“Mengkaji Penonton Pergelaran Dan
Ruangnya”
“Oleh Fauzi”
Seni
pertunjukan tidak ada artinya tanpa ada penonton, pendengar, pengamat, yang
akan memberikan apresiasi, tanggapan atau respon. Seni pertunjukan sebagai
“seni waktu” yang bersifat “kesaatan” sesungguhnya tidak hanya untuk kepentingannya sendiri
{Seni Untuk Seni}, tetapi kesenian itu baru dapat berarti atau bermakna apabila
diamati atau mendapat respon dari penonton. Maka dengan itu hubungan antara
tontonan dan masyarakat atau pengamat menjadi sangat berarti sebagai proses
komunikasi. Begitu halnya dengan pertunjukn teater yang disajikan dihadapan
penonton, apakah pertunjukan teater tersebut sudah mewakili apa yang dimaksud
dengan keterangan diatas. Jawabannya bisa beragam, tegantung dari pemahaman
terhadap karya itu sendiri, dan wilayah siapa yang akan menonton pertunjuknn
tersebut.
Berbicara
peristiwa pergelaran artinya bukanlah suatu kebetulan, pergelaran sesuatu yang
sengaja dirancang oleh pihk-pihak tertentu, {Penggiat Seni} terlepas dari kepentingan
sesuatu. Melalui sebuah pergelaran seni tidak terlepas dari masyarakat
penonton, baik penonton yang aktif maupun penonton yang pasif. Bermacam-ragam
tingkah dan laku manusia untuk mengepresikan kehidupan yang ada disekitarnya, begitu
juga halnya dengan penonton pergelaran. Mereka {penonton}, ada yang benar-benar
datang dan mempersiapkan diri untuk menonton pergelaran, dan ada juga penonton
yang datang secara kebetulan, misalnya diajak teman-teman, yang paling
sederhana penonton yang menonton dengan cara tidak disengaja.
Selain
membahas tentang penonton pergelaran, tulisan ini juga akan cuba merambah
keruang-ruang lain. Seperti bagaimana menciptakan ruang yang memang benar-benar
manarik untuk masyarakat supaya mereka ikut andil dalam sebuah pergelaran.
Untuk melakukan semua itu tidak semudah membalikan telapak tangan, tidak
semudah apa yang kita bayangkan. Butuh waktu, tim yang solid dan bekerja keras
agar sebuah pergelaran tepat pada sasaran sebagaimana yang diharapkan. Penonton
didalam benaknya biasanya mengharapkan hal-hal yang lain ketika menonton sebuah
pergelaran, bukanlah hal-hal yang biasa-biasa saja. Jika apa yang ada didalam
benak atau pikirannya sesuai dengan apa yang diharapkan penonton tersebut maka
kita telah mempunyai penonton yang fanatik untuk pergelaran berikutnya. Tetapi
untuk digaris bawahi setiap manusia jarang sekali memiliki pemikiran yang sama
artinya senantiasa bisa berubah. Paling tidak pergelaran yang di hadirkan
sedikit banyak bisa mewakili perasan mereka [penonton].
Saya
akan memberi tawaran beberapa pendekatan untuk memahahami masyarakat penonton
agar lebih tepat sasaran dalam melakukan pergelaran. Pendekatan tersebuat ialah
dengan pendekatan sosiologi seni. Ilmu ini pada hakikatnya akan mencari tau
sebab-musabab berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang bersifat
generalisasi empirik. Pola pikiran manusia itu berlaku kapan dan dimana saja,
terikat pada nilai dan kebudayaan lingkungan dimana manusia itu sendiri berada.
Pergelaran
karya seni {Seni Pertunjukan}artinya telah memasuki sebagai tindakan sosial
dimana seluruh unsur dan komponen yang terlibat dalam proses kreatif, yang
tidak dapat dihindari senantiasa melibatkan manusia secara individu maupun
berkelompok. Penekanannya dengan tidakan karya seni, sepanjang tindakannya
mempunyai makna atau arti subyektip bagi
dirinya sendiri, dan ditujukan kepada orang lain yaitu masyarakat penonton
sah-sah saja untuk dilakukan. Secara tidak langsung melalui pendekatan
sosiologi seni ini kita mulai memikirkan apa-apa saja atau langkah-langkah apa
saja untuk melakukan sebuah pergelaran seni. Dengan demikian kita telah
memikirkan ruang untuk masyarakat penonton sebagai penikmat pergelaran seni
tersebut. Pencapaian yang terbaik adalah melalui proses yang baik pula karena
disanalah letak keberhasilan yang sebenarnya.
Selain pendekatan yang dijelaskan
diatas, bisa juga menggunakan pendekatan teori “pungsional structural” Teori
ini memandang seni itu sebagai suatu system sosial yang senantiasa dalam
keseimbangan. Teori ini memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang
dianut bersama, serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu
sendiri. Yang harus di garis bawahi konsep utama teori ini adalah “pungsi” maka
dari itu teori ini bisa menganalisa berbagai macam fungsi seni pertunjukan yang
berkembang dalam masyarakat.
Pergelaran seni dalam pengemasannya
juga harus dilihat pungsi serta dampak yang terjadi terhadap penonton. Tidak
hanya sebatas huburan semata tetapi ada pesan yang disampaikan, sehingga
pergelaran itu menjadi kebutuhan buat masyarakat dan tidak sebatas hiburan
belaka. Apabila sudah bisa menjaring penonton lewat apa yang di terangkan
diatas, akan mempermudah menjaring penonton buat pergelaran berikutnya. Ruang
pergelaran buat penonton juga dipertimbangan, sebisa mungkin membuat mereka
betah dan nyaman ketika menyaksikan pergelaran. Didalam gedung atau dilapangan
terbuka tidak menjadi persoalan yang penting konsep pergelaran jelas, dan yang
lebih penting adalah mengerti seperti apa penonton yang akan melihat pergelaran
tersebut.
Perlawanan terhadap teori
“pungsioanal struktural” adalah “teori konflik” terhadap seni pertunjukan dalam
masyarakat. Tidak mengherankan proposisi yang dikemukakan dalam teori ini
bertentangan dengan konsep pungsional. Menurut teori ini masyarakat senantiasa
berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan atau konflik
antara subsiten satu dengan subsistem yangb lain. Teori ini memandang
keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanya karena adanya semacam tekanan
atau pemaksaan kekuasaan saja, maka dari itu konsep utama dari teori ini adalah
sebuah wewenang dan posisi.
Tidak semua konflik yang terjadi
dalam masyarakat disebabkan kekuasaan tentu saja ada sebab-sebab lain yang memicu
terjadinya konflik. Jadi kalau kita kembali kepegelaran seni dengan pendekatan
teori ini artinya kita terhenti disatu titik saja. Sedangkan sebuah pergelaran
seni, apa lagi dalam menciptakan ruang untuk masyarakat penonton segala sesuatu
harus diperhatikan dari teknis pergelaran sampai hari pergelaran yang akan
dipertunjukan dihadapan penonton. Apalagi menyangkut masalah konsep pergelaran harus
sesuai dengan masyarakat penonton yang akan menyaksikan, artinya pergelaran
yang disajikan bisa dengan mudah dipahami oleh masyarakat penonton, dengan
demikian secara garis besar, mereka merasa memiliki atau terwakili dengan
pergelaran yang disajikan. Mudah untuk dipahami oleh penonton bukan berarti
pergelaran yang disajikan hanya sekedarnya saja, tetapi sebagai pijakan untuk
penonton agar lebih mudah memahami pergelaran atau pertunjukan yang dihadirkan.
Dari beberapa penjabaran diatas baik
berupa teori-teori sosial, maupun retorika semata, kegunaannya adalah agar kita
lebih mudah memahami dan mengerti masyarakat penonton yang ada disekitar kita. Dengan
demikian dalam pembuatan atau penggarapan suatu karya kita menjadi lebih siap
dan lebih matang. Buat apa pergelaran atau pertunjukan yang hebat, terkesan
wah, tetapi hanya sebatas itu saja. Penonton hanya terkagum-kagum ketika
melihat pergelaran, kemudian hilang setelah selesai pergelaran. Sebaiknya
pergelaran harus memberikan pesan dan kesan yang mendalam terhadap penonton.
Penonton sebagai partisipan dalam
pergelaran artinya penanton menjadi penentu sebuah keberhasilan dalam
pergelaran. Ketika penonton sudah menjadi partisipan maka ruang-ruang akan
tercipta dengan sendiri baik pergelaran maupun masyarakat penonton. Apabila
pergelaran seni dan masyarakat penonton sudah satu arah ini mempermudah untuk
melanjutkan pergelaran berikutnya. Terciptanya hubungan harmonis antara pihak
yang melakukan pergelaran seni dengan masyarakat penonton tentu saja sangat
sulit untuk dilkukan, apa lagi dengan perkembangan teknologi dan pengaruh
budaya luar yang semakin meningkat, membuat masyarakat penonton semangkin punya
banyak pilihan. Semua itu bisa terwujud dan diatasi jika menghadirkan
pergelaran yang memang dikemas secara baik dengan mempertimbangkan masyarakat
yang akan menonton.
0 Response to "“Mengkaji Penonton Pergelaran Dan Ruangnya”"
Post a Comment