BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abdul Muluk adalah salah satu teater rakyat
yang hidup dan berkembang dalam kelompok masyarakat desa Sembubuk Kecamatan
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi.
Seperti
halnya dengan seni rakyat lainnya, seni teater ini mempunyai ciri antara lain,
1) ia didukung oleh masyarakat komunal 2) ia menampakkan spirit kebersamaan
kelompok pendukungnya, 3) ia menyuarakan isi hati kelompok pendukungnya dan 4)
pewarisannya lebih mengandalkan sistem oral.
Teater rakyat ini menyajikan cerita yang populer di kalangan
masyarakatnya yakni cerita Abdul Muluk dengan melibatkan banyak pemain (20
sampai 40 orang) didukung dengan tari dan musik.
Diketahui bahwa teater rakyat ini semula hanya merupakan sebuah naskah
cerita rekaan yang ditulis dalam bahasa arab Melayu, dibawa oleh pedagang dari Malaysia akibat hubungan timbal balik antara masyarakat
melayu Jambi dengan semenanjung Malaysia
sekitar awal abad 19. Selanjutnya naskah yang semula hanya untuk dibaca ini
digarap oleh seniman-seniman tradisi untuk dijadikan sebuah lakon pertunjukan
teater.
Dalam masa perjalanannya, kesenian ini pernah mengalami puncak
perkembangannya di sekitar tahun 1940 – 1967. Pada masa perkembangan yang
menggembirakan itu karakter, gaya
dan tingkah laku tokoh dalam cerita seakan telah menjadi ikon bagi sebahagian
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari[1].
Setelah menjalani masa kejayaannya, kesenian ini mengalami pasang surut sekian
lama, kemudian dimunculkan kembali oleh seniman-seniman desa sembubuk di
sekitar tahun 1985.
Walaupun seniman-seniman Sembubuk seperti bapak Mansyur dan Sayuti serta
Zubir telah berusaha melakukan pewarisan terhadap generasi muda namun usaha itu
tampaknya belum mendapat sambutan yang memuaskan dari generasi muda. Disinyalir
ketidak-tertarikan generasi muda terhadap kesenian ini di samping masuknya
pengaruh seni dan budaya asing juga disebabkan bentuk dan gaya penampilan Abdul Muluk yang dirasakan
tidak berkembang dan tidak mampu menerima aspirasi generasi muda atau
masyarakat masa kini.
Sebagai sebuah seni teater seharusnya Abdul Muluk harus pula menyampikan
pesoalan-persolan inti kehidupan masa kini. Ungkapan itu akan menentukan bobot
dan nilai falsafi cerita, sekaligus menentukan kuat tidaknya pengarang terhadap
masalah yang diusungnya.
Difahami, cerita-cerita klasik atau tradisional seringkali membawa
persoala peralihan sosial atau politik yang mempengaruhi tentang sosok peran
dan motivasi; dengan arti kata dia merupakan kacamata dari zamannya. Sebagai sebuah cerita fiksi yang kini dihadapkan
pada zaman logis dan nyata, teater Abdul Muluk memerlukan pembaharuan terhadap
unsur-unsur terutama tentang struktur dan tekstur lakon yang dimainkan.
Teater Abdul Muluk bukanlah hasil kreatifitas yang kebal terhadap
perubahan, besar kemungkinan kesenian ini dapat bekembang dengan cara
memasukkan cerita-cerita yang berkembang di tengah masyarakat Melayu Jambi saat
ini seperti halnya kemasan Ketoprak Humor dan wayang Wong yang mengalami
kemajuan pesat; diperlukan pengkajian lebih dalam terhadap struktur dan tekstur
pertunjukan Abdul Muluk.
Sebagai naskah tradisional cerita Abdul Muluk tergolong ke dalam naskah
kovensional, di mana dalam memainkan akting kecenderungan pemain tradisional
senantiasa berpijak pada ketentuan yang ada dalam naskah. Dari sudut
kreatifitas, bagi seniman teater sebenarnya naskah hanya merupakan “ide” untuk
dikembangkan, ketika naskah telah berada di tangannya (seniman), pengarang
dianggap telah mati. Naskah Abdul Muluk akan membuka kesempatan bagi seniman kreator
untuk memberikan interpretasi baik
megenai struktur dan tekstur cerita Abdul Muluk untuk menjadi sebuah lakon seperti
sekarang ini tentu merupakan usaha yang bernilai.
Setiap teater walau bagaimanapun bentuknya
pada akhirnya adalah merupakan sastra yang mempunyai syarat artistik baik dalam
bentuk kesatuan maupun dalam penggalan-penggalan yang terpisah, termasuk di
dalamnya penyusunan kejadian demi kejadian.
Satu struktur lakon pertunjukan teater tak
dapat lepas dari masalah plot, penokohan, latar belakang dan tema yang
disampaikan tanpa ini semua, tentu lakon pementasan tak akan pernah ada.
Plot
atau alur adalah satu jalinan peristiwa dalam sebuah naskah lakon bertujuan mencapai efek
tertentu. Sembung (1984) mengatakan bahwa plot adalah rangkaian atau susunan
peristiwa atau biasa disebut alur cerita. Rangkaian peristiwa dijalin dengan
seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui pengenalan, perumitan ke arah
klimaks dan penyelesaian. Plot dan alur cerita memang tidak terpisah, tetapi
keduanya harus dipisahkan. Alur cerita memuat kejadian, tetapi kejadian tentu
ada penyebabnya atau yang mendasari yaitu konflik. Plot berpusat pada konflik yang
terjadi karena interaksi tokoh. Aristotelian menggambarkan dramatik plot yang
merupakan jalinan dari 1) eksposisi (penjelasan awal), 2) konflikasi
(penampakan permasalahan), 3 klimaks (ketegangan) dan 4) resolusi (penyelesaian
akhir)[2].
Dalam
sebuah analisa struktur lakon terdapat berbagai macam karakter penokohan yang
membentuk dramatik pertunjukan, yang merupakan bahan paling aktif menjadi
peggerak jalan cerita. Dramatik pertunjukan membentuk konflik yang semakin
mempertegas perbedaan masing-masing penokohan. Harymawan (1986) mengatakan
karakter ini berpribadi, berwatak, dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang
tiga dimensional yaitu Fisiologis,
Sosiologis, Psikologis. Di samping itu penokohan dapat juga dianalisa
berdasarkan analisa terhadap kalimat, nama maupun secara antropologi.[3]
Analisis terhadap struktur sebuah lakon
tak dapat dilepaskan dengan tekstur, hal
ini dilakukan guna tercapainya kesatuan analisa terhadap lakon sebelum
diwujudkan dalam bentuk pertunjukan. Naskah Abdul Muluk adalah hasil
kreativitas seniman-seniman tradisi setempat setelah melalui proses yang dalam
hal pemilihan kalimat, kepadatan, serta makna dari kata hingga menarik untuk
didialogkan di hadapan penonton.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk:
1.
dapat memahami
sruktur dan tekstur lakon pementasan Abdul Muluk, yang meliputi tema, karakter
dan setting,
2.
menganalisis hubungan
(alur) antara cerita inti yang diaktingkan dengan cerita yang dilagukan,
3.
menganalisis
dasar peran (akting) tokoh hitam dan tokoh putih dalam pertunjukan Abdul Muluk,
4.
mencari
kemungkinan pengembangan struktur lakon Abdul Muluk dengan memasukkan unsur-unsur
yang berkaitan dengan masa kini ke dalam cerita,
5.
mendapatkan
perangkat materi pertunjukan teater Abdul Muluk, yang selanjutnya akan
memperkaya bahan perkuliahan di jurusan teater dan terutama untuk mata kuliah
teater rakyat Melayu.
C. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa buku dan laporan penelitian yang
berkaitan dengan permasalahan teater rakyat melayu, baik informasi yang
bersifat umum maupun informasi yang bersifat langsung dengan teater Abdul
Muluk.
Zuriyadi,
dkk (1999) dalam laporan penelitiannya yang berjudul Teater Abdul Muluk di Sanggar
Mekar kembali, di Koto baru Kabupaten Batang Hari, menginformasikan tentang
fungsi dan kegunaan teater Abdul Muluk di tengah masyarakatnya, yakni sebagai
hiburan dan penyampai pesan. Penelitian ini tidak mengkaji dan menganalisis
struktur lakon secara utuh, baik masalah tema, alur, penokohan dan seting
pementasan untuk didjadikan sebagai dasar dalam pengembangan teater Abdul
Muluk.
Yakob Sumardjo (1997) dalam
bukunya Perkembangan Teater dan Drama Indonesia, menginformasikan bahwa
sukar menentukan kapan suatu teater tumbuh di dalam masyarakatnya, karena
teater rakyat rata-rata dalam pewarisannya disampaikan melalui mulut ke mulut.
Tua atau tidaknya salah satu teater rakyat ini dapat didasarkan pada unsur
kepercayaan yang masih hidup di dalamnya.[4]
Adat dan agama mempunyai pengaruh terhadap kehadiran dan perkembangan teater
pada satu kelompok masyarakat.
I Made Bandem dan Sal Murgiyanto (1996)
dalam Teater Indonesia, menjelaskan selayang pandang tentang kehadiran teater
Abdul Muluk ke wilayah Sumatera. Dijelaskan bahwa Abdul Muluk berasal dari
daerah Melaka khususnya Johor dan masuk ke daerah budaya Melayu sekitar abad
19.
Yudiarni (2001) dalam Panggung Teater
Dunia, Perkembangan dan Perubahan Konvensi Seni Teater, mengemukakan bahwa
langkh awal di hampir semua produksi panggung berawal dari teks, baik yang berbentuk
naskah, skrip, ataupun ide . Kata teks sebelum mengacu pada teks tertulis
maupun lisan berarti jalinan yang menyatu atau tekstur. Tak ada pemanggungan
tanpa teks. Analisis terhadap plot, penokohan, setting dan tema cerita akan
membantu proses pengarapan panggung.
D. Landasan Teori
Perubahan garapan dalam pertunjukan
teater tradisional akan senantiasa berjalan seiring dengan perubahan
masyarakatnya. Teater Abdul Muluk yang sekarang berkembang di desa Sembubuk
Muaro Jambi bermula hadir seiring dengan terjadinya hubungan antara masyarakat
melayu Malaysia
dengan masyarakat melayu di Jambi. Ada beberapa masalah
pokok yang dihadapi peneliti dalam pembahasan ini: Pertama, konsep dan struktur (naskah, alur dan penokohan)
pertunjukan teater abdul Muluk yang berkembang sejak dahulu di desa Sembubuk. Kedua, konsep dan struktur yang mungkin
dan ideal dilakukan untuk pertunjukan saat ini. Ketiga, perkembangan kesenian teater Abdul Muluk dalam masyarakat
melayu di Kabupaten Muaro Jambi.
Yudiarni mengatakan, bahwa teater
bersifat sesaat. Hal ini menyebabkan teater sulit untuk diberi makna sebelum
pementasan berakhir. Namun kekuatan efek yang dihadirkan teater terasa luar
biasa. Teater mendekatkan kehidupan dan pengalaman secara langsung di hadapan
penonton, dan secara perlahan penonton merasakan pengalaman tersebut.[5]
Yakob Sumardjo menyatakan bahwa dalam
drama realitas kehidupan masyarakat diangkat menjadi drama dan dibuat dengan
sebaik-baiknya agar bisa dinikmati oleh penonton dengan cirri-ciri pengambaran
karakter dan situasi yang jelas, perkembangan kejadian yang diatur dengan
sebaik-baiknya, penuh kejutan-kejutan logis, penuh suspense dan ketegangan,
kesimpulan akhir yang masuk akal dapat dipercaya.[6]
N Riantiarno
menyatakan, lahirnya teater karena kebutuhan tertentu, kebutuhan untuk
menyampaikan apa-apa dan pementasan merupakan jawaban dari keinginan menyampaikan
apa-apa tersebut. Kebutuhan tersebut berupa pemaparan pikiran-pikiran, kritik,
pujian dan sikap yang akrab dengan masyarakatnya.[7]
Teater Abdul Muluk yang berkembang saat
ini di desa Sembubuk Kabupaten Muaro Jambi menyampaikan kisah tentang tokoh Abdul
Muluk yang sudah populer ditengah masyarakat Melayu. Sebagai “tokoh Putih:” ia dianggap sebagai
tokoh yang sarat dengan kelebihan, mungkin sifat kejujuran, kesetiaan, berani,
tampan dan adil. Ketertarikan masyarakat Sembubuk dahulu disebabkan nilai-nilai
latar belakang yang disampaikan tokoh (Abdul Muluk) seolah mampu mewakili
aspirasi masyarakat pada masa itu. Sebagai salah satu dari wadah penampung
kehendak masyarakat, tentu pula seharusnya struktur lakon pertunjukan teater Abdul
Muluk dapat perubahan dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Brecht membagi struktur lakon sebuah
pertunjukan teater terdiri dari 1) tema, 2) alur, 3) penokohan, 4) setting
latar belakang.
Yakob
Sumardjo dan Saini KM mengemukakan bahwa tema secara garis umum berarti inti
cerita, atau yang ingin disampaikan oleh pengarang.[8]
Untuk mencari arti pertunjukan teater Abdul Muluk berarti mencari tema yang
ditampilkan dalam teater Rata-rata penampilan sebuah pertunjukan teater rakyat
mempunyai tema transparan, seperti untuk menanamkan nilai-nilai sosial, nilai
kepahlawanan, atau hanya sebagai hiburan semata.
Melalui analisis tentang tema akan
dapat dikemukakan beberapa pertanyaan, seperti lamanya waktu yang dibutuhkan
dalam pertunjukan Abdul Muluk, suasana apa yang dirasakan oleh penonton,
mungkinkah cerita ini diperpendek untuk mengurangi kejenuhan penonton ?
Alur atau plot adalah jalinan atau
kerangka sebuah cerita dari awal sampai akhir, atau merupakan jalinan konflik
antara dua tokoh yang berlawanan. Gustaf Freytag memberikan unsur-unsur plot yang
meliputi a) exsposition atau
pelukisan cerita, b) komplikasi atau pertikaian, c) klimaks atau puncak cerita,
dan d) resolusi atau penyelesaian atau falling
action.[9]
Kerangka plot yang digambarkan Freytag
di atas merupakan dasar bagi penulis untuk mempedomani dan menganalisis alur
atau plot cerita yang dimainkan dalam pertunjukan Abdul Muluk. Selanjutnya
melalui analisis cerita akan didapatkan unsur pokok cerita yang menjadi konflik
dalam naskah Abdul Muluk, gambaran tentang fisik, pribadi dan latar belakang
tokoh protagonist/antogonis, pesan yang tersembunyi dari pertunjukan Abdul
Muluk hingga menyebabkan teater Abdul Muluk dapat berkembang pada masa lalu,
dan kemungkinan pengembangan untuk masa datang.
Tokoh adalah pemeran dalam sebuah
pertunjukan. Tokoh erat hubungannya dengan perwatakan yang dimainkan. Herman Waluyo
mengklasifikasikan tokoh menjadi beberapa:
1)berdasarkan peranannya terhadap
jalan cerita a) tokoh protagonis, b) tokoh antagonis, c) tokoh tritagonis.
2. berdasarkan peranannya dalam lakon
serta fungsinya terdapat tokoh-tokoh a) tokoh sentral, b) tokoh utama, c )
tokoh pembantu.[10]
Tulisan
ini amat bermanfaat dalam menganalisis tentang watak dan karakter tokoh-tokoh
yang berperan dalam teater Abdul Muluk, bentuk fisik, kecakapan, cara melahirkan
atau memerankan akting yang didialogkan.
Teater rakyat Melayu yang banyak
berkembang di kawasan masyarakat Melayu rata-rata ditampilkan di pentas arena
seperti lapangan, halaman rumah, di hadapan penonton yang duduk mengelilingi
arena pertunjukan. Walau demikian pertunjukan rakyat saat ini biasa pula
ditampilkan di atas pentas prosenium.
Setting merupakan latar belakang dari
cerita. Dalam pertunjukan teater rakyat seperti randai di Minangkabau, Lenong di
Betawi, biasanya bahagian yang penting dari cerita diaktingkan oleh tokoh di
tengah arena, sedangkan bahagian cerita yang tidak penting disampaikan melalui
lagu dan musik. Dengan demikian antara syair dan musik tidak dapat dipisahkan
dengan alur cerita.
Dalam melakukan analisis tentang
setting (tempat, waktu, suasana, ruang) akan didekati melalui syair yang
disampaikan oleh penyanyi dan warna musik yang dimainkan oleh pemusik Abdul
Muluk.
Dalam perkembangannya teater Abdul
Muluk saat ini secara tidak sadar mengalami pergeseran terutama di bidang fungsi
seiring dengan perkembangan masyarakat saat ini. Umar Kayam mengatakan bahwa
kesenian adalah produk budaya masyarakat yang tidak pernah terlepas dari
masyarakat, dengan segala aktivitas budaya yang mencakup, mencipta, menularkan
dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi.[11]
Sedangkan Soedarsono mengemukakan dua
konsep fungsi kesenian, yaitu primer dan sekunder. Fungsi primer dari kesenian
adalah apabila pertunjukan itu jelas siapa penikmatnya, sementara fungsi
sekunder dari pertunjukan apabila pertunjukan bertujuan untuk bukan sekedar
dinikmati akan tetapi adalah untuk kepentingan lain[12].
Kajian terhadap struktur dan tekstur
pertunjukan teater rakyat Abdul Muluk dilakukan melalui penulisan dengan
menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif.
E Metode Penelitian
Dalam
rangka memecahkan masalah dalam penelitian ini digunakan metode deskiptif
analisis dengan pendekatan multi disiplin, dengan unsure dramatic sebagai
pendekatan utama. Di samping itu digunakan pula pendekatan antropologis,
histories dan sosiologis. Tujuannya adalah agar tidak terjadinya kesepihakan
atau determinisme , yang paling
penting dari implikasi disiplin ini ialah pengungkapan dimensi-deimensi yang
memerlukan pendekatan yang lebih kompleks.[13]
Dikarenakan
penelitian ini lebih bersifat social , maka penelitian ini bersifat kualitatif,
yaitu suatu cara yang digunakan dalam
pengamatan berpartisipasi. Bogdan dan Taylor
mendefinisikan “metode kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang perilaku yang diamati.[14]
Koentjaraningrat
mengatakan, bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian di bidang ilmu-ilmu
social dan kemanusiaan dengan aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklaskan,
menganalisis dan menafsir fakta-fakta serta hubungan antara fakta-fakta alam,
masyarakat, kelakuan dan rohani manusia guna menemukan prinsip-prinsip
pengetahaun dan metode-metode baru dalam usaha menaggapi hal-hal tersebut.[15]
Pendekatan dramatik digunakan untuk
melihat berbagai aspek yang berhubungan dengan teater Abdul Muluk, pendekatan
antropologis dan sosiologis untuk mengungkap perilaku pemain dan masyarakat
pendukungnya, pendekatan histories untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan
kesenian teater Abdul Muluk dari dahulu hingga sekarang.
G. Sistematika Penulisan
Laporan penelitian menggunakan
sistemetika:
Bab
I Pengantar yang terdiri dari; Latar Belakang
Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
Bab II Kajian Geografi dan Etnologi desa
Sembubuk, Kecamatan Jambi; Monongrafi
Desa Sembubuk, Masyarakatnya meliputi Adat-Istiadat/Agama, Mata Pencarian,
dan Kesenian
Bab III
Teater Abdul Muluk Dalam Konteks Individual dan Sosia l Pada
Masyarakat Sembubuk, berisi Tinjauan Tentang teater Abdul Muluk; Kehadiran, dan Fungsi teater Abdul Muluk Bagi
Masyarakat Sembubuk.; Struktur Lakon teater Abdul Muluk, Tekstur Lakon, Jenis
Musik, dan Perkembangan Teater Abdul Muluk di desa Sembubuk Dewasa Ini.
Bab IV Kesimpulan merupakan bagian terakhir
dari penelitian ini.
BAB II
KAJIAN GEOGRAFI DAN ETNOLOGI DESA
SEMBUBUK
A. Monografi Desa Sembubuk
Desa Sembubuk termasuk salah desa yang
terdapat dalam Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi. Desa-desa yang
lainnya antara lain, Mendalo laut, Mendalo Darat, Sungai Duren, Penyengat Olak,
Kademangan, Kumpai Hulu dan Kumpai Hilir. Secara geografis desa Sembubuk terletak di
tepi sungai Batang Hari, sekitar 8 km arah ke barat dari pusat kota Jambi. Keadaan
tanahnya kebanyakan datar, kecuali arah ke jalan raya sedikit agak ditinggikan untuk yang banyak digunakan oleh
penduduk sebagai bangunan tempat tinggal.
Kalau dilihat dari sudut pembangunan
tampak daerah Kecamatan Jambi agak tertinggal dari daerah lain yang lebih dekat
ke pusat kota. Sebelum tahun 1990, untuk menjangkau desa di Kecamatan Jambi dan
desa-desa sekitarnya masyarakat mengandalkan perahu, dan rakit penyeberang karena
letaknya agak terisolir di seberang sungai Batang Hari dari arah pusat kota
Jambi. Daerah ini baru mulai terbuka dan berkembang setelah selesainya jembatan
Aur Duri tahun1991 dan jalan raya dari arah Jambi - Kuala Tungkal yang sekaligus
menghubungkan desa Penyengat Rendah dengan Penyengat Olak. Sebagai daerah
(kecamatan) yang baru berkembang Dengan
demikian desa Sembubuk dapat dikatakan sebagai daerah yang baru berkembang, yang
amat membutuhkan perhatian pemerintah setempat.
Desa Sembubuk yang terletak di tepi
sungai Batang Hari berpenduduk sekitar
tahun 2100 jiwa. Di desa ini terdapat sebuah Masjid dengan bentuk bangunan sederhana dan dua buah
mushalla yang juga tampak sudah tua.
Demikian pula dengan bangunan kantor kepala desa yang berupa bangunan
semi permanen, menyiratkan pembangunan di daerah ini. Di kantor yang sederhana
inilah bapak Syarudin sebagai kepala desa melayani masyarakat Sembubuk yang
berurusan dengan berbagai persoalan, seperti masalah bantuan, goro, KTP dn lain
sebaginya.
Sesuai dengan kondisi daerah yang
terletak di tepi sungai Batang Hari, rata-rata rumah penduduk adalah bangunan
sederhana (semi permanen) berbentuk bangunan rumah panggung, yakni lantai yang
ditinggikan dari tanah untuk menghindari
bahaya banjir sungai Batang Hari.
B. Masyarakat Melayu di Desa
Sembubuk
1. Adat
Istiadat/agama
Seperti lazimnya daerah lain di pulau Sumatera,
khususnya Muaro Jambi yg memiliki komposisi penduduk sebagian besar suku Melayu
dan mendapat pengaruh agama Islam yang cukup kuat, realitas nuansa budaya sudah
barang tentu tak bisa lepas dari nuansa ke-kemelayuan dan keislaman. Di satu
sisi orang Melayu sangat bangga dengan kemelayuannya, symbol-simbol kemelayuan
menjadi sangat penting artinya dalam seluruh rangkaian gerak hidup sehari-hari.
Di satu sisi orang Melayu umumnya cenderung introvert
dan bersikap menahan diri. Orang Melayu lebih senang menghindar dari
pertikaian untuk kemudian menelan kekecewaan, dan secara diam-diam tenggelam
dalam arus romantisme dan sentimen.
Pertemuan antara masyarakat melayu Jambi dengan
suku pendatang seperti dengan suku Minang, Batak, Palembang, Jawa dan Banjar
membawa penaruh kehidupan budaya yang amat besar bagi masyarakatnya.
Di
atas realitas latar belakang budaya dan karakteristik mayarakatnya adalah agama
islam yang tampak memberi corak pada sikap dan tingkah laku masyarakat Kecamatan Jambi. Boleh dikatakan, Islam
telah menjadi perekat antara satu dengan suku lain dalam masyarakat Kecamatan
jami, karena masyarakatnya mayoritas beragama Islam. Demikian pula halnya
dengan masyarakat desa Sembubuk, walaupun desa ini termasuk yang baru
berkembang dibandingkan dengan desa lain di Kabupaten Muaro Jambi, namun jauh
sebelumnya daerah ini telah menampung berbagai pendatang dari suku lain,
seperti suku Minang, Kerinci, Aceh, Banjar, dan suku Jawa
Menurut bapak Mansyur, di Kecamatan Jambi
sebenarnya terdapat beberapa suku yang dianggap sebagai penduduk asli seperti
Bajau, Batin dan Penghulu, yang sampai saat ini tetap setia terhadap
nilai-nilai ajaran adat yang diwarisi dari pendahulunya. Apalagi suku lain yang
datang seperti suku Minang Aceh, dan Banjar termasuk dalam suku Melayu, yang
notabene mempunyai falsafah hidup yang sama, kesemuanya tetap berusaha meletakkan
adat istiadat secara terhormat, seperti tercermin dalam sikap dan tingkah laku
dalam pergaulan sehari-hari[16]..
Warna adat Melayu dalam kalangan masyarakat dapat kita saksikan dalam berbagai upacara
seperti upacara perkawinan, khitanan, kematian atau pada saat menanti tamu atau
para pejabat yang datang. Dalam upacara-upacara seperti di atas masyarakat Melayu
senantiasa menampakkan budaya sesuai dengan adat Melayu, dengan pakaian teluk
belanga, kain sarung melilit pinggang
dan kopiah di kepala.
Masyarakat Melayu di Sembubuk menganut adat Melayu
Jambi yang mempunyai dua corak yaitu
adat Temengung dan adat Perpatih yang mengingatkan akan dua tokoh legendaris
(Datuk Ketumanggungan dan Dt Perpatih Nan Sabatang)di Minangkabau yang kemudian
dikenal dengan sistem kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago.
Berbeda dengan sistem kekerabatan Minangkabau, kekerabatan Melayu system
“parental” ; (kedudukan pihak ayah sama dengan kedudukan pihak ibu), dan rumah
hanya untuk satu keluarga. Kampung merupakan satu kesatuan territorial,
penduduk dari satu wilayah yang sama membentuk satu kesatuan pemerintahan
(negeri) berdasarkan pada kesatuan geografis, bukan karena kebetulan saling
berkerabat.
Sebelum Islam masuk ke daerah Jambi, masyarakat
Melayu Jambi juga dipengaruhi budaya animisme dan Hindu.setelah masyarakat
Melayu secara mayoritas memeluk agama Islam, maka adat istiadat melayu
disesuaikan dengan agama yang mereka anut, yakni ajaran Islam. Definisi
“Melayu” sejak memeluk Islam adalah “apabila beragama Islam, berbahasa Melayu,
dan beradat istiadat Melayu”.
Di tengah masyarakat Melayu Muaro Jambi ada dua
versi ungkapan adat dalam kaitannya dengan Islam. Pertama bagi masyarakat yng
berasal dari kepulauan (Melayu lautan), ungkapan iu berbunyi Adat bersendi Syarak, atau dikenal
dengan adat Ketumanggungan, sedangkan bagi masyarakat melayu yang berasal dari
daerah daratan ungkapan itu berbunyi Adat
bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah. Walaupun ada perbedaan ungkapan
yang berkembang dalam masyarakat Melayu Jambi, namun pada dasarnya kedua sistem
tersebut sama-sama dilandaskan dan disesuaikan dengan ajaran Islam.
Perpaduan ajaran adat Melayu dan Islam dapat
dilihat dalam ungkapan seperti yang dikemukakan oleh bapak Mansyur:
Adapun adat
sebenar adat
Kalau bertali
boleh diseret
Kalau berupa
boleh dilihat
Kalau berasa
boleh dilihat
Itulah adat
yang tahan banding
Itulah pusaka
yang tahan asak
Adat turun dan
berkembang
Adat turun
dari Datuk Ketumanggungan
Adat turun
dari
Tuk Patih Pinang Sebatang
Adat yang
diikat dengan syarak
Adat
bertalikan Kitabullah
Adat
yang menjadi galang lembaga
Adat yang
menjadi ico dan pakaian
Adat yang
digenggam diperselimut
Adat yang
dipakai orang Melayu
Yang keras tak
tertakik
Yang lunak tak
tersudu
Dibunai ia
singkat
Direntang ia
panjang
Kalau kendurnya
berdenting-denting
Bila tegang
berjela-jela
Itulah adat
sebenar adat
Adapun adat
sebenar adat
Adat tak
lekang oleh panas
Adat tak lapuk
karena hujan
Adat berwaris
pada Nabi
Adat
berkhalifah pada Adam
Adat berinduk
ke ulama.
Adat dianjak
layu dibubut mati
Adat ditanam
tumbuh dikubur hidup
Adat tersurat
di kertas
Adat tersurat
dalam Sunnah
Pusaka yang
tak dapat dirobah-robah.
Dengan dilandaskannya Adat Istiadat
Melayu pada ajaran islam, maka secara tak langsung sesuai ajaran Adat Istiadat
Melayu Muaro Jambi identik dengan ajaran agama Islam, sehingga
kebiasaan-kebiasaan peninggalan sebelum Islam masuk yang tak sesuai dengan
ajaran Islam dapat ditinggalkan.
2. Mata Pencarian
Sudah dijelaskan di atas bahwa desa Sembubuk merupakan daerah yag baru
berkembang, disebabkan letaknya yang agak terpencil di seberang sungai Batang
Hari dari arah ke barat dari pusat kota Jambi.. Geografis daerah banyak
dikelilingi perbukitan menjadikan
daerah ini cukup subur untuk dijadikan lahan pertanian. Sungai Batang Hari yang
airnya tampak selalu keruh, mengalir tenang ke arah hilir juga menjadi andalan
masyarakat (nelayan) dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Di samping itu sungai Batang Hari juga
dimanfaatkan oleh perusahaan besar yang bergerak di bidang perkayuan sebagai
tempat untuk menghanyutkan kayu balak yang
datang dari sekitar daerah Sembubuk. Sebelum ilegal loging dilarang oleh
pemerintah, terdapat empat buah perusahaan besar di Kecamatan Jambi, yaitu
perusahaan “Pesut”, “Kim Jaya”, “Nan Sari” dan “Dua Sekawan”. Kehadiran
perusahaan kayu ini memberikan pula peluang kepada masyarakat Sembubuk untuk
menjadi karyawan/buruh maupun sebagai
penjaga keamanan (SatPam).
Setelah ilegal loging dilarang oleh pemerintah
perusahaan ditutup, maka sebahagian
besar masyarakat kembali memilih bertani., menjadi nelayan dan bagi generasi
muda lebih senang menjadi pengemudi Ojek..
3. Kesenian
Konon pada masa Keresidenan kerajaan Jambi,
banyak kesenian yang berkembang di Kecamatan Jambi, baik seni tari, musik,
teaer dan musik Islam seperti barzanji.. Sayang sekali setelah berfakhirnya
keresidenan jambi, kesenian-kesenian di Kecamatan Jambi boleh dikatakan “antara
ada dan tak ada”. Di antara kesenian yang pernah berkembang di Kecamatan Jambi
adalah :
- Tari Batang Hari, tarian ini berkembang tidak
hanya di Kecamaan Jambi tapi juga hamper sepanjang Sungai Batang Hari. Tari ini
berjoget Melayu biasa ditarikan oleh para gadis pada saat menanti tamu yang
datang.
- Tari Rangguk, tari pergaulan muda-mudi yang
biasa ditarikan sehabis panen aau pada saat pesta adapt,seta untuk menyambut
tmu yandihormati. Para penari menggunakan rebana kecil sebagai alat property.
- Tari Tari Sekapur Sirih, merupakan tarian
yang biasa disajikan kepada raja-raja pada masa dahulu, atau untuk menyambut
tamu yang datang.
- Di samping seni tari di atas juga pernah
berkembang di Kecamatan jambi seni Islam Dzikir Rebana. Sayang sekali walau
saat ini masih ada satu-dua orang yag menguasai musik Islam ini, tidak tampak
minat generasi muda untuk mewarisinya.
- Seni Pencak silat atau seni Pencak Silat,
yakni perpaduan antara pencak silat dengan gerak tari dan oleh tubuh. Seni
Pencak Silat termasuk termasuk seni yang populer dahulunya di tengah masyarakat Kecamatan Jambi.
- Seni tutur atau seni bercerita, yang biasanya
disampaikan oleh tukang cerita di hadapan penonton. Seni tutur seperti ini
lebih bertujuan untuk menanamkan nilai kehidupan kepada masyarakat terutama kepada generasi
muda.
- Teater Abdul Muluk, adalah kesenian yang amat
popular di Kecamatan Jambi.
Menurut
Sayuti, dahulu teater Abdul Muluk tidak hanya berkembang di desa Sembubuk, tapi
hampir merata di tengah masyarakat Melayu di provinsi Jambi, terutama di
Kabupaten Muaro Jambi.[17]
BAB III
TEATER
ABDUL MULUK DALAM KONTEKS
SOSIAL PADA MASYARAKAT SEMBUBUK
A.Tinjauaan
Tentang
Abdul Muluk
1. Kehadiran Teater Abdul Muluk di Desa
Sembubuk
Memang sukar menentukan secara pasti
kapan satu bentuk kesenian rakyat hadir di tengah masyarakatnya, karena tidak
adanya catatan sejarah yang pasti dalam menentukan kehadirannya. Biasanya ia
hadir tumbuh dan berkembang seiring dengan kebutuhan satu masyarakat terhadap
kesenian. Kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dikemukakan dalam menjajaki satu cabang kebudayaan ini tentu hanya
bisa berdasarkan asumsi; ia dibawa oleh
satu masyarakat dari satu daerah ke daerah lain, merupakan hasil karya dari masyarakat
setempat, hasil pertemuan antara dua budaya sebagai akibat pembauran satu suku
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Seperti yang diungkapkan pada halaman pendahuluan, bahwa teater rakyat ini semula hanya
merupakan sebuah naskah cerita rekaan yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu,
dibawa oleh pedagang dari Malaysia akibat hubungan timbal balik antara
masyarakat melayu Jambi dengan semenanjung Malaysia sekitar awal abad 19.
Selanjutnya naskah yang semula hanya untuk dibaca ini digarap oleh
seniman-seniman tradisi untuk dijadikan sebuah lakon pertunjukan teater.
Sebagai contoh di bawah ini dituliskan beberapa bagian dari naskah asli
cerita Abdul Muluk yang telah penulis terjemahkan dari bahasa Arab Melayu:
Episode 19
: Baginda bertitah dengan dengan
embuan
Kepada Rahmah muda
bangsawan
Ayuhai dinda tiggallah
tuan
Jiwaku jangan pilu dan
rawan
Dengan manis baginda
bersabda
Tinggi hati tuan adinda
Tiadalah lama pergi
kakanda
Setahun juga sekian ada
Sudah bemohon kepada
isteri
Berangkat
kembali sultan barbari
Hadir hulubalang mantra
Akan mengiringi mahkota
negeri
Ii
Berangkatlah baginda
bangsawan
Diiringi hulubalang
pahlawan
Kekapal yang dipertuan
Sekalian yang tinggal
pilu dan rawan
Sultan bestari
Hendak berlayar
tengahnya hari
Episode
20 Ajaib heran seiisi negeri
Hujan yang sampai
tujuhnya hari
Lalu berputra permaisuri
Seorang perempuan manis
berseri
Setelah lahirnya
putranya sultan
Berseri seperti cahanya
bulan
Dengan seketika teduhnya
hujan
Ajaib sekalian menteri
pilihan
Lalu bertitah Sultan
bestari
Panggilkan nujum segera
kemari
Apakah madah demikian
peri
Terbanyak hujan di dalam negeri
…………………………………
Episode
21 Jangan dikata permaisuri
Kasih bertambah
sehari-hari
Telah besar Rapiah Sidi
Dipebuat
baginda istana sendiri
Inang pengasuh lenkap
sekalian
Orang beranak lagi
pilihan
Berapa pula dayang
melayani
Serta hulubalang
pahlawan.
Suatu hari duli mahkota
Didalam kapal baginda
bertitah
Dihadap mantri hulubalang serta
Duduk baginda
berkata-kata
Kepada mentri baginda
bertitah
Aduhai mamanda mantra
yang gagah
Pelayaran kita lamalah
sudah
Dimana lagi negeri yang
indah
Berdatang sembah seorang
perdana
Negeri Bana amat
sempurna.
Episode
34 Setelah mustaib alat kelengkapan
Tampil badi serta
manjasari
Menjadi wali Sultan Bana
Empat syahida dihadapan
Baginda duduk dihadapan
Qadhi
Khutbah nikah dibaca
sekali
Keduanya
sama berfpegang janji
Dikata menjawab selesai
sekali
Baginda menjawab terlalu
cantiknya.
Sebagai raja baru
dilantik.
Berbetulan nahu dan
mantic
Hurufnya kena sangat
selidik
Sudah nikah Sultan yang
syahda
Berangkat naik duli
Baginda
Dipimpin oleh paduka
ayahnda
Masuk di pintu tulis
parade
Putri sudah dihias
bundanya
Dengan selengkap pakaian
badannya
Makin bertambah baik
parasnya.a
Episode
42 Abdul Muluk sultan barbari
Mengganti ayahnda Raja
yang bahari
Baginda semayam dib alai
suri
Di hadap kedua saudara
sendiri
Serta sekalian hulubalang
mentri
Lalu bertitah duli
Baginda
Kepada kedua paduka
adinda
Serta menteri, wazir
barida
Berapa hulubalang yang
muda-muda
Kepada syamsudin baginda
bertitah
Kakanda mendengar
kabarnya sudah
………………………………………
Dijelaskan oleh bapak Mansyur, bahwa
teater Abdul Muluk di Kecamatan Jambi,
mulai berkembang di Sembubuk sekitar tahun 1940 an, sebagai hasil kreatifitas
seniman-senimin Sembubuk masa itu[18].
Besar kemungkinan perkembangan cerita Abdul Muluk dari seni tutur menjadi
teater yang dipentaskan akibat pengaruh teater bangsawan yang dibawa oleh
bangsa asing ke wilayah Nusantara. terutama ke kawasan masyarakat Melayu.
Generasi perti(kelompok ini) dapat mengembangkan kesenian ini sampai sekitar
tahun 1969. Pada masa perkembangan ang
menggembirakan itu, karakter, gaya dan tingkah laku dalam cerita Abdul Muluk seperti
telah menjadi ikon bagi sebahgian masyarkat Sembubuk. Sayang sekali bagaimana
bentuk naskah pada awal perkembangan itu tak dapat diketahui.
Setelah mengalami masa kejayaan,
kesenian ini mengalami pasang surtu sekian lama, kemudian dimunculkan kembali
oleh seniman-seniman Sembubuk diantaranya bapak Mansyur sekitar tahun 1985.
Pada era 80 an ini, kelompok teater Abdul Muluk Sembubuk sering diundang ke RRI
Jambi, dan Bukittinggi dan Padang. Demikian pula disekitar kota Jambi sendiri,
kelompok ini sering diundang dalam acara keramaian seperti helat kenduri atau
acara-acara resmi pemerintah setempat.
Sampai
saat ini sebahagian besar generasi bapak Mansyur seperti Sayuti, Yakub, Somad,
Karim dan tokoh perempan Nurdia dan Halimatus
masih tetap bertahan dan berusaha untuk melestarikan kesenian ini desa
Sembubuk. Untuk mempertahankan kelestarian ini di desa Sembubuk bapak Mansyur
bersama kawan-kawan juga telah berhasil mengajak beberapa generasi muda untuk
ikut terlibat dalam kegiatan kesenian ini, di antaranya Zulbaini, Zulkarnaini
Yanti dan Ateng. Satu hal yang menarik dalam regenerasi ini sejak dahulu
rata-rata pemain-pemain yang satu dengan
pemain yang lain adalah orang saling mempunyai ikatan kekerabatan yang dekat.
Satu prestasi dan penghargaan tinggi
yang diraih oleh kelompok Abdul Muluk Sembubuk, yakni menjadi peserta terbaik
pertama dalam festival seni dan budaya yang diadakan oleh pemerintah Kabupaten
Muaro Jambi pada bulan Pebruari 2007. Atas prestasi yang diraih itu, sejak tiga
bulan terakhir kesenian Abdul Muluk Sembubuk diberikan kesempatan untuk
melakukan pementasan setip hari Sabtu selama setengah jam di Stasiun Televisi
Jambi. Hal ini sekaligus merupakan salah satu usaha pemerintah setempat dalam melestarikan kesenian dan kebudayaan
daerah setempat. Demikianlah sampai saat sekarang, kesenian Abdul Muluk tetap eksis
dan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Sembubuk
2. Fungsi
Teater Abdul Muluk Bagi Masyarakat Sembubuk
Sebagai seni
tradisi Melayu, teater Abdul Muluk memenuhi kebutuhan sebagai hiburan sekuler
dalam berbagai acara, seperti pada pesta perrkawinan, turun mandi anak, dan
berbagai perhelatan/upacara, dan kegiatan sosial lainnya bagi masyarakat Sembubuk, sedangkan dalam konteks keagamaan
teater Abdul Muluk dikaitkan dengan upacara keagamaan, seperti acara khitanan.
Dalam acara seperti ini pertunjukan Abdul Muluk bukan hanya untuk menanamkan
nilai-nilai kepahlawan dan kecintaan terhadap tokoh Abdul Muluk, tapi juga
untuk menanamkan nilai yang terdapat dalam kisah Abdul Muluk, seperti nilai
kejujuran, kesetiaan, dan kesabaran tokoh-tokoh cerita Abdul Muluk yang patut
diteladani.
Kalau diamati, ternyata karya sastra
Melayu tidak hanya mengandung bobot hiburan, tetapi sekaligus juga memuat
system nilai yang tidak menyimpang dari ajaran Islam. Dalam hal ini Zahra Alwi (1999:
5) mengemukakan, bahwa dalam Abdul Muluk nilai etika yang mengatur hubunan
manusia dengan Tuhan, sejalan dengan nilai religius yang terdapat di dalamnya,
di antaranya yaitu manusia harus mengakui keberadaan Tuhan. Hal itu dinyatakan
secara implisit dan eksplisit.[19]
Lebih jauh dikemukakan, tentang penyebutan nama Tuhan dalam cerita
asli Abdul Muluk memulai dengan pujian terhadap Tuhan “Bismillah itoe
permoelaan kata” “Atas nama Toehan alam semesta” dan cerita ditutup dengan
kalimat “syariat yang ditoeroenkan.”
Dibawah ini penulis kutipkan
beberapa kalimat yang mengajak manusia berorientasi paada Tuhan.
Janganlah walang hati adinda
Tuan
kuambil saudara muda
Tulus
dan ikhlas di dalam dada
Semua
itu karena Allah ta’ala.
Ayuhai
anakku yang baik paras
Terbuan
tuan kain antelas
Satupun
tiada kain pembalas
Semata-mata menerima ikhlas
(Kutipan
dialog dari kepasra, han Siti Rahmah untuk dimadu dengan Siti Rapiah)
Episode 66 Sultan bertitah dengannya murka
Merah
padam warnanya muka
Jangan
banyak katamu celaka
Engkau aku
peristerikan juga
Rahmah
menangis terlalulah benci
Serta
katanya hai raja Kindi
Bersuamikan engkau aku tak sudi
Biar di
sini aku kan mati
(cuplikan Raja Syahbudin membujuk Rahmah utuk
diperisteri, kesetian Rahmah pada Abdul Muluk tidak lntur, walaupun ia diancam
hukum cambuk dan penjara)
Selanjutnya dikisahkan, Siti Rapiah
setelah menyelamatkan diri kehutan setelah kerajaan Bana diserang raja
Hindustan yang mau menguasainya, selanjutnya ia menyerahkan diri kepada Tuhan,
“Sangat tawakal didalam kalbi, serta berserah kepada Ilahi Rabbi”(episode
126)
Raja Misa menerima pangeran
Abdul Muluk sebagai menantunya, dan Siti Rapiah juga dapat menerima dirinya
dimadu dengan Siti Rahmah, karena semuanya dianggap sebagai takdir dari yang
kuasa. Siti Rapiah dikawinkan dengan Pangeran Abdul Muluk dengan secara Islam.
Siti Rapiah berkelana di alam hutan, ia ditolong sepasang
suami isteri yakkni Tuan Syekh dan isterinya. Bahkan
Tuan Syekh telah bersedia membesarkan dan mendidik Abdul Roni hingga belasan
tahun, yang kesemuanya dilakukan tanpa pamrih, kecuali hanya mengharapkan
keridhaan Allah Swt.
Sesuai dengan tuntutan perkembangan
kini, bila diamati naskah yang dimainkan dalam pertunjukan Abdul Muluk saat
ini, nilai-nilai Islami sebahagian besar masih dipertahankan, dengan tujuan
agar nilai ini dapat ditanamkan pada
penonton. Derasnya arus pengaruh budaya
asing yang melanda wilayah Nusantara, ketika masyarakat dimanjakan dengan seni
budaya yang lebih modern, suka tidak suka, fungsi teater Abdul Muluk di tengah masyarakat
Sembubuk mulai bergeser. Keadaaan ini tidak hanya dialami oleh kesenian Abdul
Muluk, tapi juga dialami oleh hampir semua kesenian tradisi lainnya di
Nusantara Indonesia. Pada waktu-waktu tertentu kesenian Abdul Muluk masih
berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat Sembubuk, walau hanya disaksikan oleh
masyarakat Sembubuk. Dalam pertunjukan seperti di atas, teater Abdul Muluk
ditampilkan pada malam hari, di pentas arena (lapangan), dengan penonton duduk
berkeliling. Pada saat inilah kita dapat menyaksikan kepiawaian para actor dan
pendendang Abdul Muluk, baik yang sddah berusia tua maupun yang masih muda.
Pertunjukan ini di samping memberikan hiburan,
juga jadi ajang menjalin keakraban antara masyarakat Sembubuk.
B. Struktur
Lakon Teater Abdul Muluk
Struktur berarti susunan, kemampuan
pengarang atau penulis skenario dalam menyusun rangkaian cerita dari awal
sampai akhir. Cerita yang disusun berdasarkan berdasarkan imajinasi sepenuhnya
oleh pengarang dalam bentuk baru, dan dapat pula berdasarkan pada cerita yang
sudah ada. Naskah ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan, untuk mengambarkan
kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog.[20]
Naskah drama merupakan ide sekaligus syarat
perenungan untuk menganalisis isi secara struktur. Naskah lakon selalu saja
mengalami proses transformasi menjadi kenyataan teater yang mengundang
perenungan bagi masyarakat penonton. Naskah lakon dapat menjadi media didaktis,
dan pembelajaran moral sebagai bentuk perenungan yang dapat di simpan sebagai
warisan budaya berabad-abad.
Menurut Suyatna Anirun (1999:
76), “naskah lakon memberi inspirasi
kepada seniman penafsir, memasok kata-kata
yang harus diucapkan si aktor karena
naskah lakon juga biasa di sebut buku kata-kata atau buku teks” Atas dasar itu, proses pengembangan akting
terhadap analisis struktur untuk membuka daya kreatif dalam mewujudkan
peristiwa teater. Prinsip konstruksi lakon dan kaidah-kaidah teknik drama yang
ditimbulkan disesuaikan dengan kebutuhan penyajian.
1.
Tema
Menurut
Harymawan (1985:24), “Tema merupakan landasan idea dalam menentukan tujuan
cerita”, sedangkan Gorys Keraf (1980:107) menyatakan “Tema merupakan sesuatu amanat utama yang
disampaikan penulis melalui karangannya” Yakob Sumardjo (1994 : 56) menyatakan
tema adalah ide sebuah cerita, pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar
mau bercerita, tapi atau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau
dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang
kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan.[21]
Henry Guntur Tarigan menyatakan, tema adalah gagasan pokok suatu cerita[22]
sebagai inti dari peristiwa-peristiwa yang disampaikan pengarang. Penyampaiani
isi cerita atau pokok persoalan tersebut melalui jalinan cerita. Pokok cerita
adalah permasalahan yang disampaikan pengarang, atau persoalan yang berada di
balik cerita yang dituangkan pengarang. Kebanyakan cerita selalu mempunyai tema
pokok dan juga mempunyai tema kecil.
Bapak Zubir, Sayuti dan kawan-kawan
mengambil pokok cerita dari cerita rakyat Abdul Muluk. Cerita ini mengungkapkan
kembali tentang tokoh legenda Abdul Muluk dengan segala sikap dan nilai
kehidupan seperti semangat kepahlawanan, kesetiaan, kejujuran, keadilan dan
keberanian.
Cerita berawal dengan menggambarkan
kebesaran dan kedamaian sebuah istana Raja Bana yang diperintah oleh seorang
Raja Abdul Misa. Raja ini mempunyai seorang putri yang cantik bernama Siti
Rapiah. Dalam menggambarkan kebesaran dan kebijaksanaan dinyanyikan oleh
seorang penyanyi putri. Setelah lagu
Buka Kisah, pemain masuk dengan gerak tari yang diiringi musik.
Pangeran Abdul Muluk dari
kerajaan lain datang bersama
rombongannya untuk meminang Siti Rapiah untuk dijadikan isteri kedua.Pinangan
Abdul Muluk diterima oleh Raja Abdul Misa, Rapiah dinikahkan dengan Pangeran
Abdul Muluk.
Dikarenakan
usia raja Abdul Misa sudah tua, ia
menyerahkan tahta kerajaan kepada Abdul Muluk, menjadilah Abdul Muluk memerintah
di kerajaan Bana. Ia hidup rukun damai dengan kedua isterinya, Siti Rahmah dan
Siti Rapiah.
Sampai
pada bagian ini Zubir dkk ingin menyampaikan
tentang kebesaran dan kedamaian kerajaan-kerajaan Melayu pada masa lalu.
Pesan itu disampaikannya melalui syair yang dilantunkan oleh dua orang kadam (pembantu) sambil melakukan
gerak tari mengelilingi meja sebagai simbol tempat kedudukan raja Abdul Misa.
Setelah menari mengelilingi meja dialog diawali oleh ketiga kadam.
Kadam 1 : Dengan apo pikiran
Kito
disuruh menghias istana
Kadam 2 : Ado benar sekali
(keduanya keluar diiringi
bunyi musik instrumentalia)
Konflik
cerita mulai terjadi ketika suatu hari, kerajaan Abdul Muluk diserang oleh raja Parsi, yakni raja Abu Hasan. Dalam uk
dari kerajaan Parsi ini kerajaan Bana dapat ditaklukkan, Abdul Muluk dan isterinya Siti Rahmah ditawan oleh
Raja Abu Hasan, sedangkan Siti Rahmah yang tengah hamil tua menyelamatkan diri ke dalam hutan.
Dalam perjalanannya ia selalu diiringi oleh seekor harimau. Di tengah
pengembaraannya Siti Rapiah dapat membunuh harimau tersebut.
Dalam
suasana ketakutan dan penderitaannya di tengah hutan Siti Rapiah bertemu dengan
sepasang suami isteri peladang yaitu Tuan Syekh dan isteri. Ia diselamatkan
oleh suami isteri peladang, dan Siti Rapiah melahirkan anak, diberi nama Abdul
Roni. Siti Rapiah menitipkan Abdul Roni kepada kedua peladang, sedangkan ia
melanjutkan pengembaraannya, yakni ingin membebaskan Abdul Muluk.
Unsur spontanitas dan humor amat
tampak pada bagian ini; Siti Rapiah yang tengah hamil tua memainkan akting yang
cukup memancing tawa penonton, ia berjalan dengan akting yang dibuat-buat,
seperti memegang perutnya yang besar dengan menggelikan. Yang lebih menghibur lagi adalah
adegan dan dialog yang dimainkan oleh suami isteri peladang saat membantu Siti
Rapiah, seperti dialog di bawah ini,
Tuan
Syekh : Siapo Pek, suruh dio masuk .
: dari hutan keluar hutan
ado nak ..?
St
Rapiah : Sayo ditinggal suami sayo Abdul
Muluk di dalam medan perang.
Sayo mengandung tiga
bulan, di dalam perjalanan sudah sembilan
bulan. (gaya lucu dan
lantang..)
Tuan
Syekh : Ado apo Mak Kau ….?
Isteri
S)yekh : Perut Rapiah sakit..
Tuan
Syekh : Benar Mak Kau
Rapiah : Aduh sakit …….. (memegang perut
dengan adegan lucu)
Isteri
Sy ekh : Oh ayah Kau, kalau macam iko
kan bisa mati malahiekan
Tuan
Syekh : Ambek aie Pik, baok kasiko
………
(dalam ruang
tiba-tiba ……. Eyaaakkkk , eyaaakkkk
(Tuan
Syekh panik bercampur gembira, ke luar masuk ruang sekali-sekali mengintip Siti Rapiah yang
tengah keletihan)
Cerita berjalan datar, Siti Rapiah
melanjutkan perjalanan, ia terdampar di sebuah kerajaan yang diperintah raja
Jamaluddin, yang kebetulan bermusuhan dengan raja Abu Hasan. Siti Rapiah
menyamar sebagai seorang laki-laki dan menantang raja Jamaluddin untuk
bertarung, Siti Rapiah mengalahkan raja Jamaluddin. Ia diangkat menjadi sultan
Daur.
Abdul
Roni dewasa, Tengku Syekh menceritakan perihal dirinya dan orang tuanya yang
ditawan oleh raja Abu Hasan.Abdul Roni ingin mencari ibunya dan membebaskan
ayahnya.
Cerita menanjak pada perasaan haru, Abdul
Roni terdampar di kerajaan Jamaluddin, ia bertarung dengan Sultan Daur yang
sebenarnya adalah ibu kandungnya sendiri.
St. Daur : Hai anak kecil kenapo kau berani
masuk negeri kami
Abd Roni : Hai tuanku, sedangkan anak buahmu sudah kalah semua,
St Daur : Alangkah lucunya anak kecil, aku
tidak akan menyerahkan kerajaan. Kalau begitu kau terima bagianmu ( Sultan Daur
menyerang Abdul Roni
Abd Roni : Aku mencari makku dan bapakku
St Daur : Siapa nama Makmu dan Bapakmu ………
Abd Roni : Bapakku bernama Abdul Muluk, dan Makku
bernama Siti Rapiah
St Daur : Ikolah mak kau.
Ditengah pertarungan, pedang Abdul
Roni mengenai tutup kepala lawannya, dan
semua terkejut karena ata Sultan Daur
adalah seorang wanita. Pada saat
bersamaan pedang Sultan Daur berhasil menyobek baju bagian dada Abdul Roni.
Siti Rapiah terkejut melihat kalung di leher Abdul Roni, karena kalung tersebut
sengaja ia titipkan dahulu ekepada Tengku Syekh, untuk dipakaikan kepada
anaknya kelak. Siti Rapiah menjelaskan tentang dirinya dan diri Abdul Roni. Mereka
berpelukan, dan keduanya meninggalkan kerajaan Jamaluddin, untuk menuntut balas
pada raja Abu Hasan.
Cerita menuju mencapai klimaks pada saat Siti Rapiah dan
Abdul Roni menentang raja Abu Hasan untuk membebaskan ayahnya dan ibu tirinya
Siti Rahmah.
Bagian akhir (konklusi) darfi cerita
Abdul Muluk, siti Rapiah dan abdul Roni tu
Raja : (memanggil Kadam (pembantu)
Hai Kadam ……
Kadam : Ado apo patik tuanku
Raja : Keluarkanlah kunci gerbang
(Kadam membuka pintu
gerbang)
Mano Abdul Muluk, keluarlah…….
(Abdul Muluk
dan Siti Rahmah keluar bertemu isteri dan anaknya)
Dari
penyajian teater Abdul di Sembubuk yang naskahnya disusun oleh bapak Zubir dan
kawan-kawan tampak dialog tidak baku, disusun sekadarnya. Naskah hanya memuat
pokok-pokok kejadian-kejadian penting saja,
sementara dalam melakukan akting pemain diberikan kesempatan untuk
melakukan improvisasi, yang terkadang terasa tidak logis.
Bila
diamati tema yang dikemukakan dalam teater Abdul Muluk yakni Kebenaran membutuhkan perjuangan dan kesabaran.
2.
Alur
Menurut
Willy F. Sembung (1983:63) “Rangkaian atau susunan peristiwa atau biasa juga
disebut alur cerita. Sedangkan Yakob Sumardjo menjelaskan plot atau alur adalah
rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan sebab akibat.
Peristiwa pertama menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua
menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya.[23]
Naskah lakon Abdul Muluk menggunakan alur maju yang tangga dramatiknya mulai dari Introduksi (eksposisi), Konflikasi (Resing
Action), Klimak, Resolusi, Konklusi.
a. Introduksi (eksposisi)
Musik dan nyanyian serta tari-tarian
sebagai pengantar, dilanjutkan dengan memperkenalkan para pemain. Diawali
dengan buka kisah; 3 (tiga orang (mentri) masuk dengan iringan musik
instrumental. Sambil bernyanyi bergerak mengelilingi meja. Hal ini dapat
dilihat pada dialog yang memuji-muji istana.
01.
Kadam : Dengan Apa pikiran…..
02.
Mentri : K ita disuruh menghiasi kota istana.
03.
Kadam : Ada benar sekali.
04.
Hulubalang: Bagaimana benar tentang istana.
05.
Kadam : Ada benar sekali.
06.
Hulubalang: Kalau benar dengan apa pikiran.
07.
Mentri : Lebih baik kita pulang ke
istana. (dan seterusnya).
Dilanjutkan dengan rombongan Abdul Muluk
di atas kapal sedang berlayar (adegan ini dilakukan dengan menari dan menyanyi
diringi musik).
b. Konflikasi (Resing Action)
Berawal
dari pelamaran yang dilakukan Abdul Muluk untuk meminang Siti Rapiah putri raja
Abdul Misa. Pinangan Abdul Muluk diterima raja Abdul Misa, ia memerintahkan
hulubalang untuk memanggil Tuan Kobi (Kadi) untuk menikahkan Abdul Muluk dengan Siti Rapiah. Pernikahan selesai dilaksanakan dengan
khidmat, Raja Abdul Misa merasa sudah
tua, lalu menyerahkan tahta kerajaannya kepada Abdul Muluk. berakhir
dengan terjadinya penyerangan oleh raja Syahbuddin kepada kerajaan yang
dipimpin Abdul Muluk. Konflikasi ini dapat dilihat dalam dialog sebagai
berikut:
01.
Kadam : Abdul Muluk hendak datang ke
negeri Bari-bari, tolong bana berikan ini
surat (MENYERAHKAN SURAT KEPADA NELAYAN).
02.
Nelayan : Iyolah (MENERIMA SURAT LALU
PERGI).
(ROMBONGAN RAJA ABDUL MISA
MASUK BERSAMA ANTARA,
MANTRI, WAZIR,
HULUBANG).
04.
Nelayan : Ampun patik, saya membawa
surat. Abdul Muluk ingin melamar
Siti Rapiah.
(RAJA ABDUL MISA MENERIMA PINANGAN ABDUL MULUK
SETELAH BERMUSYAWARAH DENGAN SITI RAPIAH,
RAJA
MEMERINTAH MENTRI ANTARA 2 UNTUK MENJEMPUT
TUAN
KOBI DI BALAIRUNG SARI).
05.
Tuan Kobi : Ado apo tuanku memanggil.
06.
Raja A.Misa : Aku memanggil tuan Kobi untuk menikahkan anakku yang bernama
Siti Rapiah dengan Abdul Muluk.
(PERNIKAHANPUN BERLANGSUNG DENGAN CARA
ISLAMI
DENGAN MAS KAWIN 25 SALAWE dan RAJA ABDUL NISA
MENYERAHKAN KERAJAAN KEPADA
ABDUL MULUK).
07.
Raja A.Nisa : Engkau kuperintahkan untuk menjemput dayang-dayang ke Balairung
Sari.
08.
Hulubalang : Mohon ampun Patih, perintah
Patih Tuanku ambo laksanakan.
09.
Raja A.Nisa : Sayo akan menyerahkan alat kerajaan sayo kapado anak menantu sayo
Abdul Muluk dan langsung kito angkat
menjadi Sultan. Bagaimana
Mantri sekalian?
10.
Mantri : Ado benar sekali.
11.
Raja A.Nisa : Wahai Abdul Muluk aku menyerahkan kerajaanku kepadamu dan
Sarato pemerentah di negeri ko. Dan jugo
paharolah rakyat kito agar
didalam nagari ko jangan sampai rusak
binasa. (SEMENTARA
DILAIN TEMPAT RAJA SYAHBUDDIN MENANTANG)
12.
Syahbuddin : Siti Rapiah dengan Abdul Muluk kan kutaklukkan.
(DIKERAJAAN
ABDUL MULUK KADAM MEMBERI SURAT
KEPADA ABDUL MULUK, SURAT DARI SYAHBUDDIN YANG BERISI TENTANG
TANTANGANNYA UNTUK BERPERANG. DALAM PERTEMPURAN TERSEBUT ABDUL MULUK KALAH,
SITI RAHMAH DAN ABDUL MULUK TERTANGKAP DAN DITAWAN SEDANGKAN SITI RAPIAH DAPAT
MELOLOSKAN DIRI DALAM KEADAAN HAMIL MUDA. DALAM PELARIANNYA DI HUTAN IA BERTEMU
SEEKOR HARIMAU DENGAN TUJUH ORANG PEMBURU, SEMUANYA BISA
DILUMPUHKAN. DISINILAH SITI RAPIAH
MENDAPATKAN ILMU. AKHIRNYA IA MENUMPANG DISEBUAH RUMAH SYEH SAMPAI AKHIRNYA DIA
MELAHIRKAN. ANAKNYA ABDUL RONI DITITIPKANNYA SAMA SYEH DAN ISTRINYA SYEH. SITI
RAPIAH TERDAMPAR DI KERAJAAN JAMALUDDIN, SITI RAPIAH MENYAMAR SEBAGAI LAKI_LAKI
DAN RAJA JAMALUDDIN BERMUSUHAN DENGAN ABU HASAN. SITI RAPIAH MAMPU MENGALAHKAN
ABU HASAN, IA DIANGKAT MENJADI SULTAN DAUR. ABDUL RONI DALAM PENGEMBARAANNYA
TERDAMPAR DI KERAJAAN SYAHBUDDIN DAN DIANGKAT MENJADI PANGLIMA. SULTAN DAUR (SITI RAPIAH) MENCARI SUAMINYA ABDUL
MULUK HINGGA SAMPAI DI KERAJAAN SYAH
c. Klimaks
(KETIKA
SAMPAI DI KERAJAAN SYAHBUDDIN TERJADI PERTEMPURAN DENGAN SEORANG ANAK MUDA
(ABDUL RONI), SULTAN DAUR LEBIH UNGGUL. ABDUL RONI KALANG_KABUT. SULTAN DAUR
MENGETAHUI BAHWASANNYA ABDUL RONI ANAKNYA, LALU MEMBUKA RAHASIA DENGAN TERBUKA
DADA DAN TERGERAILAH RAMBUT YANG MEMANJANG. TERKEJUT ABDUL RONI TERNYATA YANG
DILAWANNYA ADALAH IBU KANDUNGNYA).
01.
Sultan Daur : Abdul Roni panglima muda. Apa yang kau cari masuk kenegeri kami.
02.
Anak kecil : Aku mencari makku dan
ayahku.
03.
Sultan Daur : Siapa nama makmu dan ayahmu?
04.
Anak Kecil : Nama ayahku Sultan Abdul
Muluk dan nama makku Siti Rapiah.
05.
Sultan Daur : Inilah Makmu. (MENJAWAB
SAMBIL MENGEPAK LANGSUNG
KENA TOPI IBU DAN TERGERAILAH RAMBUT
MEREKA PUN
BERSATU UNTUK MELAWAN SYAHBUDDIN).
d. Resolusi
Kemudian anak dan ibu ia bersatu melawan Raja Syahbuddin ke negeri
Hindustan. Maka terjadilah perang besar. Pertempuran yang maha dasyhat itu
dimenangkan oleh anak dan ibu. Mereka
mampu melepas Abdul Muluk dan Siti Rahmah. Mereka kembali bersatu seperti
sediakala.
e. Konklusi
Abdul
Muluk naik tahta kembali, kedua istrinya Siti Rahmah dan Siti Rapiah hidup
rukun dan damai. Abdul Roni menjadi putra mahkota. Diakhiri dengan musik,
tari-tarian dan nyanyian penutup;
Balibis burung balibis
Bagi makan di dado dulang
Mainan kito sudah habis
Minta izin kami nak pulang.
Kalau ado jarum yang
patah
Mari disambut dengan
serat
Kalau ado permainan
salah
Mohon ampun ka dengan
maaf. (SELESAI)
3.
Penokohan
Suyatna Anirun (1998: 10) mengatakan,
“penokohan merupakan sarana untuk membedakan satu peran dengan peran lainnya.
Penokohan menjadi wakil kesadaran dari ide pengarang, tokoh membangun cerita
melalui dialog sesuai dengan peran. Penokohan merupakan orang yang berperan
penting menyampaikan peristiwa yang diingini pengarang.[24]
Tokoh dan penokohan dalam naskah lakon
merupakan gagasan awal bagi pengarang. Tokoh bertugas membangun cerita lewat
dialog. Tokoh juga selalu saja berhubungan dengan karakter untuk
mengaplikasikan gejolak batin manusia. Penokohan dalam teater Abdul Muluk
menggunakan gaya realisme, dengan diselingi dialog spontan penuh improvisasi
dan lawakan.
a. Kedudukan
Tokoh
Tokoh Abdul Muluk merupakan tokoh
utama atau sering di sebut sebagai Protagonis, tokoh utama pemegang tali
cerita. Sedangkan tokoh Raja Abdul Nisa, Abdul Roni, Siti Rapiah, Siti Rahmah, Raja Jamaluddin,
khadam, Mentri, Wazir, Hulubalang, Tuan Kobi merupakan tokoh Deutragonis/tirtagonis, tokoh yang berdiri
di pihak protagonis. Sementara tokoh Raja Syahbuddin dan Abu Hasan berkedudukan
sebagai tokoh Antagonis, tokoh yang menentang tokoh utama. Tokoh Nelayan, Harimau, Syeh dan
istrinya, penyamun di hutan berkedudukan sebagai tokoh Utiliti, tokoh yang
dipergunakan pengarang untuk melakukan hal-hal kecil.
b. Bentuk Karakter
Tokoh Abdul Muluk, Siti Rapiah, Siti
Rahmah, Raja Abdul Nisa, Abdul Roni, Raja Jamaluddin, Khadam, Mentri, Wazir,
Tuan Kobi dan Syeh beserta istrinya
merupakan tokoh yang berkarakter Flat karakter, tokoh yang berkarakter
satu jenis saja yaitu baik. Sedangkan Raja Syahbuddin dan Raja Abu Hasan
berkarakter Round Karakter, yaitu tokoh yang diberikan karakternya secara
lengkap (hitam putih), Tokoh yang berkarakter bulat, tokoh ini dapat menjadi
jahat sekaligus baik. Sementara tokoh Raja Syahbuddin, Raja Abu Hasan, penyamun
dan Harimau berkarakter Flat Karakter, yakni tokoh yang berkarakter satu jenis
saja yaitu jahat. Tokoh Hulubalang dan Nelayan yang tokoh berkarakter Karikatur
atau parod, merupakan tokoh yang berkarakter ironi /tokoh komedikal.
c. Bentuk tipe perwatakan
Tokoh
Abdul Muluk memiliki segi fisiologis
atau segi luar; lelaki berumur 35-40 tahun, Rambut ikal, hidung mancung.
Psikologis, jiwanya berwibawa dan santun, teguh pendiriaannya. Sosiologisnya
berasal dari keluarga bangsawan/Raja.
Raja
Abdul Nisa, fisiologisnya lelaki berumur 60-75 tahun. Rambut lurus.
Psikologisnya, jiwanya teguh pendiriannya, berwibawa dan berjiwa besar. Sosiologis berasal dari
keturunan bangsawan/raja.
Siti
Rahmah, fisiologisnya wanita berumur 30-40 tahun. Berparas cantik, rambut
panjang terurai. Psikologisnya penyabar, memiliki ketertekanan jiwa karena
mandul (tidak mampu melahirkan anak). Sosiologisnya berasal dari keturunan
raja.
Siti
Rapiah, fisiologisnya wanita berumur 25-30 tahun, berparas cantik, pipinya bak
sauh dilayang, dagunya bak lebah bergantung, rambut panjang, mata bening dan
rambut akal hitam legam panjang terurai. Psikologisnya, teguh pendiriannya dan
baik hati. Sosiologisnya berasal dari keturunan raja.
Abdul
Roni, fisiologisnya lelaki berumur 15-17 tahun. Berwajah rupawan, putih, mata
tajam. Psikologisnya memiliki pendirian yang tetap, berwibawa dan kesatria.
Sosiologisnya berasal dari keturunan raja-raja.
Raja
Jamaluddin, fisiologisnya lelaki berumur 50-60 tahun, mata tajam, hidung
mancung, dikening sudah mulai berkerut namun masih terlihat sisa ketampanannya, Psikologisnya, agak peragu, pencemas. Sosiologisnya
raja. Raja Syahbuddin, fisiologisnya lelaki berumur 57-67 tahun, mata bulat dan
tajam, hidung pesek, kulit hitam legam dan berambut keriting. Psikologisnya,
jiwa tertekan dan memiliki sikap mendua
serta iri dan dengki, tidak suka menyaksikan kebahagian orang lain.
Sosiologisnya sebagai raja.
Raja
Abu Hasan, fisiologisnya lelaki berumur 60-65 tahun. Mata sipit. Hidung pesek,
kulit hitam, rambut keriting. Psikologisnya berjiwa iri, dengki, sirik dan
tidak senang melihat orang lain bahagia. Sosiologisnya keturunan raja.
Khadam,
fisiologis lelaki berumur 40-45 tahun. Wajah lucu, hidung mancung, rambut ikal.
Psikologisnya berjiwa periang dan suka membantu orang. Sosiologisnya pembantu
di istana.
Mentri, fisiologisnya lelaki berumur 50-60
tahun. Mata tajam, hidung mancung, rambut ikal. Psikologisnya berjiwa tenang,
suka menolong, teguh pendiriannya. Sosiologisnya orang kepercayaan istana.
Wazir, fisiologis lelaki berumur 45-55
tahun. Mata tajam, berwajah agak sedikit lucu, hidung mancung, rambut ikal.
Psikologisnya berjiwa periang, teguh pendiriannya, suka menolong. Sosiologisnya
orang kepercayaan istana.
Hulubalang,
fisiologisnya lelaki berumur 35-45 tahun. Mata sipit, berwajah agak sedikit
lucu, hidung pesek, rambut keriting. Psikologisnya berjiwa periang, suka
menolong. Sosiologisnya orang kepercayaan istana.
Tuan
Kobi, fisiologisnya lelaki berumur
60-65 tahun. Mata teduh, rambut ikal. Psikologisnya agak lugu, penurut, patuh.
Sosiologisnya alim ulama istana.
Syeh,
fisiologisnya lelaki berumur 60-70 tahun, mata teduh, rambut ikal putih.
Psikologisnya berjiwa tenang, lugu, memiliki pendirian yang teguh, berwibawa.
Sosiologisnya orang sakti yang memiliki banyak ilmu.
Istri Syeh, fisiologis wanita berumur
50-60 tahun, mata bening, rambut beruban, masih terlihat sisa-sisa
kecantikannya walau agak terlihat garis-garis ketuaannya. Psikologisnya
berpendirian teguh, tenang. Sosiologisnya orang yang memiliki kesaktian.
Nelayan, fisiologisnya lelaki berumur 40-45 tahun.
Mata tajam, rambut ikal hitam, wajah lugu dan lucu. Psikologisnya berjiwa
periang, suka humor. Sosiologisnya sebagai nelayan yang mencari nafkah dilaut.
4.
Setting
Penggambaran
latar ruang (tempat) yang berhubungan dengan kejadian. Berdasarkan teks naskah
lakon sebagai acuan untuk memotret peristiwa secara langsung, jadi naskah lakon
Abdul Muluk menggunakan latar tempat Istana, lading, gaza (tempat berperang),
taman bunga istana.
C.
Tekstur Lakon Abdul Muluk
Tekstur adalah pengalaman dalam
mempengaruhi penonton lewat yang di dengar, dilihat serta yang terasa dan
dirasakan. Hal ini tercipta oleh kemampuan pemain membangun irama. Tekstur
diciptakan oleh bunyi dan bahasa (dialog), tegangan yang ketat dari mood,
bahasa panggung (spektakel).
1. Dialog
Unsur terpenting pada naskah lakon
adalah dialog. Dialog memiliki kekhasan tersendiri dalam karya sastra. Menurut
Harymawan (1985:59), “Dialog ditinjau dari dua segi yaitu; segi estetis, dialog
merupakan faktor literer yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon.
Segi tekhnis diberikan catatan-catatan dalam pengucapan, ditulis dalam kurung.”
Dialog memunculkan suasana yang
terangkum dalam peristiwa untuk menguatkan cerita, melalui bahasa Melayu dan
ada beberapa bahagian terutama dalam lawak menggunakan bahasa daerah Jambi.
(KEMUDIAN
ANAK DAN IBU MELAWAN RAJA SYAHBUDDIN KE NEGERI HINDUSTAN, TERJADI PEPERANGAN
BESAR).
01.
Rajo Syahbuddin : Hai Kadham
02.
Kadham : Ado apo patik tuanku.
03.
Rajo Syahbuddin : Keluarkanlah kunci gerbang
04.
Khadam : Kunci tak ado (KETUK PINTU RAJO
DAN SURAT DIBUKA
OLEH KHADAM).
05.
Rajo Syahbuddin : Mana Abdul Muluk (ABDUL MULUK KELUAR BERTEMU
ANAK DAN ISTRI). Dan seterusnya.
2.
Mood
Menurut
Suyatna Anirun (1999:142), “Laku yang ditampilkan pemeran bertolak dari tiga
motivasi/dorongan yang bersumber pada plot cerita, mood dan atmosfir suatu
adegan perwatakan”. Mood merupakan sesuatu yang berada dalam naskah diantaranya
bunyi, irama, jeda atau tempo untuk mencapai suatu adegan[25].
Mood yang terdapat dalam Abdul Muluk
disesuaikan dengan alur cerita, misalnya pada saat adegan lawak ditampilkan,
mood yang dibangun adalah keriangan sementara saat Siti Rapiah keluar dari
istana untuk melarikan diri dari sergapan Raja Syahbuddin, maka dibangun
suasana sedih, tentunya didukung oleh spektakel yang sesuai.
3.
Spektakel
Elemen yang membangun panggung untuk
pertunjukan (bahasa panggung) disebut spektakel. Keberadaan panggung adalah
sarana penampilan lakon, panggung dengan seluruh elemennya; cahaya, musik,
busana, rias, seting (dekorasi). Jadi spektakel meliputi semua elemen visual
tontonan, naskah, pemain, panggung dan penonton menjadi struktur artistik
kenyataan lakon teater.
a. Cahaya
Harymawan (1985: 196), mengatakan
“……menerangi pentas dan aktor sentral membantu permainan lakon dalam
melambangkan maksudnya dan memperkuat suasana dan penokohan. Pementasan teater
Abdul Mulu hanya diterangkan dengan beberapa buah listrik yang dipasang di
empat sisi pentas yang berfungsi hanya sebagai penerang. Pemakaian cahaya dalam
teater tradisi seperti halnya dalam
teater Abdul Muluk hanya bertujuan untuk memberikan penerangan kepada pemain
dan penonton, belum dapt dimanfaatkan untuk memperkuat suasana dan penokohan.
b. Setting/proferti
Setting berupa daun kelapa yang dipasang
melengkung di bagian depan pentas. Daun kelapa diletakkan di dua sisi depan
pentas yang ujungnya hampir bertemu. Dibagian belakang di pasang layar hitam
atau biru tua, serta layar yang dilukis sesuai adegan sebagai dekorasi.
Ditambah dengan meja, rotan pemukul meja.
Panggung dibagi dua bagian, yang bagian muka untuk pementasan sedangkan
di belakang diberi tutup pinggirnya untuk rias. Perlengkapan pentas terdiri
dari dua buah kursi dan kuda-kudaan. Khusus untuk adegan di istana ada kursi
yang di tata menjadi singgahsana,
Sedangkan proferti yang dipakai, pemain memakai kaca mata hitam dan
seluruh pemain yang digambarkan sebagai bangsawan memegang kipas.
c. Busana
Harymawan (1985: 131), tujuan tata busana:
a). Membantu penonton (M-4) agar mendapat suatu cirri atas pribadi pemeran. b).Membantu
memperlihatkanhubungan yang satu dengan
hubungan yang lainnya, misalnya seragam tentara. Sedangkan busana memiliki
fungsi untuk menghidupkan perwatakan, selain itu individualisasi peran, warna
dan gaya pada kostum mampu membedakan antara pemeran.
Sementara
busana dalam teater Abdul Muluk mengikuti perkembangan permainan, pakaian
tradisional Jambi, ditambah embel-embel pangkat prajurit Belanda.
d. Rias
Menurut Harymawan (1985:
134) mengatakan, “Tata Rias seni menggunakan bahan-bahan kosmetika, fungsi
pokok untuk mengubah seorang gadis belia menjadi nenek tua atau seorang
laki-laki atau sebaliknya[26]”
Sedangkan rias dalam teater tradisional Abdul Muluk mempergunakan rias
sehari-hari, belum mempertimbangkan efek kekuatan terhadap penokohan seperti
tkoh gagah, tokoh cantik, lembut dsb.
e. Bloking,
Bloking dalam teater modern bertuju,an
untuk menanamkan kesadaran ruang bagi aktor.
Aktor harus mampu menangkap makna sastra dari naskah lakon, lalu harus
mampu pula menghidupkankannya lewat gerak untuk kebutuhan posisi aktor di atas
pentas.
Bila diamati penggunaan ruang oleh pemain
Abdul Muluk belum memberikan kekuatan akting kepada tokoh; dengan arti kata
pemeran melakukan akting belum memahami posisi ruang untuk memperkuat
penokohan.
f.
Tari
Gerakan tari dalam teater tradisional Abdul Muluk disesuaikan
dengan suasana. Tari digunakan untuk mengisi perpindahan adegan, gerak yang
dimainkan adalah gerak tari Melayu, gerak pencak silat. Terkadang muncul tarian
yang tidak ada hubungannya dengan pertunjukan.
g. Lawak
Lawak berisi sindiran-sindiran
kepada keadaan masyarakat. Lawak digarap dengan kekuatan improvisasi menggunakan
bahasa daerah Sembubuk oleh tokoh;, terkadang lawak terkait atau berhubungan
langsung dengan jalan cerita, dan terkadang lepas dari jalan cerita. Ini
merupakan salah satu ciri dan unsur penting dalam pertunjukan teater rakyat..
D. Musik
Seperti dikemukakan pada halaman
terdahulu, salah satu cciri teater rakyat selalu melibatkan musiken dan
tari. Musik yang disajikan dalam teater
Abdul Muluk, adalah musik instrument dengan alat-alat musik:
1. biola, berfungsi sebagai instrumen
melodi; dalam petunjukan Abdul Muluk peranan alat musik biola amat
dominan sekali baik sebagai pengiring
lagu maupun dalam peralihan suasana,
2. Gambus oth, berfungsi memainkan melodi dalam mengiringi lagu-lagu
yang dibawakan penyanyi,
3. Gendang, berfungsi seagai pengatur ritme
dan tempo,
4. Gong, juga pengatur ritme dan tempo lagu
yang dimainkan.
Ada
beberapa lagu-lagu yang dimainkah dalam pertunjukan teater Abdul Muluk,
antaranya Pile Papile, Buka Kisah, Tari Rotan dan Batang Hari. Lagu berfungsi
untuk mengalihkan satu adegan ke adeg an lain, dan untuk menyampaikan bahagian
cerita yang tidak diaktingkan. Lagu Buka Kisah; berfungsi sebagai pembukaan
dalam pertunjukan. Syair yang dibawakan berisi permintaan maaf kepada penonton,
dan sekaligus sebagai tanda pertunjukan
akan dimulai.
Musik dagelan untuk mengiri
lawak dan musik tari untuk mengiringi tari-tarian, musik gerak sambah untuk
pemain keluar. Musik instrumental (pemain bergerak mengelilingi meja), lalu
musik buka kisah pemain bernyanyi sambil berkeliling. Ada juga musik pengiring untuk mengiringi lagu.
Kadangkala dimainkan musik selingan yang dimainkan secara bebas tanpa terkait
dengan pertunjukan. Secara garis besar fungsi musik dalam teater Abdul Muluk
adalah untuk pembukaan, mengalihkan adegan satu ke adegan berikutnya, dan
sebagai penutup.
Lagu-lagu yang biasa
dimainkan dalam teater Abdul Muluk, diantaranya. Lagu Buka Kisah, Ewa-Ewa, Pile Papile, dan Batang Hari, yang
syairnya penulis cantumkan di bawah ini.
BUKA KISAH
Dengan
bismillah kami mulokan
Salamualaikum
kami rangkaikan
Kisah
abdul Muluk kami persembahkan
Kalaulah
salah tolong maafkan.
Mano
penonton hadir disiko
Kamilah
datang basamo-samo
Kalaulah ado salah jangganyo
Usahlah jadi cacek basamo.
EWA
EWA
Tarik
rotan yo raton sepanjang rotan
Tarik
rotan yo rotan panjang sehasto
Kalau datang-kalau datang angin Selatan
Tarik
jangkar yo jangka berlayar kito
Kalau berrlayar-berlayar pegang kemudi
Kito
berlayar-berlayar menuju lautan
Kalau
nakhoda-nakhoda tak hati-hati
Alamat kapal yo kapal akan tenggelam.
PILE
PAPILE
Pile papile ngayam papile
Ambek lah rotan tabuhlah gendang
Adek nak balek abang nak bile
Ujung selendang-selendang ujung selendang.
Bukannyo abang nak mau ke Johor
Abang nan takut lautan Cino
Bukannyo abang tak mau menegor
Abang nan takut cik adek
ado nan punyo.
MUARO
JAMBI
Muaro jambi aernyo
tenang
Walaupun tenang deras ketepi
Anaklah Jambi jangan dikenang
Kalau
dikenang merusak hati
Kalaulah
ado sumur diladang
Bolehlah kito menumpang mandi
Kalaulah ado umur kito panjang
Bolehlah
kito berjumpo lagi
E.Perkembangan Teater Abdul Muluk
di Desa Sembubuk
Teater
Abdul Muluk adalah bahagian dari kebudayaan, apabila kebudayaan dan peradaban
berubah maka demikian pula halnya dengan teater rakyat Abdul Muluk. Sebagai
hasil kreatifitas dari seseorang atau
kelompok masyarakat yang memfungsikan dan memanfaatkannya keduanya harus mampu
menyesuaikan bentuk dan perubahan yang ada di tengah masyarakat, bila tidak mau
ditinggalkan pendukungnya.
Kelangsungan kehidupan teater Abdul
Muluk di desa Sembubuk khususnya amat tergantung pada fungsi-fungsi dan kegunaan oleh masyarakat,
terutama masyarakat Melayu yang berdomisili khususnya di desa Sembubuk, umumnya
di Kecamatan Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi. Salah satu fungsi teater Abdul
Muluk yang masih melekat sampai saat ini, yyakni sebagai pengikat persaudaraan,
karena di dalamnya terkandung nilai adat dan spiritual komunal yang dapat
mengikat masing-masing pribadi kedalam kelompok apa yang disebut alam Melayu.
Di sisi lain, pergeseran nilai
spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di Sembubuk yang terjadi dari waktu kewaktu, akan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pandangan masyarakat terhadap kesenian teater
Abdul Muluk di masa datang.
Teater Abdul Muluk sebagai salah satu
cabang kebudayaan akan amat mudah hilang ditelan zaman, tanpa ada disiplin yang
mengikat kelangsungan eksistensinya atau tanpa adanya keterkaitan fungsi dan
peran masyarakatnya. Sebaliknya seberapa jauh teater Abdul Muluk dapat
difungsikan dalam masyarakat Sembubuk dan Kecamatan Jambi, juga amat tergantung
dari seberapa besar perhatian dan kemampuan para senimannya dalam memperbaharui
dan mengembangkannya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat yang selama
ini mendukungnya.
Umar Kayam mengatakan, kesenian adalah
poduk budaya masyarakat yang tidak pernah terlepas dari masyarakat, dengan
segala aktifitas budaya yang mencakup mencipta, memberi peluang untuk bergerak,
memelihara, menularkan dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan
baru lagi.[27]
Terjadinya peralihan fungsi teater
Abdul Muluk dari seni tutur ke pertunjukan teater, tidak terlepas dari
kebutuhan pertunjukan dan kreativitas para seniman-senimannya. Sehubungan
masalah berbagai usaha yang dilakukan seniman dan masyarakat untuk menjadikan
kesenian ini tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakatnya, Edi Sedyawati
mengatakan bahwa:
Istilah mengembangkan lebih
mempunyai konotasi kuantitatif dari pada kualitatif, artinya membesarkan, meluaskan.
Dalam arti yang kuantitatif itu, mengembngkan seni pertunjukan tradisional
Indonesia berarti membesarkan volume penyajianya, meluaskan wilayah
pengenalannya. Tetapi ia juga baru berarti memperbanyak tersedianya
kemungkinan-kemungkinan untuk mengolah dan memperbarui wajah, suatu usaha yang
mempunyai arti sebagai sarana untuk timbulnya pencapaian kualitatif.[28]
Mempelajari
perjalanan teater rakyat Abdul Muluk dari semula berkembang hampir di seluruh
kawasan Kabupaten Muaro Jambi, ternyata kesenian ini telah mengalami proses
yang tidak menggembirakan, karena saat ini teater ini hanya berkembang di desa
Sembubuk, dan hanya lebih berfungsi sebagai hiburan bagi komunitas masyarakat
setempat, tidak hanya dari segi kualitatif, tapi juga dari segi kuantitatif.
Kesenian teater Abdul Muluk akan dapat berkembang dengan baik, bila
masyarakat Kecamatan Jambi khususnya, dan provinsi Jambi umumnya dapat
memfungsikan kembali kesenian ini, tidak hanya sebagai hiburan pada
upacara-upacara social kemasyarakatan tetapi juga sebagai sarana dalam
menanamkan nilai-nilai kehidupan pada masyarakat terutama bagi generasi muda. Dibutuhkan
kemampuan dan kepiawaian seniman-seniman Abdul Muluk dalam melihat kelebihan
dan kelemahan-kelemahan pertunjukan selama ini, guna meningkatkan kualitas
pertunjukan yang lebih bermutu. Salah satu langkah dengan memasukkan
unsur-unsur baru dalam pertunjukan baik dalam struktur dan tekstur, maupun
dalam melakukan akting, sehingga dapat menarik bagi generasi muda.
Di samping itu tentu pula kepada
pemerintah setempat agar dapat memberikan perhatian yang lebih serius terhadap
perken mbangan kesenian ini, baik dengan cara memperbanyak kesempatan
pertunjukan, maupun memberikan bantuan dalam bentuk materi kepada pemain teater
Abdul Muluk.
Perkembangan kebudayaan dan kesenian
tradisi amat tergantung pada kondisi ekonomi pelaku dan masyarakat
pendukungnya; rata-rata pelaku seni tradisi yang masih berkecimpung dengan seni
tradisi di daerah adalah individu-individu yang hidup dengan ekonomi lemah.
Bersyukur dalam keadaan demikian, pelaku teater rakyat Abdul Muluk sampai saat
ini masih bisa melaksanakan pertunjukan walau hanya didukung oleh komunitas
sekitar desa Sembubuk.
BAB IV
K
E S I M P U L A N
Abdul
Muluk adalah salah satu jenis teater yang terdapat di desa Semububuk, Kecamatan
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi-Provinsi Jambi.
Teater ini merupakan perkembangan dari seni sastra, yang dituturkan oleh
tukang cerita di hadapan penonton. Disinyalir kesenian ini juga berkembang
hampir di kawasan Melayu di Sumatera, seperti Palembang, provinsi Riau dan
Sumatera Utara.
Kesenian ini masuk ke provinsi tutur menjadi teater seperti yang kita
saksikan sekarang adalah hasil kreativitas dari seniman Kecamatan Jambi sekitar
tahun 1940, akibat pengaruh teater komedi bangsawan yang biasa dimainkan oleh
penjajah kolonial Belanda.
Dalam
perjalanannya di Kecamatan Jambi teater ini telah mengalami pasang surut; generasi pertama sekitar tahun 1940 – 1959
generasi Dt Jaim, dan Raebah, disusul
dengan generasi kedua 1960 -1969 generasi Syarifuddin. Setelah itu kesenian ini
seperti tenggelam sampai disambut generasi bapak Mansyur dan kawan-kawan
seperti Zubi, Somad, Yakub, Sayuti, tahun 1982 dengan nama Grup “Mekar Kembali”,
yang sampai saat ini masih tetap melestarikan kesenian ini di desa Sembubuk dan
sekitarnya.
Tema
yang dikemukakan dalam pertunjukan yakni “kebenaran membutuhkan kesabaran,
dengan gaya alur maju. Tangga dramatik dimulai dari Introduksi, Konflikasi,
klimaks, resolusi dan konklusi
Penokohan
Abdul Muluk menggunakan gaya realisme, dialog dan akting dilakukan secara
spontan penuh improvisasi dan lawakan. Tokoh Abdul Muluk .Siti Rahmah, Tuan
Kobi (kadhi) berada di pihak Abdul muluk. Sedangkan Raja Syahbudin dan raja Abu
Hasan adalah tokoh Antagonis.
Bentuk
karakter tokoh Protagonis adalah Flat karakter (satu jenis) baik, sedangkan
raja Syahbudin dan Abu Hasan berkarakter
jahat. Tokoh hulubalang dan Harimau, dan Tuanku Syekh berkarakter
Karikatur atau parod komedikal.
Dialog
yang digunakan dalam pementasan adalah bahasa Indonesia dengan gaya bahsa
daerah Melayu setempat (Sembubuk)
Kehadiran
musik dan tari dalam pertunjukan teater rakyat Abdul Muluk telah mampu berfungsi terutama dalam
mengalihkan satu adegan ke adegan berikutnya. Jenis lagu Melayu yang dimainkan
baru mampu memperkuat suasana menjadi hidup, namun di sisi lain musik belum
berfungsi dalam memperkuat penokohan. Sebahagian syair lagu merupakan bahagian
cerita yang tidak diaktingkan, sedangkan sebahagian lainnya merupakan lagu lepas,
tanpa terkait dengan cerita yang dimainkan.
Demikian
pula halnya dencan gerak tari Melayu yang dimainkan masih amat sederhana,
penari melakukan gerak dengan secara spontan belum mampertimbangkan estetika
gerak. Hal ini mungkin disebabkan sebahagian besar pemain teater Abdul Meuluk
sudah berusia lanjut, sedangkan pemain yang agak muda tidak dilatih secara
khusus untuk melakukan gerak tari.
Secara
kuantitatif perkembangan teater Abdul Muluk di desa Sembubuk, bila dibandingkan
dengan priode tahun 1960 – 1980 an makin berkurang, hal ini disebabkan antara
lain kurangya atau tidak banyak lagi masyarakat yang memfungsikan teater Abdul
Muluk dalam upacara-upacara sosial kemasyarakatan, seperti dalam helat
perkawinan, khitanan dan upacara
kemasyarakatan lainnya. Pergeseran itu juga disebabkan tak mampunya kita
menghalangi derasnya pengaruh budaya
asing yang masuk ke wilayah usantara. Dalam konteks pertunjukan, teater Abdul
Muluk mempunyai fungsi sebagai sarana hiburan yang mengarah pada nuansa
religius dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan pada generasi muda seperti
nilai kejujuran, kepahlawanan, ketabahan, keberanian dan kesetiaan. Sekaligus
teater Abdul Muluk juga berfungsi sebagai sarana hiburan, dan ajang
silaturrahim bagi masyarakat Sembubuk.
Dalam
konteks regenerasi selayaknya Seniman Ssembubukyang berusia lanjut secara tulus
sudah harus mempersiapkan generasi yang lebih muda, terutama untuk penokohan
sehingga tidak berumpu pada bapak Sayuti.
Dibutuhkan perhatian khusus dari pihak pemerintah bersama
Dinas terkaitr dalam melestarikan kesenian ini agar teater Abdul Muluk tidak hilang ditelan masa. Sudah saatnya
kesenian teater Abdul Muluk dibicarakan dalam forum yang lebih besar, untuk
dijadikan asset paket wisata untuk berkunjung ke Muaro Jambi.
KEPUSTAKAAN
Edy, Sedyawati, 1981, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta,
Sinar Harapan.
Harymawan, RMA,
1993, Dramaturgi, Bandung, PT
Remaja Rosda Karya.
Hendri,
Jihadul Barkah, 1997, “Konsep Epik
Brecht Dalam Naskah Opera Primadona, Karya N. Riantiarno”, Tugas Akhir Program Studi Seni Teater
Jurusan Seni Teater Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta,
Herman,
J, Waluyo, 2001, Drama
Dan Pengajarannya, Yogyakarta, Hanindita Graha Widya.
I,
Made Bandem dan Sal, Murgiyanto, 1996, Teater Daerah Inkdonesia, Yogyakarta, Kanisius.
Moleong, 1996,
Metode Penelitian Kualitatif,
Bandung, Remaja Rosda Karya.
Soedarsono, 2001, Metodologi
Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
Bandung, Masyarakat Seni Pertunjukan Indodnesia
Suyatna,
Anirun,
2002, Menjadi Sutradara, Bandung,
STSI Press.
Umar, Kayam,
1981, Seni, Tradisi, Masyarakat, Jakarta, Sinar Harapan.
Zahra,
Alwi, “Nilai , Dalam Abdoel Moelok, Dan
Perannya Menghadapi Millenium III”, Makalah, disampaikan Dalam Seminar dan
Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang Sosial Budaya, 18 – 19 Juni 199
LAPORAN
PENELITIAN
DOSEN
MUDA
KAJIAN
TERHADAP STRUKTUR DAN TEKSTUR LAKON
ABDUL
MULUK DI DESA SEMBUBUK
KABUPATEN
KUARO JAMBI
PROVINSI
JAMBBI
Oleh:
A r z u l, S.Kar, M.Hum
Dibiayai Oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
No. 104/L.06//PL/2007
Tanggal 29 Maret 2007
JURUSAN SENI TEATER
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
tSEKOLAH TINGGI SENI INDONESIA
PADANGPANJANG
NOVEMBER 2007
0 Response to " Abdul Muluk dalam Penelitian"
Post a Comment