Pemilu Kada Sumbar: di Mana Posisi dan Peran Mahasiswa?
Oleh:
Ahmad Tamimi
30 Juni mendatang, masyarakat Sumbar akan
melaksanakan pesta demokrasi. Di kebanyakan negara yang menganut sistem ini,
pemilihan umum dipandang sebagai lambang,
sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan yang di selenggarakan
dalam suasana terbuka dengan kebebasan berpendapat dianggap mencerminkan dengan
agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat (Miriam Budiardjo: 2008, 461) dalam ke ikut sertaannya menentukan siapa pemimpin
terbaik.
Untuk mencari pemimpin terbaik
dengan sistem pemilu lansung yang masih tergolong dini ini, tentu bukan
merupakan hal yang mudah. Selain persoalan rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat di tambah lagi dengan persoalan budaya, terutama budaya politik yang
masih tergolong kelabu yaitu belum mencerminkan kedewasaan yang educative,
sehingga gerakan yang muncul lebih berbasis pada kepentingan praktis-pragmatis
ketimbang basis pengetahuan yang rasional. Akhirnya tidak banyak pelajaran
yang bisa diambil oleh masyarakat.
Menurut Azyumardi Azra
demokrasi dalam bentuk suksesi kepemimpinan akan bisa melahirkan hasil yang
subtansi apa bila pendidikan masyarakatnya sudah memadai (Azyumardi Azra: 2006), baik pada pelaku politik maupun masyarakat
sebagai konstituen. Setidaknya pandangan Azra telah menggambarkan realitas
kita, dan ini makin menguatkan rasa khawatir akan terjadi sebuah pesta
demokrasi lokal yang hanya menjadi sebatas ritual tanpa makna jika tidak
dilakukan gerakan alternatif oleh kelompok-kelompok tertentu yang sadar akan
kepentingan bangsa. Makanya dalam tulisan ini penulis akan memaparkan sekelumit
tentang peran strategis mahasiswa dalam partisifasinya terhadap suksesnya
pemilu kada Sumbar priode 2010-2015, tujuannya untuk meminimalisir kesalahan
yang mungkin terjadi serta sebagai usaha agar apa yang menjadi keinginan
masyarakat terwujud adanya terutama pemilu kada terbaik hingga lahirnya
pemimpin yang terbaik pula.
Mahasiswa:
Antara Posisi dan Peran
Mahasiswa merupakan kaum
intelektual muda yang memegang peranan penting sebagai garda terdepan
(avant-grade) generasi muda. Dengan modal idealismenya mereka punya nilai
kepeloporan yang besar dalam mengadakan perubahan. Salah satu modal utama
perubahan itu adalah sikap Idealisme yang di anut dan itu sekaligus sebagai
penentu independensi. Jadi, bicara soal posisi mahasiswa sebenarnya mereka
tidak menyerah pada determinisme historis yang lahir dari kekuatan sejarah yang
akan melenyapkan keperibadian dan koitmennya, Tapi lebih kepada determinisme
ke-Tuhanan (Ali Shariati:1996, 214) yang
sekaligus untuk kemanusiaan.
Kita menyakini keutuhan ini
masih terjaga walaupun kadang kita juga harus jujur terhadap realitas sosial
gerakan-gerakan kelompok tertentu yang bergerak menggunakan jubah mahasiswa
bahkan jubah agama tapi sebaliknya terselip kepentingan segelintir orang untuk
berkuasa. Tapi walaupun begitu masih banyak mahasiswa yang peka terhadap
kepentingan orang banyak dan mereka itu terbebas dari kontaminasi kepentingan
praktis-pragmatis individu maupun sekelompok orang.
Pada posisi bebas inilah
membuat mereka lebih leluasa dalam menjalankan perannya sebagai kaum menengah.
Secara umum ada dua peran penting mahasiswa.
Pertama; peran korektif, dalam peran ini mahasiswa menjalankan fungsinya
sebagai agent of social control. Kedua; peran
transpormatif, yaitu peran mahasiswa
dalam rangka ikut serta mencerdaskan masyarakat. Dari kedua misi besar inilah
akan kita gunakan sebagai perspektif untuk melihat peran strategis mahasiswa
dalam pemilukada Sumbar priode 2010-2015 mendatang.
Sebenarnya banyak peran yang bisa diambil oleh mahasiswa untuk
mengabdikan dirinya kepada masyarakat dan sekaligus mengawal jalannya pesta
demokrasi lokal ini agar tidak ternodai dengan hal-hal yang tidak diinginkan. Hemat
penulis ada beberapa persoalan yang sangat strategis yang menjadi peran itu.
Pertama, Pendidikan politik, dalam pasal
11 poin 1a undang-undang No 2 Tahun 2008
tentang partai politik, di sana dijelaskan bahwa fungsi partai politik sebagai
sarana pendidikan politik bagi masyarakat agar menjadi warga yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketika undang-undang ini dikaitkan dengan proses pemilu kada, Menurut hemat
penulis bila pendidikan politik yang bersifat musiman terkait dengan suksesi
kepemimpinan dilakukan oleh partai politik sementara mereka adalah komunitas
yang syarat dengan kepentingan struktural politik yang begitu besar. Maka
belumlah dipandang tepat, karena khawatir akan melahirkan konstituen yang lebih
cenderung diarahkan pada kepentingan itu, serta mengabaikan hati nurani terkait
siapa yang akan dipilih, makanya peran pendidikan politik terkait suksesi
kepemimpinan untuk menciptakan pemilih yang rasional adalah salah satu peran
strategis mahasiswa, dengan memberikan pemahaman yang standar terkait seperti
apa mencari calon pemimpin terbaik bagi daerah sumbar kedepan.
Kedua, Money politics, salah satu
kondisi yang marak terjadi ketika pemilu kada adalah kegiatan money politics,
dalam rekruitmen politik dan proses politik lainnya. Walaupun dalam aturan
mainnya ada batasan-batasan sumbangan tapi dalam praktek kerap dilaksanakan
dengan tidak transparan. Kita khawatir jika mereka naik akan kentalnya praktek
politik balas budi, dan ini jelas akan menomor duakan kepentingan rakyat.
Dalam norma standar demokrasi, dukungan politik yang
di berikan oleh satu aktor politik lainnya di dasarkan pada persamaan
preferensi politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Setiap warga
punya hak dan nilai suara yang sama, namun melalui money politics, dukungan
politik di berikan atas pertimbangan uang. Artinya yang mampu membangun
dukungan politik bukan warga negara tapi uang. Oleh karena itu praktek money
politics akan memberi ruang pengaruh yang sangat luas bagi pemilik uang dan
meminggirkan kapasitas pengaruh dari yang tidak punya akses terhadap sumber
ekonomi ini. ( Pratikno: 2003, 2). Dan implikasi yang sangat berbahaya
lagi ialah melemahkan demokrasi dan negara bangsa. Karena kedaulatan tidak lagi
di tangan rakyat tapi berada di tangan uang. Kita khawatir praktek ini akan
membudaya yang pada awalnya dilihat sebagai anomali (penyimpangan) politik,
namun bila dibiarkan tidak tertutup kemungkinan dilihat sebagai integral sebuah
strategi.
Ketiga, tidak
akuratnya penetapan data pemilih. Masalah data pemilih tetap (DPT) adalah
masalah yang urgen dan bisa menjadi skenario politik. Ditambah lagi tidak pro-aktifnya
masyarakat dalam tahap DPS sehingga banyak masyarakat yang komplain ketika
namanya tidak terdaftar dalam DPT. Ketika data pemilih tidak sesuai dengan
jumlah populasi yang ada di tengah masyarakat, ini akan membuka peluang
terjadinya konflik ketika dalam perhitungan. Di satu sisi alasan tidak
tersalurnya aspirasi, namun pada sisi lain akan bisa membuka peluang bagi tim
sukses dari masing-masing calon untuk menggugat hasil itu, dan kasus sepeti ini
telah banyak dipertontonkan di berbagai daerah yang berujung pada bentrok sama
KPU setempat atau sesama tim sukses.
Keempat, KPUD yang
tidak netral. Faktor kekerabatan dan kedekatan secara emosional anggota KPUD
dengan salah satu pasangan calon terkadang membuat KPUD terkontaminasi dengan
pesan-pesan politik dari salah satu kandidat dalam Pemilu kada atau juga berupa
pemberian semacam upah agar keinginannya tercapai. Kelima,
mencuri start kampanye. Banyak pasangan calon yang belum memasuki tahapan
kampanye, tetapi sudah mengampanyekan dirinya. Ini sungguh tidak fair. Akan
tetapi, inilah yang terjadi. Dalam Pemilukada Sumbar, kita sudah bisa melihat
hal ini, walau masa kampanye belum di mulai, tetapi seruan-seruan untuk memilih
dengan diselimuti agenda-agenda terselubung sudah dilakukan. Keenam,
dukungan PNS yang tidak netral. Ikutnya aparat birokrasi dalam Pemilu kada atau
calon incumbent kerap membuat birokrasi terkotak-kotak dan tidak netral. PNS
secara diam-diam memberikan dukungan bahkan ada juga PNS yang ikut menjadi tim
sukses
Kesemuanya ini
tidak terlepas dari dua pran strategis mahasiswa sebagaimana yang telah di
paparkan di atas tadi, yaitu peran korektif dan pran transpormatif. Sebenarnya
masih banyak pran mahasiswa terkait pemilu kada ini, tapi di sisni yang
dipaparkan hanyalah persoalan-persoalan yang memang sering muncul ketika pemilu
kada, dan penulis memandang ini harus dilakukan semacam tindaka prepentif agar
hal-hal yang tidak diinginkan jauh dari realitas kita. Karena secara kultur
kita adalah orang yang santun, penulis kira atas dasar itu pulalah dibuat tema
oleh KPU yaitu pemilu kada Sumbar berdunsanak.
Untuk itu Gerakan
mahasiswa harus mampu mengawal dan mengendus “bau” busuk ini yang kemungkinan
bisa saja terjadi pada Pemilukada Sumbar. Hal inilah yang hingga saat ini belum
terpikirkan oleh gerakan mahasiswa dalam ajang Pemilukada. Itulah sebabnya,
perlu ada kontrak politik yang berisikan point-point yang pro terhadap
masyarakat. Inilah harapan penulis terhadap gerakan mahasiswa yang ada di
Sumbar. Semoga beberapa sikap di atas dapat memunculkan harapan baru bagi
masyarakat Sumbar kelak. Salam mahasiswa
Tulisan ini pernah dilombakan antar mahasiswa
Se-Sum-Bar yg diadakan SUARA KAMPUS IAIN IB Padang- Mendapat Juara II
0 Response to "Pemilu Kada Sumbar: di Mana Posisi dan Peran Mahasiswa? "
Post a Comment