Naskah
Lakon Melayu Klasik
“ Sirih
Tidak Pulang Ke Ganggang”
Karya :
Fauzi
pemain
1. Orang 1
2. Orang II
3. Hang Jebat
4. Hang Tuah
5. Hang Lekiu
6. Hang Lekir
7. Hang
Kasturi
8. Karma
Wijaya
9. Pengawal I
10. Pengawal II
11. Pengawal III
12. Orang –orang
13. Dayang-dayang
(SEBUAH SUDUT YANG HANYA DI TERANGI LAMPU, TERLIHAT
SESEORANG SEDANG DUDUK SAMBIL MINUM-MINUM DAN MENIKMATI ROKOK TERLIHAT DI TANGAN KIRINYA SEBUAH BUKU.
BERSELANG WAKTU DATANG SESEORANG MENGHAMPIRINYA.)
ORANG I :
Pusing tujuh keliling aku mencari, rupanya kau nongkrong disini.
ORANG II : Memangnya disini tempat nongkrong, ada apa kau
mencariku? Tunggu….Inipasti ada apa-apa. Kau lagi di usir dari rumah ya? Atau
kau lagi di kejar-kejar sama warga karena
kau ketahuan mengintip anak pak Rt lagi mandi? Ayo mengaku. Atau……
ORANG I : (cepat-cepat
memotong), kepala hotak kau berjambul,
Memangnya anak pak Rt ada yang cantik? Semuanya seperti hantu belau,
jangankan mau mengintip melihat saja aku alergi.
ORANG II :
Alah tampang paspasan saja sombongnya selangit.
Kena batunya baru kau tahu rasa.
ORANG I : Kalau batunya kena padaku, ku lempar lagi, kaukan
suka di lempar sama batu.
ORANG II : Kurang ajar, aku spak kau hingga bisu baru tahu rasa.
ORANG I : (berlutut
minta ampun) ampun mbah dukun saya belum siap untuk menjadi bisu, cari
orang lain saja ya? Saya belum mengecap indahnya surga dunia.
ORANG II :
(berubah)
ha…ha…ha…kalau kau tidak mau menjadi bisu jangan bicara sembarangan. Untung
Mbah lagi senang hari ini, kalau tidak…..
ORANG I :
Stop jangan di teruskan, aku jadi merinding. (terdiam) ha..ha..ha…Buku apa yang kau
pegang, buku porno ya?
ORANG II : Sembarangan, kebiasaan bicara pakai dengkul.
Matamu masih belum rabunkan? Ni baca.
ORANG I : Oh...Kau masih juga ingin membandingkan siapa
laksamana antara Hang Tuah dengan Hang Jebat. Tidak baik mengungkit-ungkit
sejarah. Lagi pula semua orang tahu bahwa Hang Tuah adalah pahlawan melayu,
sedang Hang Jebat adalah seorang penghianat
ORANG II : Beginilah akibatnya kalau buta dengan sejarah, se enak
perut saja berbicara. Siapa bilang Hang Jebat itu penghinat coba kita Pikir ulang
kenapa Hang Jebat berbuat begitu? Itu di karenakan Hang Jebat sangat menghargai
dan penghormati seorang saudara. Catatan yang paling penting adalah Hang Jebat
hanya ingin menuntut keadilan, karena Raja Malaka tidak berlaku adil terhadap
Hang Tuah. Raja menghukum Hang Tuah tanpa usul periksa.
ORANG I : Tapikan kenyataannya Hang Tuah tidak dihukumkan?
ORANG II : Itu di karenakan kebijakan Datuk Bendahara, kalau
tidak Hang Tuah sudah dibunuh.
ORANG I : Kemudian Hang Jebat mengamuk, memporak-porandakan
negeri malaka sampai-sampai Raja Malaka Harus mengungsi keluar Istana.
ORANG II : Kalau Hang Jebat Tahu Hang Tuah tidak di bunuh
mana mungkin dia berbuat begitu. Kalau tidak karena angin tidakkan pokok
bergoyang. Begitu juga dengan Hang Jebat.
ORANG I :
Siapa yang harus di salahkan atas kejadian itu?
ORANG II : yang paling bersalah adalah Raja Malaka karena
terpengaruh dengan fitnahahan Karma
Wijaya. Hang Tuah dan hang Jebat hanyalah korban dari seorang pemimpin yang
hanya iingin disembah, yang hanya ingin di akui keberadaannya. Sama seperti
pemimpin kita sekarang ini membuat kebijakan seenaknya saja.
ORANG I : Bodohnya Hang Tuah tetap saja setia kepada
Rajanya, ia sanggup membunuh saudara yang telah membelanya mati-matian.
Benar-benar air susu dibalas dengan air tuba. Padahal kalau dia dengan Hang
Jebat bersatu tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Mereka bisa menjadi orang
yang paling berkuasa ditanah malaka.
ORANG II : Dari pada kau menyimpulkan yang tidak-tidak lebih
baik kita baca buku ini dan kemudian kita gabungkan dengan cerita-cerita dari
orang-orang tua yang telah menceritakan kisah ini kepada kita.
ORANG I : Tidak perlu, aku sudah tahu cerita ini, bahkan
semua orang sudah tahu.
ORANG II
: Tahu, tahu,
nanti kau menjadi orang yang sok tahu. Ayo kita mulai, (keduanya kemudian duduk berdekatan mereka mulai membali-balik halaman
buku, tidak berapa lama lampu redup perlahan-lahan).
(LAMPU PERLAHAN–LAHAN
MENERANGI PANGGUNG TERLIHAT SEBUAH RUANGAN ISTANA LENGKAP DENGAN ISINYA,
TERLIHAT SESEORANG SEDANG MONDAR-MANDIR. KEMUDIAN IA MENGAMBIL SEBUAH TOMBAK
DAN MELEMPARKAN TOMBAK ITU KEKURSI KEBESARAN RAJA, SEHINGGA TOMBAK ITU MELEKAT
DIKURSI)
HANG JEBAT :
Demi langit dan bumi serta mahkluk yang hidup di
atas bumi ini aku bersumpah setetes darahmu jatuh kebumi akan kubayar juga
dengan darah, mereka berdagang dengan nyawa, maka nyawa itu pula yang akan aku
bayarkan. Raja adil Raja di sembah, Raja zalim Raja di sanggah. Alang-alang
mandi biarlah basah tidakkan kutarik sumpah demi tegaknya kebenaran dan
keadilan. Pantang melayu bermain kata kalau tidak dapat di percaya. Ku tanamkan
keberanian, kejujuran, keadilan kepada orang-orang yang tahu arti
kebenaran, (menepuk tangan
memanggil) Jangan takut, Ha,ha,ha, ayo dekat kemari. Jebat hanya ingin
bercerita kapada kalian semua. (dayang-dayang
mendekat). Ayo jangan malu-malu Jebat ini orang baik Jebat bukan orang yang
suka permusuhan Jebat hanya ingin menegakkan keadilan yang selama ini hanya
menjadi mimpi kita semua. (memanggil), pengawal,
Istana tidak perlu dijaga, siapa yang datang untuk membunuh Jebat berarti
menggali kuburunya sendiri ha,ha,ha, ayo mendekat (mulai bercerita). Ada sorang Raja yang gila ingin di sembah,
dengan berlagak sombong ketika ia duduk di kursi kerajaan. Raja itu juga
memiliki Anjing-anjing peliharaan yang suka menyalak, tapi jangan takut,
anjing-anjing itu hanya bisa menyalak dan menjilat apa bila di beri tulang
anjing-anjing itu akan terdam. Sesungguhnya anjing-anjing itu penakut dan
pengecut “Datuk bendahara pajak rakyat di naikkan dari yang biasa, siapa yang
berani menantang tangkap masukkan di dalam penjara. “Datuk Temenggung tolong
bantu Datuk Bendahara, Sekarang buat
Datuk-datuk beta silakan beristirahat di Rumah masing-masing. (diam sejenak), Panas sekali hari ini
dayang tolong kipaskan beta, pangil penari-penari Istana untuk menghibur beta,
“Adinda permaisuri mari duduk di samping Kekanda, ha,ha,ha Kipaskan beta, beta ingin beradu.(Hang Jebat berbaring diatas kursi Raja diiringi nyanyian dan
tarian para dayang-dayang istana. Hang Jebat tertidur terdengar bunyi sayair).
Begitu
kisahnye awal cerite
Kisah
terjadi dahulu kale
Sejarah
dahulu resam budaye
Janganlah
sampai kitelah lupe
Hang Jebat
Datuk Laksamane
Datuk
berkuase di negeri Melake
Konon
kabarnye die tak setie
Menderhake
pade Rajenye
Hidup yang
adil jiwe Laksamane
Sampai
darah mengalir di jiwe
Ape rahasie
di balik cerite
Kite
saksikan bersame-same
PENGAWAL I :
(takut-takut),
Datuk, Datuk
HANG JEBAT :
Kau ini seperti orang di kejar hantu saja. Ada apa?
Kenapa seperti orang ketakutan begitu?
PENGAWAL I : Ampun Datuk, banyak orang diluar , mereka memaksa
ingin masuk ke Istana. Saya takut mereka akan membuat hal-hal tidak diinginkan.
HANG JEBAT : Biarkan saja mereka masuk, mereka juga berhak
masuk ke Istana ini. Lagipula Istana ini dibuat dari jerih payah mereka.
PENGAWAL I : Maaf Datuk, Hamba tidak mengerti apa yang datuk
katakan.
HANG JEBAT : Istana ini di bangun dari pajak yang mereka
bayarkan kepada kerajaan. Mereka itu sama seperti kita, sama-sama makluk
ciptaan tuhan, sudah sepantasnya mereka dihargai dan di hormati.
PENGAWAL I : Tapi sangat jarang rakyat jelata yang bisa masuk
ke Istana, apa lagi sebanyak yang ada diluar.
HANG JEBAT : Ha,ha,ha itukan ketika Raja yang memerintah,
sekarang Hang Jebat yang berkuasa. Di tangan Jebat semuanya akan berubah.
Tatanan lama yang tidak sesuai dimasa sekarang sudah harus di tinggalkan, manusia
adalah manusia tidak perlu diagung-agungkan seperti dewa. Raja itu pelayan
rakyat bukan sebaliknya. Kita wajib mematuhi Raja tapi kalau sudah salah
jalurnya kita yang akan meluruskanya.
PENGAWAL I : Jadi bagaimana Datuk?
HANG JEBAT : Suruh mereka masuk lagian Jebat yang meminta
mereka datang ke Istana. Apa lagi yang kau tunggu atau kau mau (meletakkan tangan keleher seperti ingin
menyembelih)
PENGAWAL I :
(ketakutan),
bbbaik Datuk, ppprintah segera Hamba laksanakan,
Hamba mohon diri.
HANG JEBAT :
Ha..Ha..Ha..(memanggil
dayang-dayang Istana), Cepat kalian sediakan makanan dan minuman yang
enak-enak kita kedatangan tamu istimewa hari ini. (tidak beberapa lama kemudian yang ditunggu tiba), ayo kalian masuk
semunya jangan malu-malu anggap saja rumah sendiri. Dayang-dayang cepat bawa
hidangannya kepada mereka Pengawal tolong dibantu dan kau kemari sebentar. Tolong
kau bawa kunci pendaharaan Istana kemari.
PENGAWAL II : Maaf Datuk kunci ruangan ke bendaharaan di pegang
oleh Datuk bendahara.
HANG JEBAT : Kenapa tidak kau ambilkan kunci Jebat?
PENGAWAL II :
Kunci yang mana Datuk?
HANG JEBAT : Kampak itulah kunci Hang Jebat. Cepat kau bawa
kemari.
PENGAWAL II : Baik Datuk (keluar),
ini kampaknya Datuk.
HANG JEBAT : Sekarang kau ikut aku.
PENGAWAL III : Maaf Datuk selain Datuk Bendahara dan Raja, tidak
di benarkan sesiapapun masuk ke ruangan ini Datuk.
HANG JEBAT : Jadi kau masih tetap menghalangi kami masuk.
PENGAWAL III :
Ya Datuk, sekali lagi maaf, kami harus patuh kepada
perintah Raja.
HANG JEBAT : Oh kau belum tahu siapa yang Hang Jebat, ni bapak
tiri Raja Malaka (mencabut keris di tikam
higga roboh). Kau buka pintu ini. (masuk
ke ruangan keluar dengan membawa peti-peti yang berisi uang dan perhiasan yang
berharga untuk dibagi-bagikan) ini hak milik kalian ambil saja jangan
malu-malu, harta ini hasil pajak yang kalian bayar. Kalian tidak perlu merasa
takut Jebat yang bertanggung jawab. “Pengawal ambil lagi yang ada di gudang.”
ORANG-ORANG :
(menyembah),terimakasih Datuk, terima kasih, terima kasih Datuk
terimakasih.
HANG JEBAT :
Aku bukan Raja jangan, jangan kalian menyembah
begitu kepadaku, aku bukan orang yang gila di sembah. Aku manusia biasa, sama
seperti kalian. Aku hanya ingin keadilan, keadilan. Apa yang kulakukan demi
rakyat untuk rakyat dan aku rela mati demi rakyat. (lampu perlahan –lahan redup).
ORANG I : kalau di pikir-pikir Hang Jebat itu orang yang
baik, dia berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
ORANG II : Itulah yang kusuka dari Hang Jebat, nampaknya kau
sudah mulai tertarik dengan kisah ini.
ORANG I : Iya sih, aku sudah mulai menyukai, tapi dia
berbuat begitukan hanya demi Hang Tuah.
ORANG II : Mungkin apa yang kau katakan itu benar, berawal
dari pembelaannya tehadap Hang Tuah. Seiring berjalannya waktu semuanya
berubah. Terbukti dengan sikap yang ia tunjukkan.
ORANG I : Aku sudah mulai mengerti, kalau di zaman sekarang
ini, orang-orang yang keritis terhadap pemerintah, yang sering membela rakyat
kecil boleh di katakan mereka adalah orang-orang yang mengikut jejak Hang
Jebat.
ORANG II : Kemudian orang-orang yang selalu mengikut apa kata
pemimpinya tidak peduli apa itu benar dan salah. Orang-orang yang berpikir
seperti itu adalah pengikut Hang Tuah. Apa itu yang kau maksudkan?
ORANG I : Kau sendiri yang mengatakannya, ya mungkin bisa
diartikan seperti itu. Kedua kisah kedua laksamana ini sudah sangat di kenal di
dimana-mana. Tidak heran ideologi keduanya sering kita jumpai pada zaman
sekarang.
ORANG II : Biarpun Sudah terkenal dimana-mana, tapikan
versinya berbeda.
ORANG I : Namanya saja cerita rakyat, wajar berbeda.
ORANG II :
Kewajaran itulah yang selalu membuat kita selalu
berbeda pendapat. Bukankah begitu?
ORANG I : Kalau tidak ada perbedaan bukan hidup namanya,
karena perbedaan itulah lahir karya-karya besar dari para seniman. Cuba
bayangkan kalau hidup yang kita jalani ini tidak ada perbedaan dan pertentangan,
ibarat sayur tanpa garam, hambar.
ORANG II : Ternyata otakmu encer juga, aku hanya mengujimu sejauh
mana memahami masalah ini.
ORANG I : kau kira aku tidak bisa berfikir sejauh itu.
ORANG II : Bukan begitu maksudku. Sekarang kebanyakan orang
hanya berfikir instan, tidak mau berusaha untuk menggali apa yang sudah ada.
ORANG I : Tidak semua seperti itu, masih banyak orang yang
mempunyai kegelisahan tentang ini.
ORANG II : Kita terlalu banyak berbicara, cerita ini belum
selesai kita ikuti saja cerita ini dulu biar tidak ngawur….(lampu perlahan –lahan redup kemudian kembali terang)
PENAWAL I :
Ampun Datuk, ada orang yang ingin bertemu dengan
datuk.
HANG JEBAT : Siapa? Ada perlu apa mereka ingin menemui Jebat
mau mencari mati?
PENGAWAL I : Kalau itu Hamba kurang periksa Datuk, mereka adalah
Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu Datuk.
HANG JEBAT : Cepat kau suruh mereka masuk, mereka merupakan
tamu kehormatan bagiku.
PENGAWAL I : Baik Datuk perintah hamba laksanakan. (keluar tak berapa lama kembali masuk)
HANG JEBAT :
Oh saudara-saudaraku sudah lama Jebat menantikan
kedatangan kalian. Pengawal kau boleh pergi. Apa kabar saudara-saudaraku
sekalian sudah lama kita tidak pernah bertatap muka.
HANG KASTURI : Sudahlah Jebat tidak perlu kau basi-basi kepada
kami.
HANG JEBAT : Kenapa sikap kalian sangat berbeda, tatapan kalian
tatapan permusuhan. Ada apa?
HANG LEKIR : Geharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula.
HANG LEKIU : Jebat Kami datang kesini untuk menangkap kau dan
membawa kau kepada Raja.
HANG JEBAT : Apa kalian sungguh-sungguh ingin menangkapku? Kita
bersaudara tidak perlu bermusuhan.
HANG LEKIR : Kami tidak mempunyai saudara pendurhaka seperti
kau Jebat.
HANG KASTURI : Jebat lebih baik kau menyerah sebelum kami hilang
kesabaran.
HANG JEBAT : Ha,ha,haa, kalian semua ingin menangkapku, apa
kalian pikir Jebat akan menyerah begitu saja. Pantang Laksamana melayu menyerah
sebelum ajal tiba.
HANG LEKIR : Pantang melayu menderhaka Jebat.
HANG JEBAT : Jebat menderhaka sama siapa? Ha,ha,ha, “Raja adil
Raja di sembah Raja zalim raja di sanggah” Itu seharusnya menjadi pegangan
orang melayu. Jebat tidak menderhaka, Jebat hanya ingin keadilan.
HANG LEKIU : Keadilan seperti apa yang kau inginkan Jebat,
menuntut keadilan untuk orang yang sudah mati?
HANG JEBAT : Cis, hati-hati kalau bicara kalau tidak mau
binasa. Jebat tidak suka bermain kata. Jebat berdiri diatas kebenaran, bairpun
beribu yang ingin menangkap asedikitpun Jebat tidak akan beranjak.
HANG KASTURI : Sudahlah Jebat, jika kau turutkan hati akan mati,
jika turutkan rasa akan binasa. Kalau kau memang mengakui kami ini saudara
sekarang ikut kami menghadap Raja.
HANG
JEBAT : Negeri malake
tersohor name
Tempat
orang singgah bedagang
Ini Jebat
laksamane satrie
Akan ku
bunuh Siape penghalang
Gunung daik
bercabang tige
Cabangnye
patah tinggal due
Hang Tuah
dihukum tampe usul perikse
Jebatlah
yang akan menuntut bele.
HANG KASTURI :
Dalam laut jangan di duga, tinggi gunung jangan di
cuba, di atas langit masih ada langit. Kau tidak bisa melakukan sesuka hatimu.
Apa yang kau lakukan sudah melampawi batas Jebat.
HANG JEBAT : Sebelum dapat Jebat minum darah yang menfitnah
Tuah, Jebat tidakkan berhenti, sepatutnya kalian ikut bersamaku untuk mengadili
Raja jahanam itu, bukan sebaliknya.
HANG LEKIU : Kita berdiri dijalan yang berbeda Jebat, kami
bukanlah orang pendurhaka seperti kau, pantang melayu mendurhaka pada Raja.
HANG JEBAT : Apa kalian lupa apa yang di lakukan Tuah untuk Raja
malaka? Waktu di Majapahit, Panji Megat Alam, sampai ke Tun Teja. Semua yang
dia lakukan untuk Raja dan tanah Malaka ini. Tetapi apa balasan Raja
terhadapnya, tidak adakan? Kecuali hukuman tanpa menimbang salah dan benar. Apa
kalian mau Jebat tunduk kepada Raja yang zalim. Ha,ha,ha, Jebat tidak takut pada
siapun hanya Tuah yang bisa menghentikan Jebat. Apa lagi keris Taming Sari ada
ditangan Jebat, tidak siapapun yang berani melawan. Kalau kalian memang masih
penasaran, kubuka dadaku pilih mana yang kalian suka. Tapi kalau kalian masih
menganggap Jebat saudara maka pergilah, sebelum amarahku tidak bisa lagi di bendung.
(mencabut keris).
HANG LEKIU :
(Takut-takut),
Baik kami pergi Jebat, tapi jangan menyesal nanti.
Siapa yang menanam dia juga yang akan memetik. Lebih baik kau sediakan payung
sebelum hujan.
HANG JEBAT :
Payung sudah lama aku sediakan, tinggal menunggu
kapan hari akan hujan. Kalian katakan kepada Raja, bawa beribu hulubalang
malaka untuk menantang Jebat, mereka pulang hanya tinggal nama.
HANG KASTURI :
Ayo kita pergi,(keluar,
terdengar bunyi syair).
Bile hati
berkate benci
Tiade
peduli ape terjadi
Sebelum
Sumpah dapat terpenuhi
Tidak akan
mundur walaupun sejari
Semangkin
hari semangkin menjadi
Hang Jebat
tidak dapat dihenti
Banyak penantang
silih berganti
Tidak
merubah ape terjadi
KARMA WIJAYA : Jebat lebih baik kau menyerah,
kalau tidak ajalmu akanku percepat. Aku datang ingin memenggal kepalamu, untuk
dipersembahkan kepada Raja Malaka.
HANG JEBAT : Pucuk dicinta ulam pun tiba, kedatanganmu sudah
lama aku nanti-nantikan. Sampai hari ini Keris
taming sariku belum menemukan lawan yang seimbang. Apakah keris yang ada di
pinggangmu itu mampu menembus dada Jebat atau hanya sebagai hiasan saja.
Ternyata Anjing Raja hari ini keluar dari kandang, rupanya di tempat Raja yang
sekarang ini tidak ada tulang lagi untuk digigit sehingga, datang kemari
mengantarkan nyawa.
KARMA WIJAYA : Berlayar naik perahu, belum di cuba belum tahu,
laut bergelombang jangan cuba kau renang Jebat, nanti kau sendiri yang akan
lemas.
HANG JEBAT : Ha,ha,ha, Sedangkan badai dapat aku hentikan,
inikan pula hanya gelombang.
KARMA WIJAYA : Kau anak kemarin sore Jebat, jangan terlalu
sombong.
HANG JEBAT : Jebat hanya sombong kepada anjing penjilat.
KARMA WIJAYA : Tutup mulutmu Jebat.
HANG JEBAT : Kenapa aku harus menutup mulut, menutup mulut
berarti aku membungkam kebenaran.
KARMA WIJAYA : Apa maksudmu?
HANG JEBAT : Kalau tidak karena fitnahan darimu, Tuah tidakkan
dibuang dari tanah Malaka. Kau kira aku tidak tahu orang seperti apa dirimu.
Hari ini kau harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah kau buat.
KARMA WIJAWA : Ha,ha,ha, itu bukan kesalahanku, Tuah saja yang
bodoh. Terbukti Raja Malaka lebih menghargaiku dari pada Hang Tuah. Hidup ini
harus ada yang rela berkorban demi kepentingan dan kebahagian orang lain. Walaupun
harus mengorbankan nyawa.
HANG JEBAT : Hasratmu untuk menjadi Laksamana tidakkan pernah
tercapai. Jabatan itu terlalu mulia untuk se ekor Anjing penjilat sepertimu.
KARMA WIJAYA : Hei Jebat, Hang Tuah saja dapat aku singkirkan,
apa lagi dirimu, semudah aku membalikkan telapak tangan.
KARMA WIJAYA : Memang mudah membalikkan telapak tangan sendiri,
tetapi apakah kau mampu membalikkan tangan Hang Jebat seperti besi. Lebih baik
kau pulang ketanah Jawa, bercocok tanam. Dari pada disini mati sia-sia.
KARMA WIJAYA :
Aku datang ke malaka bukan untuk menjadi pecundang
Jebat, aku datang sebagai pemenang.
HANG JEBAT : Sekarang apa yang kau tunggu, hunuskan kerismu
pilih Mana yang kau suka.
KARMA WIJAYA : Jangan mengoceh sombong Jebat, (marah, mencabut keris, terjadi perkelahian
beberapa kali tikaman dapat di hindari Hang Jebat),
HANG JEBAT :
Ha,ha,ha, hanya itu kemampuanmu? kau hanya bisa
menikam angin. Bicaramu setinggi langit, kemampuanmu seperti orang baru belajar
menikam. Sangat memalukan.
KARMA WIJAYA : Kau jangn senang dulu Jebat, aku masih kuat
menghadapimu.
HANG JEBAT : Ha,ha,ha, pilih mana yang kau suka, (membusungkan dada beberapa kali tikaman
mendarat ketubuh Hang Jebat namun tidak satupun yang melukainya). Aku
terlalu lama bermain-main denganmu, saatnya
kau menyusul leluhurmu di alam kubur. (mencabut keris taming sari kemudian mulai menyerang pada akhirnya Hang
Jebat bisa membuat Karma wijaya terjatuh keris yang di pegangnya jatuh.
KARMA WIJAYA :
(meringis
kesakitan), jangan kau bunuh
aku Jebat, aku mengaku bersalah dan aku menyesal apa yang telah aku lakukan,
HANG JEBAT :
Tidak perlu kau minta ampun kepadaku, aku bukan
tuhan. Dosamu terlalu banyak Karma Wijaya, walaupun kau kubunuh tidak akan
merubah apa-apa. Tetapi aku harus tetap membunuhmu .
KARMA WIJAYA : Jebat kalau kau ingin melepaskanku, aku akan patuh
dan tunduk kepadamu. Ku berikan seluruh harta yang kumiliki padamu, asal kau
tidak membunuhku.
HANG JEBAT : Ternyata nyalimu sangat kecil, orang penjilat
sepertimu tidak pantas untuk hidup, sudah terlalu banyak dosa yang kau lakukan.
Hiduppun sudah tidak ada gunanya, hanya membuat orang lain sengsara. (jebat berjalan membelakangi Karma Wijaya,
Karma Wijaya mangambil kerisnya yang jatuh, kemudian dia menikam Hang Jebat
dari belakang. Hang Jebat dapat menghindar, kemudian dia mencabut keris taming
sari dan menikam Karma Wijaya hingga rubuh). Hidup berpegang dari ucapan
dan perbuatan, bukan saling menjatuhkan. Balasan akan diterima setimpal dengan
perbuatan yang dilakukan. Kau pantas mati dengan tidak terhormat. (lampu perlahan-lahan padam dan hidup
kembali perubahan suasana)
ORANG II : Pendekar mati tidak dengan terhormat, sangat
memalukan.
ORANG I : Sudah jalan hidupnya seperti itu, mau gimana lagi.
ORANG II : Begitulah kalau hidup penuh hasut dan dengki,
tidakkan selamat.
ORANG I : Jika orang seperti Karma Wijaya duduk di
pemerintahan, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
ORANG II : Orang-orang seperti dia sudah pasti ada sampai
sekarang, kalau tidak ada tentu kehidupan ini akan berjalan dengan sebagaimana
yang kita harapkan.
ORANG I : Kita ini terlalu banyak berharap, sehingga apabila
harapan itu tidak terpenuh kita saling tuding dan saling menyalahkan.
ORANG II : Kalimat yang kau lontarkan sebenarnya buat siapa?
ORANG I : Buat kita semua, terkadang kita suka sekali
menghakimi dan menyalahkan apa yang orang usahakan. Padahal kita sendiri tidak
bisa melakukannya. Bisanya hanya protes, berteriak, bicara hanya sebatas di
warung kopi saja.
ORANG II : Itulah diri kita yang sebenarnya, di ibaratkan
menepuk air di dulang akhirnya terpercik muka sendiri.
ORANG I : Kalau dibahas tidakkan pernah selesai, penyakit
ini sudah ada dari dahulu kala. Cerita ini membawa kita terlalu jauh berpikir.
ORANG II : Sebuah kisah adalah iktibar buat kita bersama,
apapun kisahnya, dimanapun tempatnya, bisa kita jadikan bahan rujukan didalam
kehidupan.
ORANG I : Kau terlalu serius, nyantai saja kisah ini belum
berakhir dan tidakkan berakhir. Dia selalu hidup di dalam masyarakat kita
walaupun zaman sudah jauh berubah. Inilah potret kehidupan kita yang
sebenarnya.
OARANG II : Aku biasa saja, apa yang terlintas dihati itu yang
aku ucapkan.
ORANG I : Tetapi hati-hati kita tidak bisa memaksakan
pemikiran kita terhadap orang lain.
ORANG II : Terserah orang yang menilai, itu adalah adalah hak
mereka.
ORANG I : Tidak perlu dipikirkan, bairkan saja kehidupan ini
mengalir dengan apa adanya. Ada orang datang (menunjuk kearah yang berlawanan).
ORANG II : (menoleh tiba-tiba buku yang ia pegang dirampas), Kurang ajar kembalikan buku itu kepadaku. (mengejar lampu perlahan – lahan mati dan
hidup di sisi lain panggung).
HANG TUAH : (dari luar
panggung), hei penderhaka
keluar kau. Jangan berani didalam istana saja.
HANG JEBAT :
(bangun),
Siapa lagi yang mengantarkan nyawa. (berteriak). Oi siapa kau? Apa kau sudah
bosan hidup.
HANG TUAH :
Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang jelas aku
datang untuk membunuh pendurhaka seperti kau Jebat.
HANG JEBAT : Ha,ha,ha, lebih baik kau pulang. Kau hanya mati
sia-sia saja kalau melawan Jebat.
HANG TUAH :
Aku tidakkan pulang sebelum menghapuskan kau dari
bumi Malaka ini. Lebih baik kau kemari hadapi aku.
HANG TUAH : Kau yang kemari kalau kau benar-benar orang yang
berani. Sebelum kau aku bunuh sebutkan dulu namamu.
HANG TUAH : Nama tidak penting bagi seorang pahlawan Jebat,
aku sudah berpesan, berbuat baik biar berpada, buat jahat jangan sekali.
HANG JEBAT : Yang kau katakan itu tidak asing di telingaku,
siapa kau sebenarnya.
HANG TUAH : (muncul), apa
kau sudah tidak mengenal aku Jebat.
HANG JEBAT :
(heran),
apa kau Hang Tuah? Tidak, tidak, kau bukan Hang
Tuah. Hang Tuah sudah mati.
HANG TUAH :
Aku tidak mati Jebat, Datuk Bendahara
menyembunyikanku diujung negeri Malaka ini.
HANG JEBAT : Abang Tuah kau masih hidup bang? Aku kira Abang
sudah mati. (ingin memeluk)
HANG TUAH : (mencabut
keris menikam namun dapat di hindar oleh Hang Jebat), kau bukan saudaraku lagi Jebat, aku tidak punya
saudara seorang penghianat.
HANG JEBAT :
Sampai hati kau berkata begitu bang, aku berbuat
begini karena membelamu bang.
HANG TUAH : Aku tidak minta dibela Jebat.
HANG JEBAT : Abang berkata seolah-olah abanglah yang paling
bertanggung jawab. Apa abang tidak ingat dengan anak istrimu bang ketika abang
dihukum. Kalau aku tahu abang masih hidup aku tidak akan berbuat begini. Kita
tidak perlu berkelahi, lebih baik kita bersatu untuk menegakkan keadilan di
negeri Malaka ini. Aku dengan abang ibarat tangan kanan dan kiri, kita
mempunyai kekuatan yang sama.
HANG TUAH : Cis, pantang pahlawan melayu menderhaka Jebat, kau
Jangn coba-coba mengubah adat istiadat. Orang melayu pantang mendarhaka kepada
Raja.
HANG JEBAT : Raja bukan tuhan bang, tidak perlu di agung-agungkan
secara berlebih-lebihan. Apakah Abang sudah lupa apa yang Raja lakukan kepada
Abang?
HANG TUAH : Aku tidakkan bertuankan selain Raja Malaka Jebat.
Hidup matiku hanya untuk Raja Malaka.
HANG JEBAT : Hatimu sudah buta bang, kita harus berpihak kepada
kebenaran. Apakah membela kebenaran itu juga mendarhaka?
HANG TUAH : Aku datang kesini bukan ingin mendengar ocehanmu
Jebat, aku datang kesini untuk membawa kau hidup atau mati kehadapan Raja.
Menyerahlah Jebat hukumanmu akan diringankan seandainya kau mau menyerah.
Jangan kau paksa aku membunuhmu disini.
HANG JEBAT : Walaupun mati sekalipun aku tidakkan menyerah,
Pantang pahlawan melayu menarik kata. Alang-alang mandi biarlah basah Tuah. Ini
Jebat Tuah sejari tak beranjak setapak tidakkan mundur.
HANG TUAH : Kalau itu pilihanmu cabut kerismu Jebat, kita adu
nyawa di istana ini.
HANG JEBAT : Ha,ha,ha, Sungai di tepi ladang siapa yang
bernasib malang. Kecil telapak tangan niru Jebat tadahkan. Ayo kita
bermain-main Tuah.
HANG TUAH : Kau terlalu sombong Jebat (mencabut keris lalu menikam, terjadi perkelahian yang seimbang saling
serang,saling tikam, pada akhir Hang Tuah Jatuh keris yang di pegangnya
terpental, Hang Jebat masih memegang keris di tangan).
HANG JEBAT :
(menjatuhkan
keris kelantai lalu menghampiri Hnag Tuah), sudahlah bang kita ini bersaudara, aku tidakkan memaafkan diriku jika
aku membunuhmu.
HANG TUAH :
Kau memang saudaraku Jebat, aku banyak terhutang
budi padamu, kau telah membelaku. (langsung
menerjang Hang Jebat terpental, Hang Tuah mengambil keris taming sari),
tetapi jalan yang kita tempuh berbeda
Jebat, tugasku adalah taat setia kepada Raja Malaka.
HANG JEBAT :
Ternyata kau benar-benar ingin membunuhku Tuah, (membuka baju mendekat ke Hang Tuah), sekarang
apa yang kau tunggu Tuah, bunuh aku, bunuh., tikam aku Tuah, tikam.
HANG TUAH : Aku belum pernah membunuh musuh yang tidak
bersenjata Jebat. (melemparkan keris ke
Hang Jebat).
HANG JEBAT : Jangan kau kira dengan keris taming sari itu kau
bisa membunuhku Tuah. Kau keliru, tidak semudah itu kau bisa membunuhku.
HANG TUAH : Buktikan ucapanmu Jebat, (menyerang, saling tikam tidak ada yang binasa di antara mereka).
HANG JEBAT :
(engos-engosan),
tunggu tuah kita istirahat dulu, kita sambung lagi
nanti. Kenapa kau begitu bernafsu ingin membunuhku Tuah?
HANG TUAH :
Karena kau mendarhaka kepada Raja, kewajibanku
adalah membunuhmu Jebat.
HANG JEBAT : Baiklah kalau begitu Tuah, ayo kita bermain-main
lagi. Bagaimana kita bermain di tempat peraduan Raja.
HANG TUAH : Baik Jebat kemanapun akan aku turuti, (menyerang sehingga mereka sampai tempat
peristirahatan Raja, saling tikam, akhirnya Hang Jebat terbungkus tirai Hang
Tuah pun, langsung menikam, tikamannya tepat ke perut Hang Jebat darah
bercucuran)
HANG JEBAT :
Aduh sakit, sampai hati kau Tuah, rela kau membunuh
orang yang telah mati-matian membela kau. Suatu saat kau akan menyesal Tuah,
berpada-padalah bang Tuah. Jebat tidak akan mati, hanya tubuh yang akan mati,
nama Jebat akan selalu di ingat dan di kenang. (Hang Tuah pergi meninggalkan Hang Jebat, bertatih-tatih Jebat bangun
mengikat perutnya dengan kain kemudian keluar dari Istana, lampu perlahan-lahan
redup kemudian disisi panggung lampu terang kembali.)
ORANG I : Ceritanya sampai disini saja? Apa Hang Jebat mati
di Istana?
ORANG II :
Tidak, menurut cerita, Hang Jebat keluar Istana?
ORANG I : Keluar Istana?
ORANG II : Iya dia pergi kerumah Hang Jebat.
ORANG I : Ketemu?
ORANG II : Ya, ketemu namun sebelum ia sampai ke rumah Hang
Tuah, banyak sekali yang ingin membunuhnya tetapi tidak berhasil bahkan banyak
antara mereka mati ditangan Hang Jebat.
ORANG I :
Apa yang terjadi ketika Hang Jebat sampai ke rumah
Hang Tuah?
ORANG II : Layaknya seperti keluarga, Hang Jebat menitipkan
Istrinya yang sedang mengandung agar Hang Tuah menjaga seperti anak sendiri
apabila sudah lahir.
ORANG I :
Istri?
ORANG II : Ya, begitulah menurut cerita, namanya Dang Baru,
yang hidup bersama Datuk Bendahara. Ketika lahir anak Hang Jebat di bernama
Hang Nadim, Tinggal di Singapura. Tetapi sayang ia tidak sempat tumbuh dewasa.
ORANG I : Kenapa seperti itu?
ORANG II : Hang Nadim itu anak yang sangat pintar, ketika singapura di
serang ikan todak, dialah yang menyuruh membuat pagar dengan menggunakan batang
pisang. Berkat usulannya itu Siangapura kembali aman. Raja sangat senang
terhadap Hang Nadim, tetapi tidak berjalan lama. Dia pintar tapi membahayakan
kedudukan Raja jika ia dewasa. Fitnahan itu membuat Raja percaya, kemudian
menghukumnya dengan menenggelamkannya kedasar laut yang diikat bersama batu.
ORANG I : Jadi selanjutnya bagaimana?
ORANG II : Kau ini terlalu banyak tanya. Itinya adalah masa
lalu adalah cerminan untuk masa sekarang. Walaupun mengalami perubahan, tetapi
masih bisa untuk kita ambil pelajaran. Yang jelas tergantung masing-masing kita
menjadikannya apa. Sekarang kau ikut aku, aku sudah lapar, Ayo kita pergi
makan. (menarik tangan dan pergi
perlahan-lahan lampu padam.)
0 Response to "Naskah Lakon “ Sirih Tidak Pulang Ke Ganggang” Karya Fauzi"
Post a Comment