Sosilogi Teater




MEMESIS DAN PERUBAHAN SOSIAL
Lahirnya buku sosiologi teater karangan Nur Sahid merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap kurangnya buku-buku penunjang yang berhubungan dengan teater. Pada umumnya buku yang ada berasal dari luar Negri dan dalam bahasa Inggris, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk memahaminya. Oleh sebab itu Nur Sahid sebagai penulis buku sosiologi  teater menyusun buku ini sebagai sebuah bentuk peduli terhadap kurangnya buku penunjang yang berhubungan dengan teater. 

Buku ini akan membahas tentang pendekatan sosiologi untuk teks drama dan pertunjukan teater. Pendekatan sosiologi drama diadopsi dari teori sosiologi sastra. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa drama sesungguhnya termasuk gendre karya sastra. Dalam buku ini masalah sosiologi teater dipaparkan secara terpisah dengan sosiologi drama, sebab keduanya memang berangkat dari penomena yang berbeda. Sosiologi drama berangkat dari teks drama, sedangkan sosiologi teater berangkat dari pertunjukan teater. Selanjutnya, buku ini berisi teori-teori sosiologi tentang sastra yang kemudian di adopsi ke dalam karya drama. Biasanya sebuah karya sastra lahir dan berkembang ditengah-tengah masyarakat selalu berhubungan dengan alam.
Pada tulisan yang terdapat dalam buku Nursahid, lebih banyak mengutip pendapat-pendapat dari Hartoko, Luxemburg dan para ahli lainnya. Tidak itu saja buku ini memiliki kelemahan yaitu, terdapatnya banyak kesalahan dalam penulisan huruf seperti penempatan huruf yang tidak tepat misalkan contoh, kata “mungkin” menjadi “mungkan”. Tetapi dalam hal ini kesalahan seperti itu tidak membuat kita sulit memahami apa yang ingin disampaikan, malah membuat kita semakin kritis untuk melihat sejauh mana pemahaman kita terhadap buku sosiologi ini.


PEMBAHASAN 
Kesenian yang lahir dari alam biasanya membawa pengaruh terhadap seorang seniman. Dalam bab satu lebih banyak membahas tentang bagaimana alam sangat berperan dalam menciptakaan sebuah karya seni. Tulisan yang ditulis oleh pengarangnya yang mengkaji tentang persoaalan teori sosiologi teater yang berasal dari teori mimesis klasik kemudian dihubungkan kedalam penciptaan seni.
Pengarang menyebutkan tentang keadaan alam yang terus menerus mengalami kepunahan, sehingga suatu peristiwa yang mengandung pengalaman estetik hanya bersifat sementara. Sebaliknya sebuah karya seni dapat dinikmati sewaktu-waktu, dapat timbul pengalaman estetik. Begitu juga dalam menikmati karya seni seperti lukisan dan patung. Ini membuktikan bahwa sebuah karya seni bersifat dinamis.
Berbagai pendapat tentang konsep penciptaan seni, sesungguhnya alam yang lebih berperan dalam inspirasi yang ditimbulkan dalam menciptakan sebuah karya seni. Pemanfaatan alam sebagai sumber inspirasi yang sering dinamakan realitas alam, sering kita dengar dengan adanya teori mimesis. Teori ini mengungkapkan konsep-konsep pemikiran filsuf Plato dan Aristoteles. Pengertian mimesis berasal dari bahasa Yunani yang berarti “perwujudan atau jiplakan”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan dalam teori-teori  tentang seni yang diajukan oleh Plato (428-348 S.M) dan Aritoteles  (384-322 S.M). Hal ini terjadi dari abad ke abad dan telah mempengaruhi teori-teori tentang seni, sastra, dan teater Eropa.

Pandangan tentang mimesis dijumpai dalam karangan Plato yang berjudul Negara. Dalam karangan tersebut Plato memperlihatkan pandangannya  yang negatif tentang seni, karena seni dianggap hanya menyajikan suatu ilusi  tentang kenyataan dan tetap jauh dari kebenaran” (Luxemburg dkk., 1984: 16). Perlu diingat bahwa bagi Plato, dunia material hanya bayangan dari dunia yang nyata. Setiap benda terwujud menurut berbagai bentuk, dan setiap benda akan mencerminkan suatu “ide” yang asli.
Pada hakikatnya meniru adalah sifat manusia yang paling dasar, karena manusia meniru apa yang ada disekitarnya. Sifat meniru inilah yang kemudian diterapkan oleh manusia dalam kehidupanya. Aristoteles menulis bukunya yang berjudul poetica mengutarakan beberapa pendapatnya tentang perkembangan teori seni yang lebih mendalam. Ia tak lagi memandang seni sebagai tiruan kenyataan, melainkan sebagai ungkapan mengenai “Universalia” atau konsep umum. Hal ini berbeda dengan pandangan Plato tentang dunia ide, tetapi suatu pikiran perasaan, dan perbuatan yang khas bagi seorang manusia.
Teori mimesis yang dikemukakan oleh Aristoteles juga mengatakan tentang kelemahan yang ada dalam diri seorang seniman. Aristoteles mengatakan meniru berbeda dengan menjiplak, secara verbal sebagaimana kerja sebuah kamera yang merekam semua apa saja yang ada didepannya. Sebagai seorang seniman bukan berarti kita merekam apa yang ada dimukanya, atau apa yang pernah terjadi. Tugas seorang seniman yang memiliki intelektual yaitu melukiskan apa yang pernah terjadi melalui untain kata-kata, karena itu karyanya dapat menjernihkan alam perasaan kita. Aristoteles mengatakan seni lebih bersifat filsafati dan lebih berbobot dari pada sejarah, karena ungkapan-ungkapan seni bersifat umum, sedangkan sejarah hanya berurusan dengan hal-hal khusus.
Sebuah karya drama adalah sebuah bentuk imajinasi yang muncul dari dalam pikiran seorang seniman. Pikiran-pikiran yang bebas dan liar kemudian dikembangkan menjadi sebuah bentuk seni yang dapat mengandung sebuah seni imajinatif dan kreatif dari dalam diri seorang pekerja seni.
Dalam konsep Plato yang mengatakan tentang teori mimises yang berkembang dalam masyarakat serta mencerminkan tentang pengertian sastra. Perkembangan ini dimulai ditengah-tengah masyarakat Eropa pada abad ke 17. Para penulis pada waktu itu menulis tentang pengaruh lingkungan terhadap sastra yang berkembang. Salah satu pokok yang menarik pada pembahasan mereka adalah pendapat bahwa cerita jenis epik dianggap relevan untuk mesyarakat tertentu. Dari pandangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan mulai dianggap penting bagi perkembangan karya naratif.
Sebuah karya drama diciptakan oleh seorang dramawan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Dramawan itu membuat sebuah karya sastra bertujuan untuk mengenalkan kembali bagaimana yang sebenarnya sebuah karya sastra itu dan apa yang dapat dirasakan setelah terlibat langsung dalam sebuah karya sastra. Biasanya sebuah karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat tertentu, karena latar belakang dan pola pikir masyarakat dapat menjadi sebuah inspirasi yang bertujuan untuk menciptakan karya-karya baru. Munculnya karya baru ditengah masyarakat dapat menciptakan sesuatu yang berbeda tetapi perbedaan ini dapat dilihat sebagai kelebihan yang dimiliki oleh masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa kebaruan yang diciptakan oleh seorang dramawan atau seniman merupakan sebuah karya yang dilahirkan dengan menggunakan imajinatif.

Pada hakikatnya drama dan seni teater  objeknya adalah manusia. Maksudnya, sebuah naskah lakon kebanyakan mengambil unsur-unsur yang umum seperti keadaan lingkungan dan bagaimana kehidupan sosial masyarakat. Biasanya drama adalah lingkungan lembaga sosial yang menggunakan bahasa, dialog yang diucapkan akting dan lain sebagainya.
Dalam buku sosiologi teater ini, pembahasan yang lebih banyak dikemukan dalam menanggapi persoaalan-persoalan yang terjadi dalam lingkungan sosial masyarakat. Persoalan ini kemudian dikaitkan dengan adanya interksi manusia satu dengan manusia lainnya, sehingga membentuk sebuah kesatuan yang utuh dalam kehidupan.
Istilah pendekatan sosio-kultur terhadap sastra dan drama mencakup beberapa pengertian berikut yang dikemukakan oleh Grebstein, yaitu sebuah pertunjukan teater tak dapat dinikmati, dan dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan kebudayaan, dan peradaban yang melahirkannya. Drama secara keseluruhan merupakan hasil pengaruh timbal balik yang rumit dari faktor sosial dan kultural. Teater sebagai suatu seni pertunjukan yang tidak dapat berjalan sendiri, tanpa adanya sekelompok orang yang membantu terselenggaranya pertunjukan, mulai dari proses latihan sampai sebuah pertunjukan dipentaskan.
Sosiologi sebagai kegiatan ilmu sosial selalu melakukan analisis ilmiah objektif terhadap penomena sosial yang dikajinya. Pada sisi lain, teater melakukan analisis suatu gejala sosial sampai menembus permukaan kehidupan sosial dan menghayati masyarakat dengan perasaannya. Dibandingkan dengan sosiologi yang lain seperti, agama, pendidikan, politik dan sosiologi sastra. Maka sosiologi teater termasuk Sub-disiplin yang masih baru. Sub-disiplin ini termasuk yang paling terabaikan oleh para ahli sosiologi maupun ahli teater. Ini dikarnakan bidang kajian yang membahas masalah teater masih belum terangkat ditengah masyrakat. Walaupun telah dijelaskan diatas, bahwa sosiologi teater telah melakukan analisis ilmiah terhadap masyarakat sekitarnya.

0 Response to "Sosilogi Teater"