadi kan dia mau pisang
kebetulan pisangnya ada.
IBU :
Nanti dititip saja
kalau ada keluarga Mak Minah yang lewat depan rumah kita.
ATAN : Baiklah kalau begitu.
IBU :
Ya sudah pisang itu di bawa
kedalam saja, letak dibelakang saja dulu.
ATAN :
Baik Bu.
(ATAN KEDALAM TAK LAMA KEMUDIAN).
IBU :
(MEMANGGIL), Tan
kemari sebentar.
ATAN :
Ada apa bu?
IBU : Bantu Ibu menggeser lemari ini kedepan, Ibu mau membersihkan bagian
belakangnya.
ATAN :
(MEMBANTU MENGGESER LEMARI KEDEPAN), lemari
ini sudah waktunya
untuk diganti bu,
sudah sangat tua.
IBU :
Rencananya ia, tapi
kebutuhan masih banyak yang belum terpenuhi, Bapakmu berencana mau membesarkan rumah
ini jadi ditunda dulu untuk menggantinya.
ATAN : Dibesarkan?
IBU : Iya, terlalu
sempit katanya.
ATAN : Saya rasa rumah ini sudah cukup nyaman untuk didiami,
biarpun sempit yang penting hati yang tinggal di dalamnya selalu lapang.
IBU : Kamu seperti tidak tau
saja Bapakmu, keras kepala padahal Ibu sudah bilang rumah ini sudah cukup nyaman tapi Bapak mu tetap
saja tidak mendengarnya.
ATAN : Kalau itu saya sudah
tau Bu, dari dulu Bapak
selalu bersikap seperti itu tidak mau mendengar pendapat orang lain. Ikut
seleranya saja, apa kata lidahnya itu yang harus diikuti tidak seorangpun boleh
membantah.
IBU :
Bagaimanapun juga dia itu tetap
Bapakmu yang harus dihormati karena kita keluarga. Keluarga
ibaratkan seperti air yang tidakkan putus
dicicang.
ATAN :
Saya mengerti apa yang Ibu maksudkan, kalau itu
tidak seorang pun bisa membantahnya. Tapi setidak-tidaknya kalau ada apa-apa
dalam keluarga dibicarakan dulu bersama-sama,
tidak main hakim sendiri.
IBU :
Ini pelajaran buatmu, seandainya
nanti kamu sudah berkeluarga jangan
sampai bersikap seperti Bapakmu.
ATAN : Bu, Mak Minah datang kesini tadi ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang penting.
IBU :
Mak Minah datang kemari tadi mau pinjam uang.
ATAN : Ibu
pinjamin?
IBU :
Iya, memangnya kenapa?
ATAN : Tidak apa-apa, saya senang saja.
IBU :
Senang kenapa?
ATAN : Senang saja, Ibu dari dulu sampai sekarang tidak berubah masih suka
menolong orang lain. Padahal kita
bukanlah orang yang hidup berkecukupan.
IBU :
Hidupkan harus tolong-menolong Tan, mana ada didunia ini orang bisa hidup
sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Mungkin hari ini kita
menolong Mak Minah siapa tahu suatu hari nanti Mak Minah yang akan menolong
kita, roda kehidupan itu terus berputar sampai sampai-sampai kita lelah
mengikutinya.
ATAN : Tidak ada yang melelahkan kalau dijalani
dengan niat yang tulus dan ikhlas.
IBU :
Tapi tidak semua orang bisa menjalaninya dengan ikhlas, sebab dunia ini sangat
menjanjikan segalanya. Kalau salah
langkah bisa patal.
ATAN : Kalau itu tergantung yang menjalaninya, karena manusia diciptakan mempunyai
pemikiran serta watak yang berbeda-beda
tidakkan sama.
IBU : Perbedaanlah yang
terkadang menjadikan kita sadar bahwa kita hidup butuh orang lain. Yang kamu
katakan tadi Itu memang benar, untuk menimbulkan rasa itu
harus dimulai dari hal yang paling kecil agar untuk yang lebih besar mudah menjalaninya kekuatan
itu ada dalam diri kita masing-masing.
ATAN : (MENGALIHKAN PEMBICARAAN), jam
berapa Bapak ke kebun
Bu?
IBU :
Setelah sholat subuh.
ATAN :
Makan siangnya bagaimana?
IBU :
Ibu buatkan bekal.
ATAN : Jadi setiap pergi kekebun bapak bawa bekal.
IBU :
Iya.
ATAN : Pulangnya?
IBU :
Biasanya sebelum waktu magrib Bapakmu
sudah berada di rumah,
(MENGINGAT SESUATU), Ibu baru
ingat tadi kamu mau cerita sesuatu pada Ibu.
ATAN :
Cerita apa Bu?
IBU :
Apa yang kamu pikirkan tadi.
ATAN :
Yang mana?
IBU : Ketika kamu mau menceritakan tadi
sama ibu tiba-tiba Mak Minah datang bertamu kerumah kita, coba kamu ingat-ingat lagi.
ATAN :
Oh itu, saya pikir nanti malam saja dibicarakan.
IBU :
Kok nanti malam.
ATAN : Iya sekalian ada Bapak.
IBU :
Paling tidak kamu kasih tau Ibu dulu tentang apa yang akan kamu bicarakan nanti.
ATAN :
Nanti malam Ibu juga tau.
IBU :
Penting ya?
ATAN :
Penting tidak juga,
tapi ini harus dibicarakan sama Bapak
dan Ibu.
IBU :
(DENGAN SEMANGAT), Nah…Ibu tau sekarang apa yang ingin kamu bicarakan.
ATAN :
(BERCANDA) Memangnya apa?
IBU :
Pasti masalah perempuan.
ATAN : Kok ke perempuan larinya.
IBU :
Lalu apa lagi?
ATAN : Yang jelas bukan soal perempuan.
IBU :
Tadikan kamu sendiri yang bilang
harus dibicarakan sama Ibu dan Bapak.
Biasanya kalau seorang anak mau bicara dengan orang
tua, pasti tidak ada masalah yang
lain selain masalah perempuan.
ATAN : Itu zaman dulu, sekarang banyak orang
sendiri-sendiri kalau menyangkut masalah perempuan.
IBU :
Alah katakan saja siapa yang harus kami lamar jangan malau-malu.
ATAN : Ha…ha…Ibu ada-ada saja,
saya belum berpikir sejauh itu.
IBU : Ayo katakana saja!
ATAN : Bu…Saya belum mau memikirkan
tentang itu, apa lagi dengan keadaan saya seperti ini, mau dikasih makan apa
anak orang, makan batu?
IBU :
Rizki ditangan tuhan, yang penting punya keinginan dan niat , kemudian berusaha serta
tidak putus asa. Di dunia apa yang
tidak bisa yangv penting mau berusaha.
ATAN : Yang jelas bukan
masalah perempuan yang akan
saya bicarakan nanti.
IBU : Jadi tebakan Ibu salah?
ATAN : Seratus persen salah.
IBU : Terus apa?
ATAN : Ada deh.
IBU :
Katakan saja agar ibu tahu masa sama Ibu sendiri pakai rahasia segala.
ATAN : Kalau saya mengatakan, ibu mau membantu
saya dihadapan Bapak nanti?
IBU :
Tergantung apa yang akan kamu bicarakan.
ATAN : Yaa, kalau
begitu nanti malam saja saya menceritakannya.
IBU : Iya iya Ibu akan bantu.
ATAN : Betul?
IBU : Betul.
ATAN :
Gitu dong.
IBU :
Cepat kamu ceritakan.
ATAN : Baiklah saya akan ceritakan pada Ibu, sebenarnya saya mau
kuliah Bu?
IBU : (TERKEJUT), apa
Tan kuliah?
ATAN : Iya Bu.
IBU :
Kamu sungguh-sungguh?
ATAN :
Saya sungguh-sungguh
Bu, apa Ibu tidak setuju kalau
saya punya keinginan untuk kuliah?
IBU :
Bukan tidak setuju.
ATAN : Lalu?
IBU : Kamukan sudah tiga tahun nganggur, apa
masih bisa diterima untuk kuliah.
ATAN : Tidak ada batas usia dalam mencari ilmu bu,
ini sudah sejak lama saya idam-idamkan
dan baru sekarang saya baru berani mengatakannya.
IBU :
Oh, begitu
ATAN : Kira-kira Bapak setuju nggak ya?
IBU :
Itu yang jadi persoalan sekarang.
ATAN : Kalau Ibu sendiri bagaimana?
IBU :
Ibu setuju-setuju saja,
selagi itu baik
buat masa depanmu kenapa tidak.
ATAN : Menurut Ibu Bapak
bagaimana?
IBU :
Kalau itu yang kamu tanyakan Ibu
tidak bisa menjawabnya, Bapakmu orangnya
sulit untuk ditebak. Bapakmu kan orangnya angin-anginan.
ATAN : Paling tidak Ibu punya bayangan terhadap
Bapak tentang hal ini Ibukan tahu bagai
mana Bapak.
IBU :
Bayangan itu yang tidak ada, sedangkan kamu sekolah dulu dia hanya bisa
mengeluh dan mengeluh apa lagi mendengar kamu mau kuliah, Ibu sendiri tidak berani jamin dia akan setuju. Apa lagi yang menyangkut masalah uang.
ATAN : Saya juga merasa seperti saya jadi ingat ketika saya
masih sekolah dulu, saya terpaksa bekerja
buat tambahan biaya agar bisa memenuhi
kebutuhan.
IBU :
Tapi kamu tidak boleh putus asa,
yang jelas kita bicarakan saja dulu bersama mudah-mudahan Bapakmu bisa mengerti dan memahami.
ATAN : Tapi saya takut Bu.
IBU :
Takut kenapa?
ATAN : Takut kalau Bapak tidak setuju.
IBU :
Kalau belum dibicarakan mana kita
tahu setuju atau tidaknya, mana tahu Bapakmu setuju.
ATAN : Saya yakin Bapak pasti tidak setuju.
IBU :
Dari mana kamu bisa menyimpul seperti itu?
ATAN : Dari sikap Bapak yang selama ini tidak
sadar bahwa betapa pentingnya pendidikan.
IBU :
(MEMBERI PEMAHAMAN), Tan, sekeras- kerasnya batu hancur juga walaupun hanya
kerna tetesan air hujan, begitu juga dengan Bapakmu, biarpun keras ada juga
sisi yang lembut dalam dirinya.
ATAN : Bapak beda Bu, Bapak itu batu yang tak pernah
tersentuh oleh air manapun, sudah
terlalu keras, sangat sulit untuk dipecahkan selama ini kita sangat mengerti
bagaimana sikap Bapak.
IBU :
Kamu seperti orang yang kalah sebelum perang.
ATAN :Entahlah Bu,
kalau masalah yang menyangkut dengan Bapak saya menjadi was-was.
IBU :
Kita cari waktu yang tepat
untuk membicarakan hal ini.
ATAN : Tapi waktu yang tepat itu kapan?
IBU :
Atau begini saja, biar Ibu yang menceritakan dulu sama Bapakmu tentang hal ini.
ATAN : Kenapa tidak sekalian saja Bu?
IBU :
Kamukan tau sendiri sifat
Bapakmu itu, setelah Ibu bicara kepadanya baru kamu yang berbicara langsung. Ibu coba memberi
pemahaman kepada Bapakmu.
ATAN : Kalau ternyata tidak berhasil bagaimana?
IBU :
Kitakan belum mencobanya.
ATAN : Kalau begitu kata Ibu saya menurut saja,
bagi saya setuju atau tidak setuju saya akan berusaha agar tetap bisa kuliah bu walaupun dengan biaya sendiri.
IBU :
Ibu tidak pernah ragu terhadap dirimu, kerena
selama ini kamu selalu
berusaha sendiri. Tapi kamu harus
kamu ingat apapun keputusan Bapakmu kamu harus bisa menerimanya dengan lapang
dada.
ATAN : Iya
Bu, yang penting sekarang saya punya semangat yang
kuat serta keinginan, Itu
sudah cukup buat saya untuk melangkah kedepan.
IBU :
Biayanya untuk kuliah itu gimana Tan?
Mahal nggak?
ATAN : Kalau kita sekeluarga saling membantu
masalah biaya itu tidak begitu menjadi
persoalan yang berat. Untuk melakukan
perubahan dalam hidup kita butuh pengorbanan, baik berupa tenaga maupun harta.
Semua itu bisa kita lewati kalau kita menghadapinya bersama-sama.
IBU :
Ibu mengerti apa yang kamu maksudkan, kamukan
bisa lihat sendiri kehidupan kita seperti
apa.
ATAN : Saya sangat mengerti bu, tapi kita tidak
boleh menjadikan ini sebagai suatu alasan
dan sebagai kelemahan kita. Walaupun kehidupan kita seperti ini kita tidak boleh pasrah dengan
keadaan, kita harus yakin kalau kita bisa hidup lebih baik. Paling tidak kita
berusaha dan mencoba.
IBU :
Kalau soal itu Ibu juga setuju tapi Bapakmu belum tentu bisa menerimanya. (HENING), Ya
sudah kamu istirahat saja dulu jangan berpikir
macam-macam insaallah nanti malam Ibu akan coba berbicara sama Bapakmu mudah-mudahan
dia bisa mengerti dan memahaminya.
ATAN : Amin.
IBU :
Ibu kebelakang sebentar,
kalau kamu butuh apa-apa cari sendiri dibelakang.
ATAN : Baik Bu
(IBU MASUK KEDALAM)
ADEGAN
III
ATAN MASIH SAJA
MEMIKIRKAN TENTANG KEINGINANNYA, DARI
DUDUK KEMUDIAN IA BERDIRI MELIHAT FOTO-FOTO YANG TERPAJANG
DIDINDING TAK LAMA KEMUDIAN ADA SUARA MEMANGGIL-MANGGIL IBUNYA.
UJANG : Asalamua’laikum .....Asalamua’laikum
ATAN :
(MEMBUKA PINTU), ada
apa jang. Seperti
orang dikejar hantu saja.
UJANG :
Eh, engkau Tan. Kapan kau datang?
ATAN :
Tadi pagi, sekitar jam sepuluh, ada apa mencari Ibuku?
UJANG :
Bapakmu pasti
tidak ada di rumah
sebab itu aku memanggil Ibumu, Ibu kau ke mana?
ATAN :
Tadi Ibuku ke belakang.
UJANG :
Tolong panggilkan
sebentar Tan?
ATAN :
Iya sebentar, (MASUK TAK LAMA KEMUDIAN KELUAR Ibu ku tidak ada
dibelakang mungkin dia keluar.
UJANG :
Dia tidak bilang waktu mau pergi?
ATAN :
Ibu tidak bilang kemana, ada apa Jang sepertinya ada yang
penting.
UJANG :
Tidak ada apa-apa aku cuma mau mengembalikan penokok sama gergaji.
ATAN : Cuma
itu, aku kira ada hal yang
penting tadi. Ya sudah
bawa kemari saja nanti biar aku bilang sama Ibu. (UJANG MEMBERIKAN PENOKOK
DAN GERGAJI KEPADA ATAN), kau lagi buat rumah ya Jang?
UJANG :
Tidak, kemarin aku lagi memperbaiki
atap rumah yang sudah bocor.
ATAN :
Pakai senglah Jang kalau masih daun nipah dipakai kau akan repot
sendiri
. Lagian daun nipah itu tidak tahan lama.
UJANG :
Rencana iya tapi tidak sekarang.
ATAN :
Kenapa?
UJANG :Uang
belum ada.
ATAN :
Diansur belinya Jang, kalau sekaligus
memang terasa berat.
UJANG :
(BERCANDA), Iya bos nanti saya ansur.
ATAN :
Baiklah kalu begitu,
mulai dari sekarang anak buah harus mengansurnya ya jangan membantah kata-kata bos nanti kualat..(KEDUANYA
TERTAWA).
UJANG :
Tan kenapa kau tidak datang waktu pesta pernikahanku , padahal kau sudah tahukan?
ATAN :
Iya aku sudah tau.
UJANG :
Kalau sudah tau kenapa kau tidak datang.
ATAN :
Bukan aku tidak mau datang, tapi ada halangan. Bos
tempat aku bekerja sedang tidak ada, dia pulang kampung ketempat mertunya jadi aku yang
menunggu rumahnya. (BERCANDA), Jang.
UJANG :
Apa?
ATAN :
(MENGGODA) Jang
isttri cantik ya?
UJANG :
Kalau kau ingin tau datang saja ke rumahku, biar kau bisa nilai sendiri
cantik apa tidaknya.
ATAN :
Menurut kau sendiri bagaimana?
UJANG :
Jelas cantiklah dia kan istriku.
ATAN :
Kau kenal istri kau
itu di mana
Jang? Apa kalian pacaran?
UJANG :
Aku kenal dengannya ketika
mau nikah.
ATAN :
Kok bisa?
UJANG :
Kami dijodohkan, istrikuiku
itu masih keluarga denganku tapi
keluarga jauh.
ATAN :
Setelah nikah tidak ada masalahkan?
UJANG :
Alhamdulilah lancar-lancar saja setelah nikah kami baru pacaran, mantapkan, sekarang alhamdulilah kami sudah dikurniai seorang anak laki-laki.
ATAN :
Serius Jang?
UJANG :
Dua rius malah.
ATAN :
(MENGULURKAN TANGAN),selamat ya Jang.
UJANG :
(MEMPEROLOK), Terimaksih kawan sepermainanku, dan kau kapan mau
kawin?
ATAN :
Nantilah Jang.
UJANG :
Sampai kapan , apa
kau mau menunggu tumbuh uban di kapalamu
itu baru kau mau kawin.
ATAN :
Bukan begitu tapi belum saatnya saja.
UJANG :
Kau itu sudah saatnya berkeluarga, Tan aku tanya kau sekarang umurmu sudah berapa?
ATAN : Masuk dua puluh tiga.
UJANG : Nah...umur segitu sudah sepantasnya kau
berkeluarga.
ATAN : Nabi saja berkeluarga umur dua puluh lima
tahun, sedangkan aku baru mau masuk dua puluh tiga tahun, masih banyak waktu.
UJANG : Itu nabi, kau terlalu banyak pikir, jadi
bujang lapuk baru tahu rasa. Setelah itu menyesal.
ATAN :
Aku belum kepikiran sampai
kesana, aku
mau cari pengalaman dulu dan
kerja yang mapan,
setelah itu baru mencari pendamping hidup.
UJANG :
Tapi jangan lama-lama.
ATAN : Lama-lama tidak menjadi soal, yang penting
cari pendamping sesuai dengan keinginan hati. Tidak macam kau main jodoh-jodoh
aja.
UJANG : Walaupun aku ini dijodohkan tapi aku
bahagia, cuba kau lihat sekarang banyak
orang pacaran lalu kawin. Setelah kawin rumah tangganya tidak bahagia. Bahkan
ada yang cerai. Itu disebabkan karena terlalu memaksakan kehendak tidak mau
dengar kata orang tua.
ATAN : Tidak semua seperti itu, ada kok orang pacaran
dan kawin hidupnya bahagia.
UJANG : Tan, kalau sudah pacaran lama lalu kawin, sudah kawin apa asiknya lagi
masing-masing sudah tahu kelebihan dan kekurangan kalau cekcok ya main
buka-bukaan kelemahan masing-masing saja. Tapi kalau dijodohkan satu sampai dua
tahun itu baru penyesuaian dan untuk
selanjutnya pasti akan aman-aman saja.
ATAN : Kau bicara seperti itu lantaran kau
dijodohkan, cuba kalau tidak pasti kata-kata yang kau ucapkan akan berbeda.
UJANG : Tidak seperti itu, akukan...
ATAN :
(MEMOTONG),sudahlah tidak
perlu dibahas lagi masalah ini kau tenang
saja kalau sudah ketemu jodohku nanti aku akan berkeluarga
juga seperti yang kau katakan tadi. Tapi kau perlu ingat dan camkan baik-baik
kalau aku kawin bukan karena dijodohkan tapi karena kami benar-benar saling
suka.
UJANG : Makanya usaha jangan bicara saja, sekarang orang perlu bukti bukan janji.
ATAN : Kita lihat saja nanti Jang waktu
itu pasti akan datang.
UJANG : (MENGALIHKAN
PEMBICARAAN), Tan bisa minta tolong
nggak?
ATAN :
Tolong apa?
UJANG : Kitakan sudah lama ngobrol.
ATAN : Terus.
UJANG : Ya...
ATAN : (CEPAT MEMOTONG), ya apa?
UJANG : Apa kau belum mengerti juga
ATAN : kau katakan saja!!
UJANG : Tenggorokanku kering dan..
ATAN : (MEMOTONG), Bilang saja minta air
minum. Tidak perlu bersikap seperti itu.
UJANG :
Aku kan tamu Tan, sepatutnya tuan
rumah lebih mengerti tentang hal ini masak tamu yang meminta, apa kata dunia.
ATAN
: Tamu apaan? yang nama tamu itu orang
yang terhormat tidak seperti kau.
UJANG :
Sudahlah Tan lebih baik cepat kau ambilkan air minum untukku kerongkonganku ini sudah kering.
ATAN : Iya iya sebentar.
UJANG : Nah gitu dong, itu namanya tuan ruamah yang
bijak sana baik hati dan tidak sombong.
(ATAN MASUK KEMUDIAN KELUAR MEMBAWA GELAS YANG BERISI AIR).
ATAN : Ni airnya.
UJANG : Kau memang kawan yang paling baik sedunia
Tan.
ATAN :
Sedunia kepala hotakkau berjambul.
UJANG : Jambul itu yang buat aku ini tampak lebih seksi
Jang.(KEDUANYA
TERTAWA), Nanti jangan lupa Tan datang ke rumahku, jangan bicara saja.
ATAN : Itu pasti,
kan aku mau
memastikan dan melihat dengan
mata kepalaku sendiri istri kau itu cantik apa tidak.
UJANG : Terserah kau saja, kapan kau mau ke rumah?
ATAN : Besok, itupun kalau kau ada di rumah.
UJANG : Aku tidak ke mana-mana besok.
ATAN : Baiklah kalau begitu.
UJANG : Kau jangan bohong, besok aku tunggu. Jam
berapa kau mau
ke rumahku?
ATAN : Iya
aku tidak bohong lepas zuhur aku ke rumahmu puas, setelah ini kau mau
ke mana
Jang?
UJANG : Aku mau ke kebun.
ATAN :
(BERCANDA),apa? Cuba
kau ulangi
sekali lagi Jang aku
kurang mendengar tadi.
UJANG : (AGAK KERAS), ke kebun.
ATAN : Kekebun??
UJANG :
Dah tau nanya, ya ke kebun
mau ke mana
lagi. Memangnya
di kampung
ini ada tempat yang menarik selain pergi ke kebun.. Tempat yang
paling menarik di kampung
ini adalah kebun pahaaaam.
ATAN : (MEMPEROLOK), Makanya
kalau tidak ada tempat yang menarik dicari tempat yang menarik, sekali-kali
main keluar biar ketemu tempat yang menarik. Jangan main kekebun terus.
UJANG :
Orang seperti aku ini sudah terlambat
untuk itu, lagian dari pada mengejar yang tak pasti mendingan yang ada ini
dipertahankan dan diperjuangkan.
ATAN :
Berarti kalau begitu selama-lamanya kau mau tinggal dikampung ini.
UJANG :
Kalau ini menjadi jalan hidup ku, apa
boleh buat terima saja dengan hati yang lapang, dan aku juga sudah tidak bisa mau kemana-kemana lagi.
ATAN : Kenapa Jang?
UJANG : Kalau
aku pergi anak dan istriku bagaimana? kalau lajang
seperti kau tidak jadi soal.
ATAN :
Tapi aku tetap kagum dengan kau Jang.
UJANG :
Kagum atas dasar apa?
ATAN : Karena kau selalu optimis
dalam menjalani hidup ini, kalau boleh aku jujur sebenarnya aku mau hidup seperti
kau, tapi aku tidak bisa melakukannya
UJANG : Kenapa?
ATAN : Entahlah Jang, mungkin karena aku selalu hidup
dikeramaian orang banyak, tapi kadang-kadang ada waktunya aku rindu dengan suasana kampung
UJANG : Hidup
itu pilihan, setiap orangkan jalan hidupnya
berbeda-beda tak terkecuali kau dan aku. Tapi aku yakin tujuan kita
sama yaitu ingin hidup lebih baik.
ATAN : Kalau itu aku setuju Jang,
jalan hidup yang kita tempuh
memang
berbeda tapi sebenarnya tujuan kita sama.
UJANG : Benar sekali itu Tan, Jangan perbedaan
menjadikan kita terlalu naif dalam menjalani hidup ini, hidup ini harus
dijalani dengan sabar, niat yang suci serta keikhlasan.
ATAN : (LAMA TERDIAM), Jang berapa harga
kelapa sekarang?
UJANG : Delapan ratus rupiah perbuah.
ATAN : Kelapa yang kau kerjakan sekarang ini
berapa turun buahnya Jang?
UJANG : Tidak banyak sekitar sepuluh ribu buahnya.
ATAN : Tidak banyak apa? Jang sepuluh ribu
dikali delapan ratus jumlahnya sdah
delapan juta.
UJANG : Kalau mendengarnya memang banyak, dari
sepuluh ribu itu paling-paling hanya delapan ribu yang bisa dijual dengan harga
delapn ratus.
ATAN : Kenapa Jang?
UJANG : Buahnya belum tentu bagus
semua, ada yang pecah, komeng tidak berisi.
ATAN : Jadi kelapamu itu tidak dijual isinya atau
dijadikan kopra?
UJANG : Tidak Tan jual bulat saja biar tidak repot, lagian harganya juga tidak jauh selisihnya.
ATAN :
Tidak repot bagaimana maksudmu?
UJANG : Kalau jual bulat kerja sekali aja sudah
dibuang kulitnya lalu antar kekapal, sedangkan kalau diambil isinya atau dibuat kopra kerja dua
kali, sudah di kupas sabutnya lalu
diupah orang lain untuk membelah dan membuka isinya, kalau kopra lebih repot lagi sudah kulitnya
dikeluarkan disalai untuk mengeringkannya.
ATAN : Oh, pantasan aku lihat langkau tempat orang mengeringkan kopra
rata-rata kosong bahkan ada langkau
yang sudah tidak bisa di kondisikan lagi.
UJANG :
Hampir seluruh warga kampung ini menjual buah
kelapanya dengan bulat, itupun dijual dikapal jarang sekali mereka menjual
keperusahaan.
ATAN : Jadi mereka menjual dikapal Jang?
UJANG : Iya lebih dekat dan harganya juga berimbang.
ATAN : Lalu masalah harga kelapa bagai mana Jang? Berimbang tidak?
UJANG : Maksudmu?
ATAN : Maksudku harga kelapanya berimbang apa tidak, kan ada dua
tempat penjualan dari pihak perkapalan dan perusahaan apa harga kelapa tidak
tarik menarik
UJANG : Kalau harga kelapa itu berimbang ya enak, ini tidak
menentu kadang mahal sampai mencapai dua ribu perbutir, kalau datang harganya
turun samapai tiga ratus perbutir.
ATAN : Kalau harga delapan ratus, apa sudah bisa dikatakan cukup buat kebutuhan.
UJANG : Harga segitu belum bisa dikatakan cukup.
ATAN : Alasanya?
UJANG : Kebun yang aku kerjakan itu bukan kebun
punyaku, kalau punyaku ya agak lumayan dengan harga segitu.
ATAN : Walaupun punya orangkan dibagi rata
UJANG : Kalau bagi rata enak!!
ATAN : Memangnya
bagaimana pembagiannya?
UJANG : Pembagiannya bagi lima.
ATAN : Seperti apa pula pembagiannya itu Jang?
UJANG : Bagi
lima itu dua untukku tiga untuk pemilik kebun.
ATAN : Kan lumayan tu Jang tidak jauh selisihnya.
UJANG : Bagianku itu masih kotor.
ATAN : Kotor bagaimana?
UJANG : Ya kotor,
sebab upah membuang sabut kelapa dan membayar boat untuk membawa kekapal
itu ditanggung olehku sendiri.
ATAN : Apa tidak dibantu sama pemilik kebun?
UJANG :
Dikampung ini rata-rata pembagian seperti itu, sudah menjadi kebiasaan, aku
terpaksa ikut.
ATAN : Apa tidak bisa dibicarakan lagi
dengan pemilik kebun, agar pembagiannya
dibagi dua saja.
UJANG : Kan sudah dikatakan tadi peraturan ini sudah
disepakati bersama jadi tidak bisa diganggu gugat. Apa lagi kalau kelapa turun
harga, kita
kebagian capeknya saja.
ATAN : Aku heran Jang, kok bisa ya harga kelapa
tidak pernah teatap padahal
kalau mau dipikirkan tidak mungkin.
UJANG : Tidak
mungkin bagaimana?
ATAN : Ya tidak mungkin saja coba kau pikir di daerah kita ini berdiri
sebuah perusahaan yang sangat besar
UJANG : Perusahaan PT Pulau sambu yang kau maksudkan
ATAN : Iya perusahaan PT Pulau sambu yang mana
lagi, ditambah CV kemudian belum lagi kapal-kapal yang menampung untuk dibawa
ke luar
negeri, tidak
mungkinkan kalau kelapa itu turun naik harganya
UJANG : Iya sih aku sering ngobrol dengan ABK kapal
dan para kelasi kapal mereka bilang harga kelapa diluar tetap mahal
ATAN : Itu dia Jang, walaupun harga kelapa itu
turun harganya di daerah kita boleh dikatakan
masih tinggi harganya karena
pertukaran mata uang lebih tinggi
UJANG : Yang mengherankanku kalau diperusahaan harga kelapa turun pasti
harga dikapal juga ikut turun.
ATAN : Aku rasa ini ada permainan antara pihak
perusahaan dengan pihak perkapalan.
UJANG : Entah lah Tan, namanya saja daerah kita
penghasil kelapa terbesar, terbesar di Indonesia malah, tapi tetap saja
penghasilan kelapa kita tidak sebanyak yang selalu didengung-dengungkan. Orang
luar sering beranggapan
kita termasuk orang-orang yang berpenghasilan cukup berlebihan malah, tapi mereka tidak pernah tau keadaan kita
yang sebenarnya.
ATAN : Kalau pemerintah tidak campur tangan
dalam masalah ini aku rasa agak
sulit mau,
diatasi setidak-tidaknya pemerintah
sebagai penengah.
UJANG : Aku tidak jamin Tan pemerintah akan ikut
serta dalam persoalan ini masalahnya mereka juga banyak disupsidi dari
perusahaan dan dari pihak perkapalan.
ATAN : Kenapa?
UJANG : (TERSENYUM PAHIT), ya pajak dari perusahaan
dan perkapalan buat pemerintah tidak sedikti Tan. Kalau memang perintah tanggap tentu
banyak langkah-langkah yang diambil untuk mensejahterakan kehidupan kita ini.
Misalnya lewat penyuluhan atau lewat pembangunan. Sampai sekarang itu tidak
pernah terjadi.
ATAN : Di mana-mana yang namanya
pekerja tetaplah pekerja yang namanya petani tetaplah petani itu tidakkan
pernah berubah.
UJANG : Tapi kalau mau dipikir ulang kembali kita
ini masih beruntung masih bisa makan dan bekerja, didaerah lain jangankan untuk
bekerja cari makan saja susahnya minta ampun.
ATAN : Tapi kalau tidak ada perubahankan kita juga yang rugi, kita hanya
dijadikan objek bagi orang-orang yang hanya mementingkan diri mereka sendiri. Kalau keadaan kita terus seperti ini alamat untuk yang
kedepan hidup kita akan bertambah susah.
UJANG : Kita ini seperti orang yang tau saja, sudahlah tidak perlu
dibahas lagi masalah ini, biarpun kita
bicara sampai mengelurkan busa dari mulut kita, tetap saja tidak merubah apa-apa.
(HENING), aku pergi kekebun dulu nanti takut kesorean.
ATAN : Kenapa buru-buru?
Ntar aja.
UJANG : Nanti kita sambung lagi
obrolan ini masih banyak waktu, aku sudah terlambat ntar kemalaman pulangnya.
ATAN : (BERCANDA), Baiklah kalau begitu
selamat menikmati pekerjaanmu dikebun ya.
UJANG : (TAK MENGHIRAUKANNYA), Jangan lupa
besok kerumah
ATAN : Iya..
UJANG
MELANGKAH PERGI ATAN MASIH MEMANDANG KEPERGINYA TAK LAMA KEMUDIAN KEMUDIAN IBU MUNCUL.
IBU :
Ada yang datang tadi Tan?
ATAN :
Iya bu.
IBU :
Siapa?
ATAN :
Ujang bu.
IBU :
Ada apa dia kemari?
ATAN :
Mulangin penokok dan gergaji.
IBU : Oh, dia janji
memang hari ini memulangkan penokok sama gergaji.
ATAN : Ibu dari mana?
IBU : Dari warung beli
perlengkapan dapur.
ATAN : Kok nggak
bilang-bilang kalau Ibu pergi kewarung.
IBU : Memangnya kenapa?
ATAN : Saya mau titip rokok.
IBU : Kamu masih
merokok ya?
ATAN : Iya Bu tapi tidak
seperti dulu lagi.
IBU : Jangan seperti
Bapakmu ganti puntung, kesehatan harus diperhatikan, kamu masih muda
perjalananmu masih panjang kalau kesehatan tidak dijaga hari tua sakit-sakitan.
ATAN : Iya Bu, saya sudah
menguranginya.
IBU : Baguslah kalau
begitu, titip saja nanti sama Pak Mat biasanya sore-sore begini dia ada lewat.
ATAN : Pak Mat ke warung
juga?
IBU : Tidak.
ATAN : Terus kenapa harus
nitip dengan Pak Mat diakan tidak kewarung.
IBU : Hari inikan hari
Sabtu pemuda-pemuda kampung ini biasanya main bola, Pak Mat biasanya ikut juga
main bola. Lapangan bola itu jalannya lewat warung.
ATAN : Jadi dikampung kita ini
masih rutin setiap sabtu main bola?
IBU : Kalau masalah
bola mana ada yang tidak rutin, sedangkan acara bola di TV saja mereka rela
berjalan jauh.
ATAN : Di mana mereka
menonton?
IBU : Dirumah pak RT
Samain. Yasudah Ibu mau kedalam dulu tunggu saja sebentar lagi Pak Mat pasti
lewat depan rumah kita panggil aja nanti. (IBU BERANJAK).
ATAN : Baik Bu. (ATAN
MENGHIDUPKAN ROKOK SAMBIL MENDEKATI PINTU MELIHAT-LIHAT KEARAH JALAN TAK LAMA
KEMUDIAN DIA BERTERIAK). Pak Mat, Pak Mat mampir kerumah sebentar.
PAK MAT : Kau Tan, Pak Mat kira siapa
tadi yang memanggil. Kapan kau kemari?
ATAN : Tadi pagi Pak Mat.
PAK MAT : Ada apa kau memanggil Pak
Mat.
ATAN : Saya mau titip
sesuatu.
PAK MAT : Titip apa?
ATAN : Saya mau titip rokok.
Boleh?
PAK MAT : Boleh, tapi...
ATAN : Tapi apa Pak Mat?
PAK MAT : Pak Mat agak lama, main bola
dulu.
ATAN : Tidak apa-apa, Pak
Mat tunggu sebentar saya mengambil uang kedalam.
PAK MAT : baiklah.(ATAN KEDALAM TAK
LAMA KEMUDIAN KELUAR LAGI).
ATAN : Disini biasanya
berapa harga rokok sebungkus Pak Mat?
PAK MAT : Kau mau titip rokok apa?
ATAN : Rokok sampurna saja.
PAK MAT : Biasa harganya lima belas
ribu.
ATAN : Ini uangnya Pak Mat.
PAK MAT : Kalau rokok Sampurna tidak
ada gantinya apa?
ATAN : Terserah Pak Mat
saja, Pak Matkan tau selera anak muda.
IBU : (DARI DALAM), Siapa
Tan?
ATAN : Pak Mat Bu.
IBU : Suruh tunggu
sebentar Ibu buatkan air.
ATAN : Iya Bu.
PAK MAT : Aduh bisa lama ni.
ATAN : Sabar, tunggu dulu
sebentar Pak mat, Ibu sudah terlanjur buatin air buat Pak Mat.
PAK MAT : Dari rumah tadi Pak Mat
sudah minum.
ATAN : Sebentar saja tidak
akan lama. Pak Mat masih bisa main bola?
PAK MAT : Bisa dikit-dikit menyalurkan
hobby saja, karena waktu remaja dulu pak Mat juga sering ikut turnamen bola.
ATAN : Kalau sekarang?
PAK MAT : Masih, tapi tidak seperti
dulu kalau ada turnamen paling-paling Pak Mat main sebentar saja habis sudah
nggak kuat lagi.
ATAN : kalau ada turnamen
bola kaki kampung ini sering ikut seperti kemarin?
PAK MAT : Kalau itu tidak usah kau
tannya lagi, di kampung ini kalau masalah bola nomor satu. Apa lagi ikut
turnamen sejauh apapun dikejar.
ATAN : Pernah juara Pak Mat?
PAK MAT : (MALU-MALU), belum
pernah.
ATAN : Madi adik Pak Mat
tidak main bola?
PAK MAT : Madi tidak ikut dengan Pak
Mat lagi.
ATAN : Kenapa Pak Mat?
PAK MAT : Tidak ada apa-apa dia pengen
cari kerja lain saja.
ATAN : Ke mana?
PAK MAT : Dia sekarang sudah bekerja
di Batam.
ATAN : Udah berapa lama Pak
Mat?
PAK MAT : Sudah hampir dua tahun.
ATAN : Apa dia tidak pernah
pulang kampung?
PAK MAT : Lebaran kemarin dia pulang,
tapi tidak tahu leberan ini apa dia pulang atau tidak.
ATAN : Kepulangan kemarin
apa ada perkembangan?
PAK MAT : Maksudnya?
ATAN : Maksud saya, ada
perbedaan tidak antara dia kerja dikampung ini dengan bekerja di Batam?
PAK MAT : Ada. Sekarang hidupnya sudah
lumayan, bahkan pulang kemarin dia banyak bawa oleh-oleh buat keluarga Pak Mat.
ATAN : Kalau begitu dia
benar-benar tekun bekerja di sana?
PAK MAT : Tapi tetap saja Pak Mat kawatir.
ATAN : Kawatir kenapa?
PAK MAT : Kau kan tahu sendiri dia itu
adik Pak Mat satu-satunya, apa lagi dia sekarang jauh. Kalau ada apa-apa
bagaimana?
ATAN : Diakan sudah dewasa
Pak Mat sudah sewajarnya dia menata kehidupannya sendiri.
PAK MAT : Iya itu Pak Mat mengerti,
biar bagai manapun juga kalau sudah jauh rasa kawatir itu tetap ada. Kalau dia
diterima di perusahaan sawit kemarin tentu Pak Mat tidak sekawatir ini.
ATAN : Dia pernah melamar
kerja diperusahaan sawit ya?
PAK MAT : Iya tapi tidak di terima,
sebab itu dia nekat mau bekerja di Batam.
ATAN : Kok tidak diterima
padahalkan dia putra daerah?
PAK MAT : Dari dulu samapai sekarang
untuk bekerja di Perusahaan sangat sulit kalau tidak ada orang dalam yang
membantu.
ATAN : Madi tamatan apa Pak
Mat?
PAK MAT : Dia Cuma tamatan SLTP.
ATAN : Wajar saja kalau dia
tidak diterima bekerja.
PAK MAT : Maksudnya?
ATAN : Untuk bekerja
diperusahaan paling tidak tamatan SLTA, Itupun tergantung nasib.
PAK MAT : Pak Mat lihat banyak juga
yang hanya tamat SLTP bisa bekerja.
ATAN : Itu dulu Pak Mat,
karena waktu itu perusahaan baru dibuka, jadi butuh tenaga kerja cukup banyak.
Sekarang mana bisa lagi seperti itu, mereka butuh tenaga kerja yang benar-benar
ahli dan tamatan paling kurang S satu, kalau diperhatikan pekerja yang bekerja
diperusahaan banyak didatangkan dari pulau Jawa dan dari daerah lain.
PAK MAT : Kalau begitu buat apa ada
perusahaan didaerah kita? kalau tidak bisa memberikan pekerjaan pada
masyarakatnya.
ATAN : Tidak semua
masyarakat kita yang ditolak bekerja disana, banyak juga kok yang bisa bekerja.
Tapi pada umumnya mereka hanya bekerja jadi buruh, boleh dihitung dengan jari
masyarakat kita bisa bekerja dengan posisi yang lumayan. Tapi setidak-tidaknya
masyarakat kita bisa bekerja walaupun menjadi buruh.
PAK MAT : Tetap saja itu tidak
menguntungkan masyarakat kita.
ATAN : Kita tidak perlu
menyalahkan siapa, sebenarnya masyarakat kita juga salah.
PAK MAT : Apanya yang salah?
ATAN : Ya masyarakat kita
tidak sadar pentingnya pendididkan, apa lagi kalau yang sudah punya kebun sendiri
mereka berpikir hanya sekedar bisa makan, dan akhirnya anak-anak mereka
ikut-ikutan bersikap seperti itu.
PAK MAT : Banyak juga kok yang hidup
senang walaupun tidak berpendidikan tinggi?
ATAN : Dari turun-temurun
kebun mereka memang banyak, sebab itu hidup mereka sangat berkecukupan. Tapi
bagai mana yang punya kebun hanya sekedar buat makan, mau buat kebun lagi hutan
mana mau ditebang untuk dijadikan lahan perkebunan.
PAK MAT : Tapi Tan Pak Mat lihat yang
punya kebun banyak tidak juga menyekolahkan anaknya tinggi.
ATAN : Itu karena mereka
merasa cukup dengan apa yang mereka punya selama ini, mereka hanya memikirkan
keluarga mereka sendiri saja. Tapi coba kalau berpendidikin selain memikirkan
buat keluarga tapi imbasnya juga kepada masyarakat lewat ilmu yang mereka
punya.
PAK MAT : Kalau yang banyak kebun itu
tidak usah disoalkan lagi biarpun tidak berpendidikan mereka tetap saja bisa
hidup berkecukupan. Tapi yang hidup seperti kita ini bgai mana mau
berpendidikan dana untuk itu tidaklah sedikit. Pak Mat misalnya bukan tidak mau
untuk melanjutkan sekolahnya Madi tapi keuangan tidak memungkinkan terpaksa
Madi hanya sampai SLTP saja.
ATAN : Sebenarnya kita tidak
berani saja untuk melakukannya, kita takut dengan
kemiskinan yang kita hadapi sehingga kita hanya bisa jalan ditempat saja. Para pemimimpin besar banyak yang berasal dari keluarga
yang tidak mampu tapi mereka terus berusaha untuk merubah nasib
sehingga mereka menjadi orang yang sukses. (TIBA-TIBA
IBU MUNCUL MEMBAWA AIR).
IBU : Diminum airnya Mat.
PAK MAT : Makasih cik.
IBU :
Istrimu bagaimana kabarnya?
PAK MAT : Alhamdulilah baik-baik saja, kalau begitu saya
pergi dulu sudah gatal kaki ini mau menendang bola. Sekali lagi terimakasih
airnya. (PAK MAT PERGI).
ATAN : (BERTERIAK),
jangan lupa titipanku ya.
PAK MAT : (HANYA
SUARA), iya..
IBU :
Kamu tidak nonton orang main bola?
ATAN : Lagi malas bu, besok-besok saja.
IBU :
Kalau begitu kamu mandi saja dulu tak lama lagi bapakmu pulang dari kebun.
ATAN : Baik bu. (ATAN MELANGKAH PERGI LAMPU PERLAHAN- LAHAN REDUP DAN MATI).
ADEGAN IV
(LAMPU
PERLAHAN LAHAN TERANG TERLIHAT SEORANG LAKI-LAKI PARUH BAYA SEDANG DUDUK.
DIATAS MEJA TERLIHAT GELAS-GELAS DAN PIRING BERISI JUADAH.)
BAPAK : Bu..Tolong ambilkan rokok
bapak di dalam lemari.
:
Di mananya
Pak?
BAPAK : Dilaci paling bawah.
IBU : (DARI DALAM), rokok bapak yang
kemarin sudah habis ya?
BAPAK :
Iya sebentar.
IBU :
(IBU KELUAR MEMBWAKAN ROKOK), Ini rokoknya Pak..
BAPAK : Kapan
Atan sampai bu?
IBU :
Sekitar jam sepuluh tadi Pak.
BAPAK : Sekarang dia di mana?
IBU : Mungkin di kamar.
BAPAK : Kayak perempuan saja, jam segini masih dikamar.
IBU :
Namanya saja orang baru
pulang, mungkin dia masih leleh
biarkan dia istirahat dulu.
BAPAK : Apanya yang lelah, yang nama lelah itu apa bila bekerja
seperti Bapak ini. (MEMASANG ROKOK).
IBU : Lelah juga pak
kalau lama-lama dikapal.
BAPAK : Duduk-duduk aja lelah.
IBU : (MENGALIHKAN PEMBICARAAN). Pak
kalau bisa dikurangin merokoknya,
Ibu lihat bapak begitu kuat merokok.
BAPAK : Masak, perasaan Bapak
sudah menguranginya Bu?
IBU : Ibu lihat tidak ,
malah mangkin kuat bapak merokok.
BAPAK : Bapak masih senang
merokok Bu.
IBU :
Tidak baik untuk kesehatan.
BAPAK :
Iya, Bapak
juga berusaha untuk menguranginya, tapi Bapak belum bisa.
IBU :
Harus dicoba. Kalau tidak dicoba, bagaimana
Bapak bisa berhenti merokok.
BAPAK :
Mencobanya itu Bu
yang tidak bisa, kayaknya bapak tidak bisa kalau tidak merokok.
IBU :
Kenapa?
BAPAK :
Kalau tidak merokok bapak
merasa ada Sesuatu yang kurang dalam diri bapak ini Bu.
IBU : Itu perasaan bapak saja, karena Bapak belum terbiasa tidak merokok, Ibu cuma mengingatkan saja
demi kesahatan Bapak
juga.
BAPAK :
Iya Bu. Bapak
mengerti dan Bapak
juga lagi berusaha untuk berhenti merokok paling tidak menguranginya
IBU : Berusaha ya berusaha tapi
Bapak tetap saja, Ibu
lihat Bapak ganti puntung tiada
henti.
BAPAK :
Ya…. Namanya juga lagi usaha
IBU :
Ya sudah terserah Bapak
saja, ( HENING), bagaimana dengan kebun kita Pak?
BAPAK : Sepertinya buah kelapa kita berkurang dari
biasanya Bu,
buahnya juga agak kecil tidak seperti dulu.
IBU :
Kenapa Pak?
BAPAK : Karena air asin.
IBU :
Kenapa bisa begitu?
BAPAK : Air pasang dalam tiga bulan terahir ini
terlalu besar tidak seperti bisanya, itu sangat tidak
baik buat kelapa kita.
IBU :
Apa Bapak sudah ada selusi
untuk itu?
BAPAK : Satu satunya cara, mau tidak mau parit-parit
yang ada di kebun kita itu harus
dibendung, Tapi..
IBU :
Tapi apa Pak?
BAPAK : Membuat bendungan itu dananya tidak sedikit Bu.
IBU :
Kalau kelapa kita sudah terjual langsung saja
di bendung
Pak
BAPAK : Bagaimana dengan rumah kita ini Bu, apa dibiarkan saja
kecil begini?
IBU :
Bendungan itu lebih penting dari membangun rumah Pak,
lagian untuk membangun rumah ini kita bisa mencicil.
BAPAK : Bagi
Bapak Keduanya sama penting.
IBU :
Lalu bagaimana? kalau rumah ini
diperbesar berarti bendungan itu tidak akan terlaksana untuk dibuat. Berikutnya buah kelapa
kita akan berkurang buahnya.
BAPAK : Bapak akan coba mencari pinjaman agar
keduanya bisa terpenuhi.
IBU :
(MEMELAS), Terserah Bapak
saja. Bapak yang lebih tau
dalam hal ini, (HENING), pak.
BAPAK : Ada apa Bu.
IBU :
Ada kabar penting.
BAPAK : Kabar
penting apa?
IBU :
Atan Pak.
BAPAK : Ada
apa dengan Atan.
IBU :
Dia sudah berhenti kerja di cafe.
BAPAK : Yang benar Bu!
IBU :
Benar pak tadi dicerita sama Ibu.
BAPAK : Baguslah kalau begitu akhirnya dia sadar juga
kalau pekerjaannya itu tidak ada hasilnya. Tapi tunggu dulu, pasti ada sesuatu.
IBU :
Sesuatu apa?
BAPAK : Bapak kenal betul watak Atan. Kalau
tidak ada apa-apa tidak mungkin dia berhenti kerja.
IBU :
Kok tidak mungkin?
BAPAK : Pekerjaan itu sangat disukainya, Ibu ingat tidak
pertengkaran bapak dengannya, dia mati-matian membela pekerjaannya ketimbang bantu Bapak dikebun.
IBU :
Ibu masih ingat pak, tapi setidak-tidaknya dia sudah berubah dan sadar bahwa pekerjannya selama ini kurang baik.
BAPAK : Bukan kurang baik bu
tapi tidak baik.
IBU : Jangan menilai
seperti itu pak.
BAPAK : Bapak bukan menilai bu,
pekerjaannya itu memang tidak baik kok. Tapi bapak senang kalau dia benar sadar, bahwa yang
dikerjakannya selama ini salah.
IBU :
Kepulangannya kali ini ada hal yang penting yang ingin ia bicarakan pada kita.
BAPAK : Apa Bapak bilang tadi, pasti
ada sesuatu mana mungkin dia berhenti
kerja.
IBU :
Memang Pak ada sesuatu yang ingin di bicarakan sama kita.
BAPAK : Tapi dia tidak lagi dalam masalahkan datang
kerumah ini?
IBU :
Kenapa Bapak bicara seperti
itu?
BAPAK : Mana tau Bu,
diakan selama ini kerja di cafe Ibu tau sendiri seperti
apa tempat dia bekerja.
IBU :
Bapak tau apa tempat dia bekerja?
BAPAK : Tempat dia bekerja itu, tempat hiburan, tempat
orang mabuk-mabuk dan pelacuran, bisa saja dia punya masalah lalu lari kemari.
IBU :
Bapak tau dari mana kalau tempat dia bekerja itu seperti yang Bapak katakan barusan?
BAPAK : Tidak perlu dikasih tau Bu, semua orang sudah
tau tempat seperti apa itu.
IBU :
Tidak ada masalah apa-apa mungkin dia cuma ingin berhenti bekerja saja.
BAPAK : Ibu
tau dari mana?
IBU :
Tadi dia sudah menceritakan segalanya
BAPAK : Berarti Ibu
juga tau apa yang ingin dia bicarakan sama kita
IBU :
Ia pak. Ibu sudah tau.
BAPAK : Apa
Bu?
IBU :
Tapi Bapak tidakkan marahkan.
BAPAK : Tergantung dari apa yang akan dibicarakan, Ibu katakan saja tidak
perlu itu bersikap seperti itu.
IBU :
Sebenarnya dia mau kuliah Pak
BAPAK : (DENGAN MUKA MEMERAH),Apa Bu kuliah?
IBU :
Iya Pak.
BAPAK : Dasar anak tidak tau diri, apa dia sudah gila.
IBU :
Mungkin ada baiknya juga kalau dia kuliah pak.
BAPAK : Baik apanya Bu, bikin hidup kita semangkin susah.
IBU :
Tidak ada salahnya pak untuk kali ini kita mengalah dan memberi kesempatan kepadanya.
BAPAK : Mengalah??
IBU :
Iya pak
BAPAK : Kemarin
Bapak sudah mengalah Bu, dia kita
biarkan saja bekerja ditempat maksiat itu, sekarang kesempatannya hanya
di kebun.
IBU :
Jangan terlalu menghakimi Pak,
kita ini kan keluarga kalau ada yang kurang pada tempatnya kita bicarakan baik-baik Bapak tidak perlu bersikap seperti itu.
BAPAK : Apa yang mau dibicarakan lagi, semuanya sudah
jelas bahwa si Atan
itu sudah tidak waras.
IBU :
Jangan bicara seperti itu pak,
diakan anak kita.
BAPAK : Bapak tau Bu
dia anak kita, sebab dia anak kita dia harus
berpikir agar bisa membantu mengurangi beban hidup kita bukan sebaliknya.
IBU :
Kalau Bapak tahu dia anak kita tidak sepatutnya bapak
bicara seperti itu.
BAPAK : Bapak mau bagaimana lagi
Bu, mengikut kehendak dia yang sudah tidak waras itu.
IBU : Itu bukan
tindakan yang tidak waras pak?
BAPAK : Lalu apa?
IBU : Itu artinya dia
sadar akan masa depannya.
BAPAK : Masa depan dia, lalu
bagaimana dengan masa depan kita? Kita ini sudah tua Bu. Siapa lagi yang akan
membantu kita kalau tidak dia.
IBU : Karena kita sudah
tua Pak, kita harus memberikan yang terbaik buat anak kita, agar kehidupannya
kelak lebih baik dari pada kehidupan kita sekarang ini.
BAPAK : Ibu jangan membela dia.
IBU : Ibu tidak
membelanya pak tapi Ibu bicara yang sebenarnya, cuba bayangkan kalau dia kuliah
dan nanti dia akan jadi orang besar kita juga yang bangga.
BAPAK : Jadi orang besar, jangan
terlalu menghayal Bu, sekarang berpikir itu yang pasti-pasti saja.
IBU : Kalau tidak
dicoba bagai mana mau pasti Pak.
BAPAK :
Yang pasti itu yang sedang kita kerjakan Bu, berkebun tidak ada yang lain. Apa
dia tidak melihat kehidupan kita sekarang ini, untuk biaya hidup saja sudah susah apa lagi kalau dia kuliah hidup kita akan bertambah
susah.
Sepatutnya dia berpikir.
IBU :
Jadi bagaimana pak?
BAPAK : Bagaimana apanya?
IBU :
Tentang keinginan Atan.
BAPAK : Bapak tidak setuju Bu, Bapak mau dia
menggantikan Bapak
mengurus kebun, kita ini sudah tua Bu
siapa lagi yang mau mengurus kebun kita nanti kalau bukan dia
IBU :
Pak, setidak-tidaknya kita dengarkan dulu alasannya kenapa dia ingin kuliah.
BAPAK : Tidak perlu didengar lagi
Bu, kan Ibu sudah dengar sendiri keputusan Bapak.
IBU : Iya Pak tapi
Bapak harus dengarkan juga dari mulut dia sendiri biar semuanya jelas.
BAPAK : Baiklah
kalau itu yang Ibu mau tapi Ibu
perlu ingat apak tetap tidak akan setuju, bapak tidak menerima alasan apapun.
Sekarang Ibu panggil dia kemari.
IBU : Apa tidak besok saja kita bicarakan.
BAPAK : Tidak Bu
malam ini juga harus dibicarakan semunya biar lebih jelas dan agar dia mengerti.
IBU :
Iya, tapi ingat kita keluarga jangan pakai emosi.
BAPAK : Panggil saja Bu, jangan cerewet.
IBU :
(MEMANGGIL), Tan keluar sebentar Bapakmu
ingin bicara.
ATAN : (MUNCUL), Ada apa Bu?
IBU :
Duduk dulu
BAPAK : (MENARIK NAPAS DALAM-DALAM), Tan apa
benar kau mau kuliah?
ATAN : (KIKUK) Iya pak.
Saya ingin kuliah.
BAPAK : Apa kau sudah berpikir matang-matang .
ATAN : Sudah Pak
dan saya rasa keputusan saya itu sudah tepat.
BAPAK : (TERSENYUM PAHIT), Apanya yang tepat?
ATAN : (TERTUNDUK), kalau saya ingin kuliah.
BAPAK : Kau bilang itu keputusan yang tepat, kau tau
itu keputusan orang yang tidak waras .
IBU :
Pak!
BAPAK : Ibu diam saja jangan ikut campur, tan bapak
ingin kau tidak ke mana-mana
kau harus disini mengurus kebun, demi keluarga kita
ATAN : Kuliah juga demi keluarga Pak
BAPAK : Apa maksudmu?
ATAN : Kalau saya kuliah selesai kuliah saya bisa bantu
keluraga pak.
BAPAK : Kau jangan bermimpi sampai kesana, itu tidak
mungkin terjadi kau kira semudah itu.
ATAN : Sebab itu kita perlu membicarakan
persoalan ini, agar ada jalan keluar.
BAPAK : Jalan keluar apa?
ATAN : Agar saya bisa kuliah.
BAPAK : Kaukan tau sendiri kehidupan keluarga kita,
makan saja susah apa lagi untuk biaya kuliahmu bisa-bisa terjual kebun yang
ada.
ATAN : Saya akan bekerja dulu untuk sementara,
menunggu waktu pendaptaran dibuka.
BAPAK : Walaupun bisa mencari uang pendaftaran, untuk kebutuhan
lain mau bayar pakai apa? Daun?
ATAN : Selain bantuan dari kelurga, saya akan
kerja sambil kuliah
BAPAK : (MARAH), Kamu tidak mengerti juga ya?
Bahwa kehidupan kelurga kita ini susah, mau bantu pakai apa?
ATAN : Saya tau Pak, tapikan tidak ada salahnya untuk
dicoba
BAPAK : Bicara gampang
ATAN : Kalau ada kemauan pasti ada jalan, saya
bingung mau kerja apa lagi? Apa
bila sudah selesai saya bisa kerja ditempat yang lebih baik.
BAPAK : (TERSINGGUNG) Jadi maksudmu kerja
dikebun itu bukan pekerjaan yang baik
ATAN : Bukan itu maksud saya, Bapak jangan jadi salah faham begitu.
BAPAK : Alah, kau tau apa? Anak kemarin sore
IBU :
Sabar Pak jangan terlalu bawa
perasaan
BAPAK : Apanya yang sabar Bu, ini sudah kelewatan
ATAN : Pak ini juga demi keluarga kita
BAPAK : Demi keluarga, apa kamu tidak lihat banyak
yang lulus sarjana jadi pengangguran
ATAN : (TERSINGGUNG), Nasib orang beda-beda pak
tidak bisa kita samakan. Saya yakin dan percaya saya akan berhasil bila saya
kuliah paling tidak pemikiran saya menjadi lebih maju.
AYAH : Apanya yang maju ha…belum kuliah saja
bicara kau sudah menyombongkan diri, apa lagi kalau sudah kuliah mungkin kami
kau buang seperti sampah, apa kau pikir pemikiran kami ini kampungan sudah
tidak bisa dipakai lagi, hati-hati kalau bicara jangan asal apa kau tidak sadar
dimana kau dilihairkan
IBU :
(MENAHAN TANGIS). Sudahlah pak, jangan diteruskan dan apa salahnya untuk
kali ini kita mengalah.
AYAH : Apa Bu,
mengalah? Tidak apapun, alasanya bapak tetap tidak setuju
ATAN : Baiklah kalau bapak tak setuju tidak
apa-apa, tapi tidak perlu marah-marah, asal bapak tau, saya tetap dengan
pendirian saya
BAPAK : Terserah!! Tapi jangan harap kami akan
membantu kau
ATAN : (MANGKIN MENINGGIKAN SUARA), Baik,
saya tidakkan minta bantu apa-apa? (MENAHAN TANGIS), Bapak dari dulu
memang tidak pernah peduli, bapak hannya mementingkan diri sendiri.
IBU :
(MEMOTONG DENGAN TANGIS), Tan apa yang kamu katakan? Sudah, Itu bapakmu…
ATAN : Tidak Bu,
biar dia tahu bahwa selama ini dia itu salah, tidak pernah menerima pendapat
orang lain. Kita saja yang harus menuruti kehendaknya, tapi dia selalu tak
peduli kita suka atau tidak, ketika saya sekolah dulu, Bapak juga tidak pernah
peduli sampai-sampai saya bekerja sambil sekolah. Tapi Bapak tetap saja
beranggapan saya telah memboroskan uang padahal saya mencari sendiri.
BAPAK : (MANGKIN MARAH),Sekarang kau main
hitung-hitungan, siapa yang membesarkan kau selama ini, kalau tidak karena bapakmu ini kau
tidakkan dapat melihat dunia.
ATAN : Aku tidak pernah minta dilahirkan, kenapa
tidak bunuh saja aku dulu..
BAPAK : (MENDEKAT DENGAN MARAH LALU MENAMPAR), Kalau
kau tidak suka dengan peraturan dirumah ini, kau boleh pergi dari rumah ini
ATAN : Baik saya akan pergi, dan saya akan
buktikan kalau Bapak
itu salah..( DENGAN TANGIS)
BAPAK : Cepat kau pergi dari rumah ini lebih baik ayo
pergi.. dasar anak tak tau diuntung.
ATAN : (MAU PERGI)
IBU : (MENAHAN), Kau mau kemana Tan
ATAN : Kemana saja Bu, rumah ini sudah seperti neraka, ibu
jangan kawatirkan saya, suatu
saat saya akan pulang dan saya buktikan kalau saya bisa berdiri dikaki saya
sendiri..selamat tinggal Ibu. Jaga
diri ibu baik-baik. (PERGI TAMPA MENOLEH)
IBU :
(MENAGIS MENJADI-JADI), Pak apa yang Bapak lakukan? Atan anak kita darah
daging kita pak, kenapa bapak sampai hati mengusirnya….Bapak memang tidak punya hati dan perasaan saya akan
pergi mencari Atan
terserah apa yang ingin Bapak
lakukan, sudah cukup selama ini Ibu
sabar menghadapi sikap bapak yang selalu ingin menang sendiri. Bapak hanya
mementingkan diri sendiri .(PERGI
SAMBIL MENANGIS MEMANGGIL ANAKNYA)
BAPAK : (HANNYA DIAM TERPAKU)
LAMPU
PERLAHAN -LAHAN
REDUP DAN PADAM
SELESAI……………………..
0 Response to "Naskah Lakon Apa Hendak Di Kata"
Post a Comment