Gendre Teater



Gendre Teater
Oleh Fauzi
Gendre dan gaya dalam teater  sangat  penting untuk di bicarakan selain sebagai pemahaman intlektual imbasnya juga kepada penggerapan dan pemahaman terhadap teater itu sendiri. Tragedi, komedi, dan melodrama merupakan gendre dalam teater. Tragedi awal berkembangnya pada zaman Yunani untuk menghormati dewa Dionysus. Kata tragedi  dalam bahasa Yunani adalah trogoidia  yang artinya nyanyian domba jantan. Menurut  Aristoteles tragedi dimainkan untuk menumbuhkan rasa kasihan, rasa takut dan penyucian jiwa. Unsur-unsur dalam tragedi menurutnya  lagi adalah plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel.

Penjabaran di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa tragedi  berpungsi untuk upacara keagamaan memberi pencerahan kepada manusia pada zaman itu. Tetapi pada zaman sekarang drama tragedi tidak lagi untuk menghormati para dewa melainkan maknanya sangat luas. Drama tragedi hari ini banyak sekali kita temukan didalam naskah lakon. Perkembangan zaman membuat maknanya mengalami perubahan tergantung kebutuhan dan dalam penggarapanpun berbeda. Drama tragedi pada zaman yunani identik dengan pemujaan pada dewa tetapi tragedi hari ini mencerita segala hal, baik masalah sosial, agama, politik bahkan bernegara.
Selain tragedi, komedi juga merupan gendre dalam teater komedi juga berkembang pada zaman Yunani tapi perkembangannya tidak sebaik dari perkembangan tragedi. Komedi berasal dari kata yunani komoidia yang artinya membuat gembira. Komedi juga bagian dari upacara keagamaan yunani kuno, Arestoteles mengatakan komedi muncul dari nyanyian-nyanyian simbolik yang merupakan hymne dengan kata-kata kasar untuk menghormati dewa pallus dewa kesuburan. Katanya lagi komedi merupakan imitasi tingkah laku manusia biasa atau rakyat jelata.
Perkembangan komedi hari ini sangat dinikmati oleh masyarakat baik di telivisian maupun dalam sebuah pertunjukan. Komedi tidak hanya milik  golongan yang rendah atau rakyat jelata tapi milik semua golongan. Walaupun demikian komedi zaman Yunani juga mempunyai kesamaan pada zaman sekarng zaman Yunani dilihat dari dialog kasar-kasar untuk mengundang tertawa. Pada hari ini juga kita lihat bahwa dialog-dialog dalam pertunjukan komedi juga kasar-kasar bahkan adu fisik untuk membuat penonton tertawa. Tapi ada juga pertunjukan komedi yang sangat mendidik, komunikatif yang sangat baik untuk dinikmati.
Melodrama juga marupakan salah satu gendre dalam teater cuma perkembangannya berbeda dengan tragedi dan komedi. Melodrama berkembang pada zaman romantik pertunjukannya musikal. Kisah-kisah yang di hadirkan adalah kisah kepahlawanan, sumber cerita dari sejarah, sosial, dan novel-novel. Melodrama juga mempengaruhi pembuatan film pada awal abad ke 20.
Pertunjukan melodrama sangat jarang kita jumpai saat ini karena penggarapannya membutuhkan orang banyak dana yang cukup besar walaupun ada hanya kelompok-kerlompok teater yang sudah mapan.

Selain gendre didalam teater gaya juga perlu untuk dibahas karena gaya inilah yang menjadi tolak ukur dalam pementasan selain itu bisa juga dijadi bahan ilmu pengetahuan. Kebangkitan kelas borjuasi merupakan salah satu sebab munculnya realisme. Daya lain yakni Ilmu Pengetahuan: teori Evolusi Darwin, teori psikologi sebelum Sigmund Freud, maupun masalah-masalah sosial yang menantang pendekatan ilmiah pada masa-masa itu mendorong tumbuhnya suatu sikap dan cara memandang kehidupan secara khas. Sikap dan pandangan ini secara tak langsung menyatakan bahwa kehidupan dan dunia dapat dipahami melalui pengamatan dan penggambaran obyektif. Para Raja dan kaum bangsawan sudah tersisih dari kehidupan, maka mereka pun tersisih dari pentas pula.
Kebangkitan borjuasi ternyata juga membangkitkan individualisme. Tokoh-tokoh pemikir yang mewakili kelas borjuasi seperti Hobbes, Montesquieu dan Rousseau langsung atau tidak langsung mengungkapkan pandangan tentang supremasi individu dalam masyarakat dan menekankan pentingnya pengaturan hubungan (politis) individu dengan masyarakat dan negara. Pandangan demikian dikenal dalam masyarakat yang menentang dan membebaskan diri dari pandangan komunal-feodal. Karakteristik Teater Realisme, Pertama Sesuatu tidak boleh diperindah atau diperburuk dari keadaan yang sebenarnya. Adanya persolan yang amoral dan dekadensi moral di tengah masyarakat yang terungkap di permukaan justru menunjukkan kebenaran. Usaha untuk menutup-nutupi adalah contoh sikap yang amoral.Kedua Apabila pembaca atau penonton tidak menyetujui ungkapan itu, justru merekalah yang harus memperbaiki. Seniman bertanggungjawab untuk menyampaikannya ke permukaan tanpa berusaha menutupi kebenaran yang terjadi disekitarnya. Ketiga Visualisasi realisme menolak gagasan “Theophile Gautier tentang l’art pour l’art karena visualisasi seharusnya digunakan untuk menunjukkan kepentingan masyarakat. Keempat; Bentuk dramatik naskah menunjukkan bentuk well made play yang dikembangkan oleh Eugene Scribe (1791-1861).
Ciri-Ciri Umum Pertunjukan Teater Realisme
  1. Ide yang ditampilkan dimaksudkan agar penonton mampu secara mudah mengasimilasikan dengan kehidupan sehari-hari.
  2. Setting pentas di buat dan disusun sesui dengan tempat kejadian cerita secara persis; ini dimaksudkan untuk menunjukkan kedekatan dengan kondisi yang sebenarnya.
  3. Kostum yang dipakai tokok mengikuti pakaian tokoh sesuai dengankedudukan tokoh di tengah masyarakat.
  4. Dialog dan pengucapan merupakan penciptaan kembali dari apa yang dilakukan oleh manusia sesuai dengan ekspresi kehidupan sehari-hari.
  5. Karakter  tokoh-tokohnya memiliki kepentingan sesuai dengan kehidupan dan tingkah laku manusia sehari-hari.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

Ternyata pemahaman orang pada realisme sangat beragam dan memancing perdebatan. Tidak selamanya kehidupan nyata dapat ditransformasikan ke atas panggung. Hal ini berangkat dari suatu kesadaran bahwa pandangan dan interpretasi terhadap dunia nyata harus diseleksi. Konsep realisme tenis bergulir dan perlu didefinisikan kembali. Kemudian muncullah berbagai varian dari realisme. Salah satu varian itu ialah naturalisme.
Menurut Jakob Sumardjo, naturalisme merupakan sisi ekstrim dari Gerakan Realisme.   Pada dasarnya naturalisme mempercayai bahwa kebenaran dunia dapat diketahui dengan lima indra manusia. Tetapi naturalisme, selain menuntut pendekatan ilmiah juga percaya bahwa kondisi manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan keturunan.
Seiring dengan merebaknya gerakan naturalisme tumbuh pula kota-kota besar yang menjadi tempat pernukiman kaum urban yang kumuh (slum) akibat eksploitasi industri. Kemiskinan, kesengsaraan, kemelaratan serta kemerosotan moral menjadi persoalan yang kompleks. Kondisi ini memicu para naturalis untuk mengungkapkan kemerosotan dan kebobrokan masyarakat golongan bawah. Drama-drama mereka penuh dengan kebusukan manusia dan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan.
Naturalisme menolak tampilan drama yang hanya didasarkan pada perkiraan terhadap kehidupan nyata. Setiap sajian drama naturalis adalah usaha mempraktekkan kehidupan nyata itu sendiri, bukan idealisasi kenyataan hidup. Drama naturalis adalah sepotong kehidupan nyata yang didasarkan pada kenyataan hidup yang keras dan kasar. Kenyataan yang ditranformasikan dalam pentas naturalisme misalnya drama sebabak Andre Antoine, Tukang Jagal, menghias pentas dengan daging-daging sapi sebenarnya seperti toko daging para penjagal dalam realita.


Meskipun disebut sebagai varian dari realisme, naturalisme mempunyai kecenderungan estetika yang sangat berbeda dengan realisme. Realisme dipandang lebih obyektif daripada naturalisme. Dalam realisme segalanya digambarkan seperti keadaan yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata, tidak kurang tidak lebih. Pada seni rupa, seniman seolah-olah suatu cermin yang membayangkan kembali kehidupan sekitar dengan wama-wama, garis-garis dan gerak-geriknya. Seorang pengarang realis melukiskan tokoh-tokohnya dengan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sampai pada yang sekecil-kecilnya, dengan tidak memihak memberikan simpati atau antipati pada tokoh-tokohnya. la membayangkan tokoh-tokohnya seperti yang sungguh-sungguh dikenalnya. Pengarang atau pelukis   adalah penonton yang obyektif. la tidak memperbagus dan memperjelek orang-orang dan keadaan-keadaan yang dilukisnya. Sedangkan oleh kaum naturalis, alam dilihat melalui kehangatan rasa. Dunia luar tak bisa dilukiskan seperti apa adanya. Pusat pribadi seniman harus turut bicara. Singkat kata dalam naturalisme sangat berkuasa pandangan dan visi seniman sendiri atas alam. Suatu pandangan yang mengandung nafsu hidup yang besar.
Konsep epik Brecht merupakan konsep berteater yang diformulasikan oleh Berltold Brecht dengan mengacu kepada bentuk teater di timur terutama konsep opera peking di Cina. Kelahiran konsep epik Brecht di dahului oleh kelahiran realisme. Penyebab yang lain dari kemunculan realisme adalah berkembangnya ilmu pengetahuan Konsep epik Brecht keluar dari konsep Konsep drama yang dihasilkan oleh Brecht merupakan perombakan terhadap realisme konvensional.
Bentuk drama yang berusaha untuk mempengaruhi penonton digantikan dengan bentuk tontonan yang bertujuan membuat penonton menjadi juri dan menyuruh penonton untuk menilai persoalan yang ingin diungkap dalam teater, dengan jalan memamarkan bukti-bukti yang kongkret yang ada ditengah-tengah masyarakat. Realisme epik bukan bertujuan untuk mempesonakan penonton, tetapi mengajak penonton untuk melihat kebenaran yang terjadi di masyarakat. (Mac Graw-Hill, Ensyclopedia Of World Drama).
Ketika orang mendiskusikan teater epik, orang akan selalu mengkait-kannya dengan teori epik Brecht. Brecht dianggap telah mampu melahirkan konsep yang jitu tentang teater epik. Konsep epik Brecht dipengaruhi oleh tradisi pembacaan puisi epik. Pengaruh tersebut adalah pada satu sudut pandang pengarang sebagai pencerita atau orang pertama. Dalam pembacaan puisi epik, sipembaca selalu memberikan komentar di antara cerita epos satu menuju cerita epos berikutnya.
Konsep epik Brecht terletak pada sistem perpindahan alur atau babak. (George R. Kernodle) Konsep  Brecht dalam berteater; Menentang ilusi realitas yang dihadirkan pada penonton – walau pada kenyataannya tidak mudah untuk melakukannya – sebab Brecht beranggapan bahwa hal tersebut ada-lah salah satu upaya pembodohan penonton. Menghilangkan kesalahan serius yang selalu dibuat dalam seni, yaitu ‘mempengaruhi penonton’.Ia menjaga jarak dan menjaga efek (alam puitis dan alam filosofis) terbatas pada pentas.
Tiada pelanggaran dalam pengisolasian penonton, dan penonton ditentramkan dengan suatu ketentuan untuk mencurahkan perasaan, untuk berubah menjadi suatu penjelmaan pahlawan yang pada saat itu juga melihat dirinya sendiri, yang muncul di atas pentas secara penuh arti. (Brosur Berthold Brecht, Terj. Bebas (Munchen: Goethe-Institut, 1997).
Pandangan brecht terhadap teater realisme penonton drama realisme hanyalah mencari getaran emosional dan mengidentifikasikan diri mereka dengan tokoh-tokoh heroik di atas panggung. Para penonton drama realisme hanya mencari getaran emosional dan digiring untuk merasakan kesedihan dan empati kepada tokoh dalam drama. Drama menunjukkan kepada mereka bahwa manusia adalah makhluk maha tahu, nasibnya ditentukan dan diakhiri. Emosi mereka diguncang, kemudian kelelahan dan akhirnya berdamai dengan dunia yang tidak sempurna milik mereka.
Tujuan Brecht berteater Membangun daya kritis penontonnya, membuat mereka berfikir, membandingkan, bertanya dan melihat implikasi drama bagi dunia mereka sendiri, tidak hanya menenggelamkan diri mereka ke dalam masalah-masalah kejiwaan dari waktu senggang mereka.
Dalam memformulasikan tema Brecht banyak terpengaruh oleh Erwin Piscator.Brecht menolak aturan kuno dalam masyarakat, yang memberikan hak-hak istimewa pada sekelompok orang, sementara kemiskinan dan kesengsaraan terjadi di tengah masyarakat.Hal ini dapat ditemukan dalam dramanya yang berjudul TheThree Penny Opera yang merupakan adaptasi dari Beggar’s Opera karya Jhon Gay.
Brecht menciptakan gambaran dunia fantasi sendiri dari para pengemis, pencuri, pegawai-pegawai yang korup, cinta, eksploitasi dan penghianatan dengan banyak komentar pahit terhadap kebejatan moral manusia dan peramalan kehancuran. Konsep epik Brecht tidak mempergunakan pada model alur dramatik konvensional, yang terdiri dari:
a)      protasis (permulaan dan dijelaskan motif laku);
b)      epitasio (timbulnya kerumitan/komplikasi);
c)      catastasis (kejadian dari awal mencapai titik puncak); dan
d)     catastrophe (peristiwa sampai pada penyelesaian akhir).
Bagian-Bagian Alur konsep epik Brecht; Tokoh dalam konsep epik Brecht bukan tokoh tiga dimensional seperti yang kita kenal dalam drama realisme konvensional selama ini, dimana bisa diperhatikan adanya dimensi fisik, kejiwaan dan status sosialnya.Penokohan dalam konsep epik Brecht adalah tokoh dua dimensi (split characters), dimana hanya bisa diperhatikan dimensi fisik dan status sosialnya saja.Status sosial itu sering dipelesetkan atau diingkari sendiri, bahkan tidak jarang tokoh menjadi karekatural atau parodi.
Tokoh karikatural maksudnya adalah tiruan lewat piuhan (distorsion) untuk memberikan presepsi tertentu kepada masyarakat (penonton). Tokoh-tokoh yang direka adalah tokoh-tokoh politik atau orang-orang yang karena peristiwa tertentu menjadi pusat perhatian.

Istilah surealis pertama kali di ungapkan oleh penyair dan kritikus Quilaume Appolinaire 1917. Dia menggunakan istilah surealis pada tulisan pengantar pada pementasan parade tahun1917. Parade ini sama dengan kolaborasi empat seniman.
-          Picasso yang membuat layar dekor dan kubistik
-          Eric Satie membuat instrumen musik
-          Jean Cocteau membuat teks surealis
-          Dan tokoh pantomime Leonide Masine



Parade ini menyajikan pementasan dengan modernikasi seni beserta keceriaan yang bersifat global dan universal. Parade ini sama dengan tingkah laku lucu dekaligus konyol. Tingkah semacam ini di anggap sekaligus sebagai cara memasuki dan menjelajahi dunia teater agar menyerap perhatian orang banyak.Surealis menentang realis. Appolenaire mengatakan bahwa surealis berkembang secara alami dari sensibilitas kotemporer “ ketika orang meniru orang berjalan, tang ia ciptakan adalah roda bukan kaki ”.
Seniman suralis percaya bahwa realitas tertinggi terletak pada kekuatan mimpi, pada eniadaan kekuasaan pikir. Secara tidak langsung defenisi awal tersebut menjadi kunci untuk menjelaskan motif-motif tersenbunyi dalam pementasan surealis yang sulit dipahami. Kekuatan mimpi di ungkapkan melalui gambaran yang aneh yang digunakan untuk membebaskan kekuatan kata dalam menterjemahkan tingkah laku manusia.
Sigmoun Freud dengan pemikiran bawah sadarnya banyak mempengaruhi pementasan surealis ini. Meskipun banyak seniman di Paris yang menganggap bahwa karya mereka sebagai dada, beberapa pementasan ditahun 1920-an memiliki selera surealis dan bahkan sering di anggap sebagai karya surealis. diantaraya karya Apolinaire “Sky Blue”. Sejak 1938 surealis mampu mendominasi kehidupan seni, filsafat dan politik kekuasaan di eropa sebelum perang dinia ke-2 menghentikan seluruh kegiatan berkesenian. Gagasan spontan merupakan gagasan awal munculnya surrealis.
Drama sbsurd merupakan drama yang sengaja mengabaikan konvensi alur, penokohan, dan alur.Akal manusia tidak membangun tatanan kehidupan yang sempurna di muka bumi ini. Yang disebut sebagai keberanian tidak ada, perbuatan manusia ini semuanya tidak mempunyai arti seperti pikiran manusia tidak disinari keindahan dan kebaruan. Manusia di kontrol oleh impuls-impuls yang berlawanan dengan kecenderungan untuk hidup. Menurut catur stanis absurd merupakan sebuah perasaan yang berasal dari pikiran, perbuatan, dan perasaan manusia yang selalu tidak dapat diungkapkan. .
Ciri-ciri pementasan absurd
-          Selalu mempertanyakan hidup
-          Situasi yang dihadirkan tidak pasti
-          Mempertanyakan keberadaan tuhan
-          Cerita yang dihadirkan ridak jelas awal dan akhirnya, ketidak jelasan cerita tersebut sampai kepada penonton.
-          Sebuah penantian yang tak berujung


0 Response to "Gendre Teater"